Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Airport Proposal #4

#4   Flight   (Janta's mind) 14:50 WITA. Siang itu menunjukkan pukul tiga kurang sepuluh menit waktu Bali. Aku termenung di pelataran teras rumah peninggalan almarhum  Bapa . Sesekali ku pandangi sebuah  smartphone  di atas meja di hadapanku. Gelenyar-gelenyar aneh menyergap. Kemudian disusul ragu. Telfon, tidak, telfon, tidak, telfon, tidak, telfon, tidak. Batinku mengeja gamang dua opsi paling rumit yang pernah ada, dengan bantuan jemari tangan. Urusan asmara memang merepotkan. Hayati lelah, namun hati tak kuasa menyumpah. Dalam hitungan delapan jari aku menentukan pilihan. Dan hasilnya selalu jatuh pada pilihan 'tidak'. Berapa kali pun aku mengulanginya, hasilnya tetaplah 'tidak'. Ah, aku frustrasi. Apa yang sebaiknya aku lakukan? Aku butuh  quick advice  sekarang juga. Sebuah nasihat kilat yang masuk akal tentang demam merah jambu ini. Kepada siapa aku bisa mendapatkannya? Ku pandangi bangunan batu pura kecil tempat  Meme

Jaga Indonesiaku

Oleh: Dymar Mahafa Negeri seribu pulau yang kaya lagi makmur Tempat nyiur-nyiur melambai tepi pantai Sawah ladang menjadi sumber kelangsungan hidup Mineral dan batu bara, emas serta timah; terkandung dalam perut bumi pertiwi Tanah yang subur, sumber air melimpah, laut yang indah Namun sayang seribu sayang Banyak yang telah melupakan arti kata syukur Eksploitasi, jarah, jarah, jarah Hutan terbengkalai, tak banyak reboisasi Tanah longsor, banjir, lagi polusi Telah menjadi agenda tangis tragis negeri ini Orang-orang sibuk mencari kambing hitam, tuding sana tuding sini Tak puas lisan mengadili, letih batin merintih Nurani, ke manakah ia pergi? Tak satu pun yang menuding diri sendiri Apakah obsesi diri lebih tinggi dari cita-cita luhur negeri ini? Sumpah Pemuda hanya dibaca tanpa dihayati Pancasila hanya sebagai pajangan, penghias dekorasi Undang-Undang Dasar telah berulang kali direvisi Birokrasi menjadi menu rutin sehari-hari Apakah nurani menjadi bebal dan tuli?

Jejak Maestro

Ada banyak sekali jejak tertinggal di gang-gang sempit itu Pagi hari, jejak daun kering tertinggal Siang hari, jejak debu terbang dibawa amuk angin Senja hari, bisa ku rasakan jejak sang surya menguning Dan malam akhirnya tiba, seluruh jejak itu kini terkumpul menjadi bercak tinta kering Ku sebut itu sebagai langkah bisu sang maestro Kediri, 14 Agustus 2018. 20:25. Oleh: Dymar Mahafa

Airport Proposal #3

#3 Blind Date Empat bulan yang lalu... "Sudah ku bilang kan? Aku nggak suka ide semacam ini. Titik." Eliane bersungut-sungut. Ia duduk dengan gelisah disebelah lelaki paruh baya pemilik satu dua helai uban di kepalanya. "Kenapa?" Lelaki itu melembutkan nada bicaranya. "Bukannya kemarin kamu bilang mau coba ketemuan sama anak itu?" "Aku berubah pikiran." emosi Eliane sudah di ujung ubun-ubun, matanya berkaca-kaca walau sekuat hati ia tahan jangan sampai air mata itu jatuh. Tenggorokannya kelu. Hingga rasanya seperti menyimpan duri ikan di dalam sana. Lelaki itu menghela lelah. Sungguh tidak mudah rasa-rasanya membujuk anak sulungnya itu jika sudah begini. Anak keras kepala, mungkin begitu pikirnya. "Na, jangan sekali-sekali menebak-nebak dan menyimpulkan sesuatu sebelum terbukti benar. Kamu kan belum pernah bertemu muka, sudah bilang nggak cocok. Dicoba dulu, sekali aja. Hitung-hitung ini usaha dalam proses kamu

Airport Proposal #2

#2 Quit (Eliane's Mind) "Lho, kok?" Vieri begitu terperanjat ketika mendengar penuturanku. "Yana, kamu serius?" Aku hanya mengangguk lemah sambil membalas, "Iya." Ku paksakan seulas senyum, walau Vieri tak bisa melihatnya. "Aku udah tanya-tanya ke Mbak Alfi tentang gimana-gimananya. Bismillah aja. Semoga ini keputusan yang terbaik." ucapku lirih. "Tapi jujur, apa aku bisa lepas dari pekerjaanku yang ini? Ngajar itu udah jadi semacam oksigen buatku. Aku masih ragu sama keputusan ini sebenernya." Jari-jariku gemetar setelah menekan tombol SEND. Ketika mengetikkan kalimat itu, perasaanku hancur. "Lagipula kalo kamu resign bulan ini, ndadak banget rasanya." sebaris chat whatsapp dari Vieri muncul dalam hitungan detik. "Trus kelasmu gimana nanti?" "Ya mau gimana lagi. Aku berusaha buat ikhlasin murid-muridku buat di handle sama yang lain." Kami berdua melanjutkan ob

Airport Proposal #1

#1 That Dream Haunted Me Eliane menatap kosong ke arah lalu lintas jalan kota yang ramai kendaraan bermotor, Go-jek, dan becak saling berjejal. Ada yang salah dengannya hari ini. "Na? Halo? YANA!!" suara Vieri seketika membawa sahabatnya itu kembali ke dunia nyata. Vieri selalu memanggilnya Yana sejak dulu. Itu karena cara baca nama Eliane adalah "Iliyana". "Apa sih Vi," Eliane geragapan. Ia menyatukan kedua alisnya, kemudian mendesah malas. Ia meletakkan kepalanya di atas meja. Pipi kanannya menempel tepian meja besi itu. Sejuk terasa menembus pori-pori kulit. Eliane memejamkan mata. "Kenapa? Masih kepikiran sama mimpi kamu semalem?" Vieri menyesap sedikit green tea milk hangat di hadapannya. Sesekali melirik waiter  tampan yang berlalu lalang sekitar meja para pelanggan dengan membawa nampan berisi gelas-gelas penuh minuman. Eliane bergeming. Tak ditanggapi sama sekali simpati Vieri barusan. "Udahlah," V