Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Lahir, Hidup, Takdir, Jodoh, Mati

Bukan bahasa yang menyatukan, tetapi karsa Bukan beda yang memisahkan, tetapi koda Bukan pintu yang ditutup rapat, tetapi karsa telah kembali bersua koda Melebur bersama Esa *** Kediri, 27 Februari 2019 Dymar Mahafa

Ide Unik Pembuatan Judul Buku Fiksi

Berawal dari satu pertanyaan jalur daring yang dilontarkan salah seorang kawan di Kampus Online Nulis Aja Community (NAC) Batch 3 kepada saya pagi ini (Selasa, 26 Februari 2019). Wanita satu putri ini akrab disapa dengan Bu Betty oleh murid-muridnya di salah satu Sekolah Dasar kota Cilacap, Jawa Tengah. Tapi saya manggilnya "Mbak" saja, biar selalu awet muda. Hehe. "Boleh tanya Mbak Dymar, kenapa (judul) novelnya suka pake singkatan? Yang kemarin RIP sekarang MIT." Begitu tanya Mbak Betty melalui pesan whatsapp . Awalnya memang murni karena iseng saja Mbak saya bikin judul. Kebetulan waktu itu suka utak-atik singkatan yang sudah pakem dipakai umum tapi saya modifikasi dengan kepanjangan versi saya sendiri. Seperti RIP yang umum untuk menjelaskan kematian, dengan kepanjangan Rest In Peace. Tapi versi saya menjadi Rest In Promise. Karena kebetulan inti cerita di buku pertama itu berbicara soal janji-janji. ( Tapi tak serupa janji-janji capres-cawapres😅 ) Un

Review Novel R.I.P (rest in promise) ala M. Anton Surya

Gambar
Novel RIP, cover asli warna putih. Minggu, 17 Februari 2019, tepat sebelum adzan magrib berkumandang, gue menerima deretan pesan daring di aplikasi WhatsApp . Sekitar 10 pesan dalam satu kali terima (kalau tidak salah hitung...Hahaha). Ternyata dari seorang kawan. Dia sempat berkabar kalau sedang terjangkit tipus. Walau begitu, nggak padam, lho, niat dan semangatnya untuk merampungkan novel RIP sampai tanda baca terakhir. Bahkan dia tidur pun sebelahnya RIP, hahaha ( untung nggak dibuat bantalan ). Wah, salutlah sama kawanku ini. Kita doakan bersama semoga dia lekas diberi kesembuhan, ya. Amin. Beribu terima kasih karena sudah meluangkan waktunya untuk membaca dan memberi ulasan testimoni serta review kilat atas terbitnya novel RIP. Kenapa gue mewakilkan dia buat nulisin ulang review-nya di sini? Karena beberapa alasan terkait ini dan itu yang rasanya kurang etis kalau gue jabarkan di sini. Tapi gue udah sempat meminta izin ke dia kok, dan dia bilang, "Gak apa-apa.

Untuk Patriot Proklamasi

Aku ataupun kau  nggak mendengar apa yang ia dengar Aku ataupun kau  nggak melihat apa yang ia lihat Aku ataupun kau  nggak merasakan apa yang ia rasa Aku ataupun kau  nggak menghirup apa yang ia hirup Aku ataupun kau  nggak lahir di waktu yang sama seperti waktu ia lahir Aku ataupun kau  nggak dibesarkan dalam lingkungan yang serupa seperti cara ia dibesarkan Pun aku dan kau  nggak berada di tempat yang sama seperti tempat ia dulu tinggal Aku ataupun kau  nggak berada di koridor pemikiran yang rumit - carut marut seperti zamannya Urat nadinya terlilit doktrin-doktrin, diiris-iris setiap hari, mempermainkan nyawanya sendiri Aku ataupun kau  nggak mendapatkan apa yang dulu ia dapatkan; rasa sakit, terinjak, terjajah, dibuang, dibui lalu dikucilkan, bahkan dibunuh Lantas berhakkah lisanku apalagi lisanmu mendefinisikan apapun Tentang semua kemerdekaan yang gratis ini; secara umum ataukah khusus Yang berkaitan dengan apa-apa saja yang mataku-matamu, telingaku-teling

Mungkin Ini (Bukan) Surealis

Terjadi lagi dalam sepekan. Tangan lentik, kuku jemari yang sedikit krowak di ujungnya, memeluk sebilah kayu ramping berujung legam. Ujung mata legam menciptakan gores-gores tak teratur di atas perkamen putih, perlahan membulatkan bola mataku. Mengusap helai-helai rambut sebahu yang ujungnya dibuat ikal ke dalam. Entah model rambut apa, barangkali itu hanyalah hasil dari muatan imaji dalam kepalanya yang tak pernah mampu kujelaskan secara lugas. Ujung legam itu disapu-sapukan hingga nyaris tumpul, tetapi tak kunjung urung niat tangan lentiknya. Tanpa henti bergerak, bergeser, menggosok serpih legam itu dengan ujung jari, berulang sesuai kehendak lamunan. Ketukan pintu disusul sebaris kalimat perintah dari luar nyaris tak punya kuasa untuk menyela. Suara wanita yang mengingatkannya tentang nasi, sambal terong, tempe bacem dan segelas limun terdengar bagai kafilah yang berlalu begitu saja. Bahkan tak yakin apakah telinganya telah menangkap informasi itu atau tidak. Persetan. Mul

Tuntutan Pendidikan Generasi Milenial

Gambar
Lagi-lagi saya sempat terlibat dalam satu diskusi online bersama teman lama yang dulunya satu kampus, satu jurusan dan satu kelas. Dia adalah salah satu di antara sedikit orang-orang lainnya yang memanggil saya dengan nama panggilan yang sangat jarang sekali (bahkan tidak pernah) dipakai orang-orang untuk memanggil saya (halah, ribet amat kalimatnya!). Connik, itulah penggalan nama yang dia pilih. Jika dihitung, sejauh ini ada 3 orang yang memanggil saya dengan nama panggilan itu. Teman satu kelas sewaktu SMP, guru Bahasa Inggris saya sewaktu SMK, dan terakhir yaitu teman saya yang berikut ini telah saya rangkum opininya mengenai diskusi kami hari itu. FYI, dia adalah author  fanfic yang dulunya (waktu kami masih kuliah) cukup aktif menulis di blog pribadinya dengan nama pena Aideena Kim. Kami berdua pernah kolaborasi. Lebih tepatnya saya yang berinisiatif untuk ( iseng-iseng ) mengubah cerita fanfic yang ditulisnya menjadi sebendel komik berseri, walau pada akhirnya harus berhenti

Jalan Buntu, Tembok Kesuksesan

Susah! Apa yang susah? Menjadi seorang single fighter dalam keluarga itu bukan perkara gampang. Apalagi kalau nggak ada anggota keluarga yang bisa dijadikan panutan atau teladan. Bukan maksud nggak bersyukur diberi orangtua, tapi akan terasa sangat susah mengembangkan apa yang ingin kita capai jika lingkungan keluarga kurang mendukung. Mungkin gue aja yang terlalu hiperbola, atau gimana. Kadang memang kalau lagi sensitif suka tiba-tiba keceplosan curhat, seperti sekarang. Hahaha. (Jangan dengerin) Apa gue perlu mengawali curhat kali ini dengan frasa Dear Diary ? Norak! Jadi mending nggak usah aja. Anggota keluarga kurang mendukung? Nggak juga sebetulnya, ortu selalu support dengan semua yang pengen gue capai. Ya walau terkadang mereka nggak jarang bikin gue merasa down di saat yang sama. Jadi gimana ya itu namanya, ya mendukung, sekaligus bikin down . Khususnya dari sisi mental. Bisa dibilang kalau ortu gue buta ilmu parenting , sementara gue harus struggling sendirian buat me

What Do You Think About English Subject At School?

Berbicara soal pendidikan, beberapa hari lalu aku sempat terlibat satu diskusi dengan salah satu sahabat lama semasa masih sama-sama mengenyam pendidikan di Kediri dulu, dan sekarang dia udah menetap di Jakarta. Dan FYI background dia bukan dari jurusan pendidikan, tapi bolehlah kalau dibilang pengamat awam pendidikan. Karena selalu ada topik menarik yang bisa kami bahas bareng; tentang pendidikan maupun di luar pendidikan. Dia lebih suka dikenal dengan nama "tzetta". Kalian bisa mengetik kata kunci itu di mesin pencari google terkait profil singkat dia. (Serius) Ini langsung aja aku pengen berbagi diskusi kami berdua, ya. Enjoy... Dan semoga bermanfaat. Suatu pagi, tiba-tiba dia nyeletuk: [31/01, 07:29] tzetta kun: Dym, menurut kamu Grammatically Correct itu penting gak dalam conversation? [31/01, 07:32] dymar: Tergantung. Ya penting, ya gak penting. Maksudku, native pun nggak selalu berpatok pada grammar ketika mereka ngobrol. [31/01, 07:34] tzetta kun: Hm