Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2019

Lara dan Alam Lain

Dia kembali mengundang Lara malam itu; untuk duduk bersama menyesap secangkir air mata hangat. Juga mengalir bersamanya setetes nila dari bejana jiwanya yang sekarat. Cangkir, karpet, dinding, meja-kursi, semua lenyap bersama  pekatnya s ekitar yang berubah menjadi permadani biji kopi tanpa gravitasi. "Apakah ini Andromeda?" tanyanya. "Tidak. Bukan. Ini alam lain," desah Lara. Tempat yang tak asing di mana ia pernah singgah s esekali; untuk menyapa satu dua peony yang mekar. Mahkotanya merekah hingga tiba-tiba daun-daun itu satu demi satu tersesat bersama pusara puting beliung. Melenyapkan segala keindahan, segala kemuskilan. "Yang tumbuh akan hilang lalu berganti," ujar Lara sebagai pemandu perjalanan. Kehidupan ini pun persis. Tak mesti jadi kontemplasi s oal apa atau siapa yang tumbuh, yang hilang dan yang berganti. Karena sebagian percaya bahwa cerita tentang hidup setelah mati tak ubahnya babak fiksi dengan akhir yang menyedihkan. Lan

Ada yang Pandai Berucap

Ada yang pandai berucap, tetapi kosong dalam berbuat. Ada yang begitu bijak membagi petuah kepada rekan, tetapi diri sendiri luput dari siraman. Lidah memang lembut, tetapi laksana belati; keras menusuk kala menyebut. Menyebut saudaranya pendosa, masuk neraka, kenapa pula? Lisanmu memang tak punya kepala, tetapi nuranimu kau buang entah ke mana. Astaga... Karenanya jangan lengah dengan sesamamu yang tampak lembut di permukaan. Siapa tahu dia sudah siapkan belati dari belakang. "Kejutan!" Lalu adamu menjadi tiada. Semoga engkau dan sesamamu segera diberi kesempatan merasakan sakit serupa mereka; para papa. Supaya lidah lisanmu tak menjadi bumerang bagi piawaimu. Bahasa diciptakan untuk memberi makan hati, bukan untuk menyakiti. Namun entahlah jika engkau tak sejalan dengan ini. Ketidaktahuan lisan dalam jemawanya petuah untuk rekan, adalah karena dirinya sedang tidak berada di level kepedihan yang sama dengan mereka yang dihakimi. Sudut pandang si tukang cerama

Jangan Tanya

Jangan kau tanya tetes air mata ke berapa Yang jatuh dari langit-langit matanya; yang lindap berisi sesal kemarin lusa. Atau irisan tanya  akan bagaimana lebam sukmanya; membiru sebelum purnama sempat sempurna. Cukuplah tanya mengapa dia;            dengan tangan terbuka Mengizinkan Lara atau si Muram Durja tinggal satu atap Di dalam bingkai matanya yang lelap. Kediri, 16 Oktober 2019. 21:22 WIB

Anggap Semuanya Hanya Rekaan

Anggap semua yang kuceritakan hanya sebatas kisah rekaan Fiksi tentang si anu dan si ana yang hidup bahagia selama-lamanya adalah dongeng sebelum tidur Anggap saja ceritaku melantur Kau pun tahu, "Tak ada hidup sebahagia dan selama itu" Kecuali di surga Siapa yang tahu apa yang terjadi dengan surga Setelah sangkakala Setelah kebangkitan Setelah persaksian Setelah persakitan, siksaan Siapa ingin tinggal di surga? Retoris! Siapa penghuni neraka jika semua ingin ke surga? Tunggu, lantas akan menjadi apa dunia  setelah semesta binasa? Rahasia Aku pun tak berhak ingin tahu Tak penting membahas soal siapa atau apa "Mengapa tercipta surga dan neraka?" sama halnya dengan "Mengapa tercipta aku, kau dan mereka?" Kebenaran itu disimpan rapat Siapa berhak menyingkap? Tak terpikirkan tanya itu karena lisanmu sibuk berdebat soal siapa atau apa yang berhak duduki singgasana Adakah untungnya bagi seorang hamba jika  akhirnya  penentu segala kuasa