CPNS 2018
Bolehkah bibir melontar tanya
Tentang hitam di atas putih
Yang dipertaruhkan dalam pagelaran nasional tahun ini
Di mana menentukan pilihan bagai berdiri di atas duri
Tak tahu pasti apakah nanti garis hoki akan berakhir di tempat yang sesuai keinginan hati
Ataukah hanya bermain-main dengan garis hidup atau mati
Dalam kiblat lembar-lembar dokumen negara
Kikirkah arti dari sebuah pencapaian
Jika didasari atas niat mengungguli, adu pikir, adu taktik politisi, hingga dianggap sebagai calo kolusi
Masih berhakkah bibir melempar sanggahan
Jika selembar dokumen legalisasi telah disepakati sebagai jaminan
Dasar pembuktian diri namun bukan kompensasi
Seluruh negeri tenggelam dalam teriakan vini, vidi, vici
Kualitas pribadi dipandang atas dasar angka intelegensi
Kecakapan dinilai dalam perhitungan sistem digitalisasi
Kecanggihan seleksi penerimaan calon abdi abad ini
Kegagalan seolah telah dinobatkan sebagai semboyan
Keberhasilan dinyatakan melulu sebagai sebuah keberuntungan
Yang tak turut serta dianggap menolak kesempatan
Padahal bukan menolak persaingan
Hanya saja negara belum membutuhkan
Bagaimana tidak, jika satu kursi diperebutkan oleh seisi nusantara
Lowongan hanya berlaku bagi mereka yang bernyali; bermental baja
Tidak bagi pribadi yang pesimis apalagi manja
Bolehkah mata menjalankan perannya dari kursi penonton saja
Tanpa harus merisaukan beban ikatan kerja
Tanpa harus menanggung rasa takut gagal
Melepas ketegangan sembari menulis sajak dengan kaki berbalut sandal
Satu katarsis yang jauh dari kata sesal
Yang setelahnya mungkin saja kekal
Namun sayang, negara tak membuka lowongan bagi juru khayal
Sial!
***
Oleh: Dymar Mahafa
Tentang hitam di atas putih
Yang dipertaruhkan dalam pagelaran nasional tahun ini
Di mana menentukan pilihan bagai berdiri di atas duri
Tak tahu pasti apakah nanti garis hoki akan berakhir di tempat yang sesuai keinginan hati
Ataukah hanya bermain-main dengan garis hidup atau mati
Dalam kiblat lembar-lembar dokumen negara
Kikirkah arti dari sebuah pencapaian
Jika didasari atas niat mengungguli, adu pikir, adu taktik politisi, hingga dianggap sebagai calo kolusi
Masih berhakkah bibir melempar sanggahan
Jika selembar dokumen legalisasi telah disepakati sebagai jaminan
Dasar pembuktian diri namun bukan kompensasi
Seluruh negeri tenggelam dalam teriakan vini, vidi, vici
Kualitas pribadi dipandang atas dasar angka intelegensi
Kecakapan dinilai dalam perhitungan sistem digitalisasi
Kecanggihan seleksi penerimaan calon abdi abad ini
Kegagalan seolah telah dinobatkan sebagai semboyan
Keberhasilan dinyatakan melulu sebagai sebuah keberuntungan
Yang tak turut serta dianggap menolak kesempatan
Padahal bukan menolak persaingan
Hanya saja negara belum membutuhkan
Bagaimana tidak, jika satu kursi diperebutkan oleh seisi nusantara
Lowongan hanya berlaku bagi mereka yang bernyali; bermental baja
Tidak bagi pribadi yang pesimis apalagi manja
Bolehkah mata menjalankan perannya dari kursi penonton saja
Tanpa harus merisaukan beban ikatan kerja
Tanpa harus menanggung rasa takut gagal
Melepas ketegangan sembari menulis sajak dengan kaki berbalut sandal
Satu katarsis yang jauh dari kata sesal
Yang setelahnya mungkin saja kekal
Namun sayang, negara tak membuka lowongan bagi juru khayal
Sial!
***
Oleh: Dymar Mahafa
Komentar
Posting Komentar