Kanvas Kata Kita: Dari Dymar, Oleh Dymar, Untuk Hiday Nur


Emansipatif.

Satu kata yang cukup mewakili sepak terjang seorang Nur Hidayati, atau yang akrab disapa Mbak Hiday Nur ini, dalam dunia literasi serta tulis-menulis.

Bagaimana tidak? Berjuang, berkorban, memperjuangkan serta tak henti-hentinya menginspirasi sahabat-sahabat di sekitarnya, khususnya sahabat-sahabat di komunitas menulis One Day One Post (ODOP). Dan dari komunitas ODOP tersebut awal mula kami beramah-tamah melalui daring. Awal mula saya mengenal seorang Hiday Nur, my forever inspirator

Jiwa-jiwa Kartini serasa hidup kembali di jaman now ketika mengenal beliau lebih dekat. Bisa dikatakan bahwa Mbak Hiday ini adalah pejuang emansipasi penulis, setelah Bang Syaiha sang pendiri komunitas ODOP. Ya, Anda sedang tidak salah membaca dan saya sedang tidak salah mengetik. Emansipasi penulis. Proses memperjuangkan pelepasan diri para penulis pemula (seperti saya ini) dari kedudukan sosial keilmuan tentang literasi dan kepenulisan yang rendah atau dari pengekangan rasa rendah diri yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju. Seperti itulah seorang Hiday Nur di mata saya, beliau boleh dikatakan sebagai pemerhati emansipasi para penulis pemula.

Sebagai penulis yang masih sangat pemula, yang notabene belum mampu menetaskan buah pemikiran apa-apa sewaktu awal bergabung dengan ODOP tiga tahun lalu, ---apalagi bermimpi menerbitkan sebuah buku solo pun tak berani, karena masih kurang percaya diri dan masih merasa diri sendiri seperti butiran debu yang tak punya arti--- saya merasa beruntung dan bersyukur sekali bisa mengenal seorang Hiday Nur. Mungkin ada ribuan bahkan jutaan sosok inspiratif di luar sana yang serupa beliau, namun percuma saja jika saya tidak mengenal orang-orang itu, bukan? Jadi, rezeki Tuhan yang mana lagi yang ingin kau dustakan? Ujar para pemuka agama, rezeki tak selalu berupa materi dan saya mengamininya. Memiliki sahabat seperti Mbak Hiday Nur adalah salah satu rezeki spesial yang saya terima di awal tahun 2016.

Tepat di bulan Februari 2016, saya resmi menginjakkan kedua ibu jari di sebuah grup daring whatsapp yang diketuai oleh Bang Syaiha (penulis novel "Masih Ada") di mana berisikan orang-orang dengan kegemaran yang serupa; membaca dan menulis. Apa lagi jika bukan komunitas ODOP. Kebetulan waktu itu saya merupakan generasi yang kedua. Pada waktu itu saya masih belum terlalu mengenal Mbak Hiday Nur, bahkan tidak bisa dibilang bahwa saya ini bisa langsung akrab dengan beliau saat kali pertama saya masuk sebagai pendatang baru di sana. Siapalah saya ini, hanya orang baru yang hanya menambah sesak ruang sebuah grup menulis daring. Saya lebih banyak berperan sebagai silent reader saja di sana.

Beruntung, karena pada pertengahan 2017 saya mulai melibatkan diri lebih serius lagi di dunia kepenulisan, dan ingin juga melahirkan buah karya seperti yang telah dilakukan oleh teman-teman sejawat di komunitas ODOP. Bulan Juni 2017 saya tergabung dengan Kampus Nulis Aja Community (NAC) dan mendapat bimbingan menulis secara lebih intensif di situ. Kebetulan, Mbak Hiday Nur ini yang menjadi kepala suku atau rektor di kampus virtual tersebut. Dari situ saya mulai semakin akrab dan mengenal beliau lebih dekat, walau masih sekadar tatap muka antar gawai saja.

Segudang karya tulis telah rampung digarap oleh ibu rumah tangga kelahiran Tuban yang gemar jalan-jalan, membaca, menulis dan bermain scrabble ini. Beliau telah mulai menuangkan tinta-tinta aksaranya untuk kemudian dibubuhkan di beberapa karya tulis ilmiah miliknya semenjak tahun 2007. Pada awal debutnya, beliau berhasil melahirkan sebuah buku bertajuk pendidikan yaitu sebuah buku pembelajaran Bahasa Arab untuk Sekolah Dasar. Kemudian disusul sebuah kamus fragmen Bahasa Inggris pada tahun 2009 guna menunjang program bilingual. Di tahun yang sama, di manakah saya? Masih berkutat dengan seragam putih abu-abu dan masih senang menikmati bacaan-bacaan fiksi teenlit yang sedang menjadi perbincangan teman-teman sekelas, beberapa novel fiksi ilmiah seperti kisah detektif kondang asal London, Sherlock Holmes, juga menjadi salah satu dari daftar bacaan yang paling saya gemari pada masa itu. Saya bahkan masih suka membaca serial-serial komik Detective Conan dan menonton kartun. Saya merasa semakin bukan siapa-siapa di hadapan bunda keren yang satu ini.



Sederet karya Mbak Hiday dari tahun 2013 hingga 2019 kembali membuat hati saya terketuk untuk berkontribusi lebih serius lagi dalam dunia kepenulisan. English Nowadays for Character Building Vol.4-6 (2013 - 2015), sebuah buku berjudul Istana Yang Dibangun Dari Kata-kata (2016), Menghempas Karang (2016), sebuah antologi kisah inspiratif: Tidak Ada Yang Kebetulan (2016), sebuah kumpulan autobiografi: 51 Profil Perempuan Inspiratif (2016), kumpulan esai: Haruskah Aku Yang Melamarmu (2017), kumpulan esai pendidikan: Pendidikan Karakter (2017), sebuah antologi esai: Revolusi Menulis (2017), antologi cerpen dan puisi: Menuju Tuban Berkeadaban (2017), antologi cerpen: Saat Ramadhan Hampir Usai (2017), antologi cerpen: Love Pasta (2017) ---yang kebetulan saya juga turut andil di dalam antologi ini bersama beliau---, sebuah buku berjudul Aku, Buku dan Membaca (2017), kumpulan puisi: 30 Menit (2017), kisah dan kiat penerima beasiswa LPDP: Awardee Stories (2017), antologi esai: Generasi Qurani Pewaris Peradaban (2018), antologi esai: Sahabatku, Inspirasi Menulisku (2017), antologi esai: Perempuan Dalam Pusara Kehidupan (2018), Ketika Arus Tak Mungkin Berbalik (2018) dan Kitab Pangeran Bonang (2018) merupakan deretan judul buku yang telah sukses dilahirkan oleh Awardee beasiswa S2 LPDP RI ini.

Ada juga calon buku mini seri yang rencananya akan segera terbit dan tidak tanggung-tanggung karena akan ada 4 buku mini seri Islamic Studies sekaligus, yang akan segera terbit di tahun 2019 ini. Kurang tercengang bagaimana lagi saya dibuatnya. Deretan prestasi yang betul-betul menginspirasi. Sekali lagi, tak henti-hentinya beliau menginspirasi saya (dan mungkin juga para pembaca sekalian). Mari kita doakan bersama-sama, semoga lancar selama proses penerbitan 4 karya terbarunya ya, Mbak.


Beliau mengaku bahwa buku dengan judul Awardee Stories merupakan karya yang paling digemari. "Awardee Stories, terbit di Gramedia Pustaka Utama, kutulis bersama kawan PK LPDP seangkatan yang sekarang studi di Melbourn-Aussy, Oxford-UK, Wellington-New Zealand, dan Waterloo-Canada. Dan diendorse sama kawan-kawan awardee LPDP yang manajer PT Pindad, CEO Astrajingga dan juara startup dunia, serta direktur LPDP." Begitu kata beliau ketika saya menanyakan alasannya. Disusul kemudian buku kumpulan puisi yang berjudul 30 Menit karena beliau sangat bersyukur bisa membawa serta buku itu ke Eropa dan sekarang terdaftar di katalog perpustakaan Leiden University.

Pencapaian Mbak Hiday berikutnya yang tak kalah mencengangkan adalah lolos beasiswa LPDP dan life of moslems in Germany. "Itu kayak dreams come true. Aku jadi yakin bahwa senekat apapun keinginan, Tuhan bisa kabulkan." Aku beliau dalam percakapan singkat kami di jalur daring.

Dan puji syukur kehadirat Tuhan karena pada akhirnya saya berhasil mengikuti jejak beliau. Tepat tiga hari sebelum pergantian tahun 2019, yakni tanggal 28 Desember 2018, buku solo pertama yang saya tulis telah secara resmi dinyatakan terbit. Rasanya senang bukan main. Beribu rasa syukur dan terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah terlibat di dalamnya, yang telah membantu saya menetaskan sebuah novel dengan judul R.I.P - Rest In Promise


fotografer: MS Wijaya

Klik tautan berikut untuk informasi lebih lanjut seputar novel R.I.P karya Dymar Mahafa:


Semua ini berkat Mbak Hiday dan juga sahabat-sahabat ODOP serta berkat para mentor di kampus Nulis Aja Community (NAC). Thank you so much, I'm nothing without you guys. Special thanks to you, Mbak Hiday Nur, please be my forever inspirator. 

Mbak Hiday pernah menyeletuk kalau gaya bercerita saya di novel R.I.P mirip dengan tulisan-tulisan milik Agnes Jessica. Dahi saya berkerut ketika mendengarnya. Karena terus terang saja saya baru pertama kali mendengar nama itu. Kalau Agnes Monica saya sudah sering dengar. Hehehe. Tapi setahu saya, Agnes Mo belum pernah diberitakan alih profesi menjadi penulis. (Mungkin karena menjadi penyanyi lebih menjanjikan dibanding menjadi penulis. Barangkali...πŸ˜‚)

Agaknya Mbak Hiday kaget juga setelah mendengar penuturan saya mengenai AJ, dan sempat merekomendasikan beberapa judul novel karya AJ yang pernah beliau rampungkan. Kemudian beberapa waktu lalu saya menyempatkan waktu untuk membaca salah satu karya AJ yang berjudul "Piano Di Kotak Kaca". Giliran saya yang terheran-heran dan cukup terkejut karena memang gaya bercerita kami (nyaris) sama, walau tak serupa. Tentu saja masih lebih piawai Agnes Jessica, dong, dibanding saya yang masih sangat hijau ini.

Berbicara soal impian dan harapan yang belum tercapai, sebenarnya saya menyimpan beberapa stok di dalam angan-angan ini. Jujur, bukannya saya tidak berniat membicarakannya di sini karena ada yang pernah memberikan wejangan jika saya mengatakan apa yang saya ingin lakukan di masa mendatang atau apa-apa saja yang ingin saya capai dalam waktu dekat, maka bisa jadi impian-impian itu akan sangat sulit menjadi kenyataan atau bahkan skenario terburuknya adalah gagal terwujud. Mengapa demikian? Karena menurut ilmu psikologi, orang akan cenderung merasa malas melakukan sesuatu setelah rencana-rencana itu mereka sebarkan kepada orang lain. Tetapi apakah saya akan merasakan kemalasan yang sama setelah (sebentar lagi) saya melontarkan deret impian saya ke hadapan teman-teman sekalian? Saya berusaha untuk tidak mempercayai sugesti tersebut, karena yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya supaya kaki ini bisa terus melangkah di atas alas permadani sederhana yang ingin terus saya rajut mulai hari ini dan seterusnya. Hingga pada akhirnya nanti saya bisa menikmati berjalan di atasnya dengan penuh rasa syukur karena diri saya di masa lalu tidak menyerah pada semua impian itu dan tetap memperjuangkannya hingga happy ending saya tiba suatu hari nanti. Menempuh jenjang S2 jurusan pendidikan Bahasa Inggris, menjadi dosen Bahasa Inggris (atau paling tidak, menjadi seorang guru pun sudah cukup), ingin membangun perpustakaan pribadi (seperti sanggar Caraka milik Mbak Hiday), menjadi seorang perupa dan ingin menjual lukisan hasil karya saya sendiri kepada turis lokal maupun mancanegara, tetap produktif sebagai penulis dan ingin terus belajar ilmu kepenulisan, bekerjasama dengan salah satu sutradara serta produser film agar sederet kisah yang saya tulis bisa diangkat di layar lebar, suatu hari ingin menginjakkan kaki di musium Louvre di kota Paris, ingin membangun studio musik (ini merupakan impian Papa saya yang belum sempat terwujud, dan suatu hari ingin saya wujudkan), dan terakhir saya ingin merintis usaha bersama adik perempuan semata wayang, Dymarconnik Eskha Helen, untuk membuka sebuah restoran dengan nama "Dymarconnik's". Muluk, bukan, kedengarannya? Dan mengapa saya berani berangan-angan semuluk itu? Sekali lagi, karena saya terinspirasi dari seorang Hiday Nur.

Apa-apa saja impian beliau yang belum sempat tercapai memicu saya untuk berani juga memimpikan sesuatu. "Study S3 di Eropa, menulis fiksi dan non-fiksi di media internasional dan keliling dunia bareng keluarga. Membesarkan sanggar Caraka sebagai pusat belajar dan lembaga ekonomi mandiri. Semakin produktif nulis buku, baik di media mayor maupun milik sendiri, dan best seller." Demikian ujar beliau, yang kemudian langsung saya amini, ketika saya mengganggu waktu beliau melalui pesan daring.

Baiklah, bisa jadi impian saya terlalu muluk dan rasa-rasanya tidak mungkin diwujudkan. Memang tidak dalam waktu dekat, tetapi bukan tidak mungkin jika semua itu akan terwujud satu demi satu dalam rentang waktu lima atau sepuluh tahun ke depan. Who knows?

Semua makhluk hidup bisa bernapas, kawin, berkembang biak, makan, minum, tidur, buang air. Tetapi apa yang tidak bisa dilakukan hewan dan tumbuhan, kecuali manusia? Membaca buku dan menciptakan impian.

Tetap membaca dan tetaplah bermimpi. Karena dua hal itu yang membuat manusia berbeda dengan makhluk hidup yang lain. Lindungi impian-impian itu, anggap mereka sekumpulan nyawa. Mereka hidup di dalam dirimu, walau kadang terlupakan oleh ingatan namun akan selalu membekas dan terpatri dalam lubuk hati. Suatu hari ketika ingatanmu terkubur setumpuk rutinitas, hingga mengaburkan memori tentang impian yang belum sempat terwujud, hati akan dengan senang hati menerima impian itu lalu membantumu mewujudkan semuanya. Karena apapun yang berasal dari hati akan diterima dengan hati, dan pada akhirnya kembali ke hati.

Sukses selalu untuk Mbak Hiday Nur, sahabat-sahabat ODOP, teman-teman sejawat di kampus NAC, serta kalian semua yang telah membaca racauan ini. Semoga Tuhan selalu membimbing langkah kaki kita semua dan senantiasa menuntun diri ini untuk selangkah lebih dekat dalam rangka mewujudkan impian dan angan-angan. Tetap menginspirasi lingkunganmu ya, Mbak Hid. You will always be my forever inspirator.

Mari ciptakan happy ending milik kita, dan tetap jadi diri sendiri, terlepas dari apapun komentar netizen di luar sana. Hahaha.

Karena apa?

Karena ini adalah kanvas kata milik kita. Suka-suka hati kita ingin melukisnya dengan warna yang bagaimana, bukan?

***

Kediri, 20 Januari 2019.

Komentar

  1. Luar biasa. Salut buat perempuan2 penggebrak dunia!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mas Wakhid. πŸ™πŸ™πŸ˜ŠπŸ‘Œ

      Hapus
  2. Wow. Detail sekali dan engh anu, maafkan saya jika sebenarnya tak sebaik yang kamu kira, Dym. Tapi, saya berdoa semoga Tuhan menjadikan saya lebih baik lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin.. eh tapi serius lho Mbak bagian yg menginspirasi ituπŸ‘πŸ€“ ...aku jujur nulisnya. Dari hati, oleh hati, dan untuk hati... #apasih πŸ˜‚πŸ˜‚

      Makasih banyak ya Mbak Hiday udah berkenan baca racauanku ini...πŸ™πŸ™πŸ™

      Hapus
  3. Balasan
    1. Mantap Aa Gil πŸ‘πŸ‘Œ
      Makasi banyak Aa...

      Hapus
  4. Balasan
    1. Waw, beternak akun nih Aa Gil? πŸ˜‚ banyak banget akunnya...

      Makasih banyak Aa dah meninggalkan jejak πŸ™πŸ™

      Hapus
  5. Bisa menulis seoerti itu... Super sekali!!

    BalasHapus
  6. Tulisannya lengkap bats. Makasih Mbak, jadi media belajarku juga. πŸ˜πŸ™

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kembali mbak Nining πŸ™πŸ˜„ senang bisa berbagi...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

What Do You Think About English Subject At School?

Lara dan Alam Lain