Sajak Pertemuan
Bukan karena kau aku menyukai awan putih dan langit biru.
Kau selalu mencoba mengaitkan sesuatu yang aku suka dengan
dirimu yang juga menyukai hal serupa.
Bukan karena kau aku tidak menyukai hujan dan langit kelabu.
Aku hanya tidak menyukai udara dingin, seperti sosokmu yang
serupa kubus es.
Ingin ku tuangkan setetes air panas agar kau meleleh, namun ku urungkan
niat itu. Karena dinginmu enggan takluk pada apapun.
Banyak sekali cerita yang telah terpintal rapi dalam benang
ingatanku, tentangmu.
Banyak pula makna ambigu tentang rasa serupa permen kapas
warna merah jambu; lembut, manis, begitu membekas, bahkan meninggalkan lubang
menganga jika aku terlampau sering mengecapnya.
Bukan karena aku hidup sehingga aku ingin menemui ragamu,
namun karena jiwamu ada bersama ragaku sehingga aku ingin hidup bersama keabadian.
Fatamorgana menjelma ilusi air saat aku memandang bola matamu.
Mata serupa butir kelereng tanpa nilai; bening, serupa bola kristal
si peramal.
Apa-apa saja yang dikatakan oleh kartu tarot itu, aku tak
peduli.
Karena takdir juga punya kaki, ia bebas berlari seperti aku
yang bebas berlari menghambur padamu jika aku ingin. Tanpa paksaan, tanpa
merasa terbebani, dan tanpa mengharapkan sambutan hangat dari sudut bibirmu
yang terangkat.
* * *
Oleh: Dymar Mahafa
Minggu puisi nih kayak aku minggu lalu
BalasHapusHa3x... nggak juga kok. Mood-nya lagi betah di puisi. 🤣
HapusMakasi bang udah mampir...