Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Lara dan Alam Lain

Dia kembali mengundang Lara malam itu; untuk duduk bersama menyesap secangkir air mata hangat. Juga mengalir bersamanya setetes nila dari bejana jiwanya yang sekarat. Cangkir, karpet, dinding, meja-kursi, semua lenyap bersama  pekatnya s ekitar yang berubah menjadi permadani biji kopi tanpa gravitasi. "Apakah ini Andromeda?" tanyanya. "Tidak. Bukan. Ini alam lain," desah Lara. Tempat yang tak asing di mana ia pernah singgah s esekali; untuk menyapa satu dua peony yang mekar. Mahkotanya merekah hingga tiba-tiba daun-daun itu satu demi satu tersesat bersama pusara puting beliung. Melenyapkan segala keindahan, segala kemuskilan. "Yang tumbuh akan hilang lalu berganti," ujar Lara sebagai pemandu perjalanan. Kehidupan ini pun persis. Tak mesti jadi kontemplasi s oal apa atau siapa yang tumbuh, yang hilang dan yang berganti. Karena sebagian percaya bahwa cerita tentang hidup setelah mati tak ubahnya babak fiksi dengan akhir yang menyedihkan. Lan

Ada yang Pandai Berucap

Ada yang pandai berucap, tetapi kosong dalam berbuat. Ada yang begitu bijak membagi petuah kepada rekan, tetapi diri sendiri luput dari siraman. Lidah memang lembut, tetapi laksana belati; keras menusuk kala menyebut. Menyebut saudaranya pendosa, masuk neraka, kenapa pula? Lisanmu memang tak punya kepala, tetapi nuranimu kau buang entah ke mana. Astaga... Karenanya jangan lengah dengan sesamamu yang tampak lembut di permukaan. Siapa tahu dia sudah siapkan belati dari belakang. "Kejutan!" Lalu adamu menjadi tiada. Semoga engkau dan sesamamu segera diberi kesempatan merasakan sakit serupa mereka; para papa. Supaya lidah lisanmu tak menjadi bumerang bagi piawaimu. Bahasa diciptakan untuk memberi makan hati, bukan untuk menyakiti. Namun entahlah jika engkau tak sejalan dengan ini. Ketidaktahuan lisan dalam jemawanya petuah untuk rekan, adalah karena dirinya sedang tidak berada di level kepedihan yang sama dengan mereka yang dihakimi. Sudut pandang si tukang cerama

Jangan Tanya

Jangan kau tanya tetes air mata ke berapa Yang jatuh dari langit-langit matanya; yang lindap berisi sesal kemarin lusa. Atau irisan tanya  akan bagaimana lebam sukmanya; membiru sebelum purnama sempat sempurna. Cukuplah tanya mengapa dia;            dengan tangan terbuka Mengizinkan Lara atau si Muram Durja tinggal satu atap Di dalam bingkai matanya yang lelap. Kediri, 16 Oktober 2019. 21:22 WIB

Anggap Semuanya Hanya Rekaan

Anggap semua yang kuceritakan hanya sebatas kisah rekaan Fiksi tentang si anu dan si ana yang hidup bahagia selama-lamanya adalah dongeng sebelum tidur Anggap saja ceritaku melantur Kau pun tahu, "Tak ada hidup sebahagia dan selama itu" Kecuali di surga Siapa yang tahu apa yang terjadi dengan surga Setelah sangkakala Setelah kebangkitan Setelah persaksian Setelah persakitan, siksaan Siapa ingin tinggal di surga? Retoris! Siapa penghuni neraka jika semua ingin ke surga? Tunggu, lantas akan menjadi apa dunia  setelah semesta binasa? Rahasia Aku pun tak berhak ingin tahu Tak penting membahas soal siapa atau apa "Mengapa tercipta surga dan neraka?" sama halnya dengan "Mengapa tercipta aku, kau dan mereka?" Kebenaran itu disimpan rapat Siapa berhak menyingkap? Tak terpikirkan tanya itu karena lisanmu sibuk berdebat soal siapa atau apa yang berhak duduki singgasana Adakah untungnya bagi seorang hamba jika  akhirnya  penentu segala kuasa

Dia Dan Alegori

Pagi kembali mengundang mimpi ke laut. Sebelum matahari pertama dan buku jemari sempat menghangat Yang di dalamnya ada ruangan kosong semacam tabung kaca segi lima Tempat dia dan alegori tukar belati Saling menusukkan dengki ke arteri Sementara dendam gelar ironi Dikirimkan pasukan ombak dan taifun     Semua yang bicara adalah pembohong Omong kosong apalagi yang dikata mulut kepada hati. Mengiris lembaran kemarin Yang coba lari dari sembrani. Laut, bagaimana mimpi bisa melambung, bila kepala tak lagi mendengar sabda nurani? Ada yg layu dari garis tawa Yang dilekatkan di paras lupa dalam gulungan kitab ulama Kepada tuna wisma - dia berdoa Tunjuki kami tempat bernaung Sebelum habis masa berkabung Hingga puing mendirikan istana Tanpa sidik jari Kediri, 20 September 2019. 13:22 WIB

Pagi Masih Datang Bersama Mimpi

Pagi masih datang bersama mimpi Yang meninggalkan bekas genangan Kepada sesal yang sekarang dingin tenggelam dalam kenang Menandai gerimis masih enggan pergi Walau setelahnya menyisakan ampas kopi Tak ubahnya debu sisa kremasi Tentang puluhan rembulan dan mimpi buruk Di antara keheningan dan remang Satu-satunya lilin di sudut ruang perlahan lebur. Menandai remuk bayangnya menuntut. Berkacak pinggang Jamais Vu , maukah pagi kehilangan ingatan? Mimpi berharap tak lagi muncul Deja Vu Supaya bunga Desember lekas layu Dan rembulan menemukan tambatan Kediri, 15 September 2019. 06:35 WIB

Sebentuk Abstraksi Telah Muspra

Kamu tahu tidak, kala garpu tala beradu. Getaran nging masuk telinga Bersama limapuluh satu lebah madu. Sedang pesta sabu Ketika pola pikir yang kusut, bersungut. Menggerutu Gelombang ultrasonik menembus sekat kelambu. Dua lisan beradu. Saling mengumpat soal badai dua puluh tujuh tahun yang lalu “Aku menyesal menikah denganmu!” Terdengar debam pintu. Lalu “Buat apa melahirkanku?” Takdir duduk bersama pilihan Karena dalang semesta adalah Tuhan Lahir, hidup, mati, perjodohan sudah di tangan. Blue print rencana Tuhan telah digariskan. Tak ada ganggu gugat Mereka pikir bisa berkata, “Tuhan salah alamat, jodohku bukan dia!” Sesal mengumpat Tidak, pikiran sudah buta akan janji wali dalam bakti. Kurang sabaran Pernikahan bukan mainan, Tuan Yang bisa dibeli lalu dilupakan Dibuang seperti kulit kacang Lalu yang baru, datang “Cinta, dari hati tak lekang.” Persetan! Pernikahan macam apa yang ingin dua insan bina? Di atas angin ding

Selamat Petang Kepada Gerimis Dini Hari

Ucapkan selamat petang kepada gerimis dini hari Selamat petang semoga tetes yang jatuh bukan lagi  air mata Bukan pula duka lara Yang tegar bukan kepala yang tengadah menantang rintik. Demi tuai polah pongah Bukan pula mulut mendaras doa Saat kaki dan tangan kehilangan makna Ucapkan selamat jalan kepada mendung Selamat jalan semoga kelabu tak lagi rundung hangat mentari Februari Yang tersenyum kepada sisa amuk badai kemarin lusa Di musim tanpa nama Kediri, 14 September 2019. 22:28 WIB

Berbagi Cerita Tentang Hari-hari; alias Curhat

Di antara dera rutinitas terkadang ada saat di mana diri sendiri butuh teman berbagi cerita tentang hari ini, atau hari kemarin. Curhat. Tapi tahu nggak, seringkali kita lupa kalau orang lain juga punya kebutuhan yang sama; curhat. Membagikan cerita, kabar baik sampai kabar buruk, semua orang butuh orang lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut.  Ketika curhat, kita berharap orang lain juga merasakan apa yang sudah kita alami, rasakan, dan jalani. Tetapi sadar nggak kalau cerita yang kita bagikan tadi punya potensi yang cukup besar untuk membebani pikiran serta perasaan lawan bicara? Membebani dalam artian: tiap individu punya masalah, ketika seseorang merasa buntu mencari solusi, dia pasti ingin sekali curhat, bukan? Membagikan masa-masa sulitnya kepada teman-teman dekat dan keluarga, berharap beban dalam batinnya bisa sedikit berkurang setelah dilepaskan melalui curhat. Tapi tahukah apa yang terjadi pada batin lawan bicara? Beban batin mereka justru

Adalah Sabda Dini Hari Untuk Mimpi Semalam

Dia rindu mengeja gelap dan terang Apakah dari keduanya mengundang persamaan Ataukah timbul gumpal-gumpal perasaan                  ;setelah atau sebelum                  ;awalnya maupun akhirnya Yang saling terhubung lantas tak mampu diurai dengan benar Ada baiknya lupakan dulu soal salah dan benar                                       ;hitam dan putih Karena gelap dan terang hakikatnya bersisihan Walau kerap selisih paham bersitahan Serupa senja kepada fajar, kemilau hujan dan pagi buta, atau pergulatan dalam kepalanya yang bersikukuh melawan  sabda semesta                                          ;Tuhannya Walau setelahnya pagi mengisyaratkan s ekantung embun untuk jendela Ketika jemari melukis jejak di atasnya Bersamaan dengan surya mengintai dari ufuk Perlawanan batin itu barangkali tak cukup Mengeja kembali apa yang hilang        dari keduanya; gelap dan terang Kediri, 14 September 2019. 05:53 WIB

Angin Terakhir Setelah Pancaroba

Langit mengirim semilir angin terakhir Yang barangkali membawa porak-poranda Yang barangkali menggores luka pada muka Tetapi kawanan burung tak sudi tersesat Oleh karena angin tak lagi sempat menuntun jalan menuju pulang Kepak sayap itu melahirkan angin baru Kediri, 13 September 2019. 19:00 WIB.

Tanpa Judul [1]

Kegagalan itu soal biasa Kembali belajar dari awal Menyerah itu musababnya Maka menjadi sesal "Mau belajar dari mana?" Kediri, 06 September 2019. 23:02 WIB

Pegiat Ghibah

Begitu tekun menggunjing nyawa sesama Buntalan keluh dilempar  tanpa koma Tak ada lidah yang bertulang Sebab tulang tak suka bicara "Musnahkan saja bahasa!" Demi apa ketika  saliva gigih pi ntal angkara Dengan jarum tanpa benang Telinga pekak menyimak Rasanya gatal bukan kepalang Makin digaruk makin meradang Andaikata hati berbahan elastis Tak akan ada retak karena ulah apatis yang abai akan empati namun elukan rinai agamais Mendengar lantunan ayat m endesir menyayat Denging gelombang seruan bah! Dibaur lengking  biola tuna wicara Yang dawainya diganti tali                 ;busur panah Siap bidik pegiat ghibah Apa urusannya soal kotak dalam kotak                          dan   gantung tanya,                          dan privasi,                          dan opsi,                          oposisi,                          hak asasi Esensi seratus persen bohong Umuk, omong kosong! "Bungsunya pengusaha, apa daya sulungnya gila." "

Symphony Tchaikovsky

Dan setelahnya silam tenggelam bersama Symphony Tchaikovsky . Dendam merindu hujan menjemput malang Dia terbujur di pinggir kelam Symphony Gorecki dan  piringan hitam berputar tanpa selang Tetapi Tuhan belum lupa tentang  kemarau; singkong, ubi, bukan kau Tentang salmon, dahlia, koi menjadi naga Begitulah sejatinya kau sebelum pancaroba Kediri, 28 Agustus 2019. 09:20 WIB

Gagal Adalah Yang Lahir Dari Rahim Semesta

Tuhan selalu punya pikat Supaya Hamba mau mendekat Seperti kegagalan yang ditimpakan kepada Tuan " Buy one, get one free? " Tuhan tak suka promosi "Gimana kalau gagal satu, dapat dua?" "Itu karena Hamba yang kurang peka!" Gagal pertama jadi pelajaran Gagal kedua murni pilihan Atau suratan? Membaca sinyal Tuhan tak melulu semudah perintah Iqro Tuhan update status di mana saja "Jaringan-Nya 4G, kok." " Unlimited! Free chat , nelfon 24 jam, bonus sosial media." "Barangkali mau streaming juga? Atau mau yang live saja?" "Semua ada! Kau tinggal minta. Tetapi terwujud atau tidak, cuma Tuhan yang berhak." Mengartikan maksud Tuhan lebih sulit daripada memahami perempuan Lebih sakit daripada ditinggal ke pelaminan Mengartikan morse penggalang jauh lebih gampang "Tinggal baca buku panduan." Tetapi tak ada panduan Soal menempuh kegagalan "Datang tak dijemput, pulang belakanga

Adalah Angsuran Rindu yang Belum Sempat Lunas

Ada yang sibuk membuang waktu ke tempat sampah. Teronggok itu sepatu Adalah kaki; bukti tapak tilas Hingga nantinya tak lagi beralas Mengais di dalamnya bangkai canda dan tawa. Hingga lupa duduk berdua di beranda. Tertangkap bola mata "Kita dulu pernah bahagia..." simpan tanya. Engkau terbata, "Dulu kapan, ya?" Orang-orang dengan hobi baru: membuang kesempatan Hilang ingatan untuk bercakap, bertukar bahasa, bertemu dengan istri, suami, anak-cucu; tetangga sebelah, teman sebangku Bahkan anjing pun tahu bagaimana menyambut tamu di ambang pintu Adalah yang di dalamnya ada rindu. Namun ragu lalu ambigu Menghabiskan waktu dengan memeluk bayangan Hingga yang nyata tak lagi nyata di depan mata Hingga surya tak lagi terlihat oleh mata berbalut kasa. Direkat tak lagi terbuka "Neraka! Pintu surga arah mana?" "Sedang kebakaran di surga. Mari sini! Tak dikunci, masuk saja." Arah mana larinya waktu? setelah sangkakala,

Sarapan apa pagi ini?

Sarapan apa pagi ini? Semangkuk letih Secangkir kopi tanpa air tanpa gula "Bubuk kopi ludes!" bentak Mbok Judes Pengantar susu sedang cuti Langganan roti ke luar negeri "Menempuh studi." Mujur! Nasibnya lagi hoki Ruang makan sepi Buka tudung saji Gurami tinggal duri "Perasaan tak ada kucing." Siapa gerangan itu maling? Sarapan apa jadinya? Ke warung Bu Anya "Pesan jus mangga muda." "Asem! Nggak ada." "Nasi putih saja?" "Bonus kerupuk, ya." Maklum, tanggal tua Kediri, 21 Agustus 2019. 07:52 WIB

Adalah Privasi yang Lelah Menanti Lisensi

Ada yang asyik mengelukan surga Atau bergibah soal neraka Dengan jemawa. Tanpa koma Mulut berbusa. Liur singgah di muka "Tiket ke surga naik harga!" Tahu dari mana? Memang pernah ke sana? "Tingkatkan taqwa!" Taqwa? Tingkatkan tawa! Menuding seseorang pendosa Padahal diri perlu berkaca Rombongan pelempar tanya Berduyun-duyun menjaja kina "Kapan nyusul?" "Kapan wisuda?" "Kapan punya baby ?" "Kapan punya Mercy ?" Mulut selokan! Netizen! Bilang saja kalau nge- fan Minta tanda tangan? Atau jabat tangan? Ada yang tiba-tiba jadi rentenir "Salatmu kurang lima, Amir!" "Kenapa nggak ke gereja, Siska?" Ke wihara. Ke pura Pura-pura taat. Pura-pura taubat Demi mengundang sanjung sahabat Ibadah sudah bukan rahasia Sembahyang kejar tayang Sosial media jadi saksi "Risi, ini privasi!" "Jadi kapan sebar undangan?" Kapan-kapan "Terus nikahnya kapan?" Netizen si