Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

Motivasi

Segala sesuatunya butuh dorongan Itulah mengapa tercipta kata renjana, hasrat, gairah, semangat, serta ambisi Alasan mengapa aku dan kau enggan beranjak dari muka bumi Berputar-putar, mencari-cari alasan yang cukup bagus untuk kemudian digunakan sebagai penanda keberadaan, pemuas kebutuhan atau mungkin juga demi anggapan dan pengakuan Segala sesuatunya butuh dorongan Ambigu memang, apakah mendorong dalam artian sebenarnya atau hanya sebuah ilusi tipu daya semata Segala sesuatunya tak hanya butuh dorongan Namun juga empati, balas budi, toleransi tanpa henti Agar dorongan itu tidak membuatmu menututup diri, patah hati, saling melempar iri, dengki apalagi membenci *** Oleh: Dymar Mahafa

Uang

Jangan anggap aku ibumu Yang harus selalu kau patuhi sampai nanti Yang sanggup mengurus segala sandang dan panganmu Aku bukan tubuh yang melahirkanmu Jangan anggap aku ayahmu Yang bisa memberimu papan tempat bernaung Yang harus kau jadikan teladan hingga tua nanti Aku bukan figur yang patut ditiru Jangan anggap aku sang saka merah putih Yang harus kau hormati Yang senantiasa kau letakkan dalam sanubari Yang tegak berkibar di ujung tiang tertinggi Kau nyanyikan lagu padamu negri Seolah aku ini patriot proklamasi Jangan anggap aku pahlawanmu Yang membuatmu merdeka dari jerat hutang dan kemiskinan Padahal aku adalah dalang di balik kerusuhan Biang keladi di balik perpecahan Tolong jangan demikian Aku tak sebanding dengan bunga bangsa Yang rela berkorban demi tanah air dan negara Jangan anggap aku atasanmu Yang bisa bebas menguasaimu Yang titahnya harus dilaksanakan setiap waktu Dan berharap dengan begitu aku berkenan menaikkan pangkatmu Tidak, aku tidaklah seb...

Aku dan Diriku yang Lain

Aku senang kau kembali Menceramahiku seperti teman lama Aku tahu kau dulu tidak jujur pada diri sendiri Dan sekarang kau muncul setelah sekian lama Tujuh tahun berlalu bagai purnama Kau dan aku duduk bersanding dalam cengkrama Pukul tiga di pagi buta Bercerita tentang kau yang dulu dan aku yang berganti muka Terima kasih, hanya kata itu yang terlintas Mewakili segala daya upaya yang begitu terbatas Masa lalumu mungkin tak mampu kau lepas Pun masa kini yang aku singgahi hanyalah penggalan angan retas Kau berkata jangan menyerah Aku membalasmu, terperangah Bukti bahwa kini aku berdiri megah Adalah karena kau yang dulu berserah Aku menatap rautmu yang lelah Seolah beban dunia kau sampirkan di matamu Sorot mata yang penuh sesal namun tabah Kau dengungkan lagi sebuah risalah Pikir masak-masak sebelum melangkah Kelakarmu yang naif, kembali memenuhi alam bawah sadar Kau tuntun anganku tenggelam dalam lamunan Kau sudah gagal, katamu tanpa sadar Kau sungguh menjengkelkan Namun teruslah berjalan...

Sajak Untukmu

Untukmu yang terlalu sering dituntut Agar hidupnya terlihat sempurna Agar tutur katanya menjadi pelipur lara Agar hatinya selalu memaafkan keburukan sesama Untukmu yang terlalu sering terikat Dua belas jam setiap saat Agar masa depannya terjamin Agar dipandang sebagai alim dan mukmin Untukmu yang terlalu sering berkorban Ragamu bukan kambing atau lembu Perasaanmu bukan kantong saku Yang bebas dimasuki ini dan itu Padahal jiwamu menjerit dalam lilit tekanan Sesekali kau berhak menuntut Supaya hidup mereka terlihat sengsara Supaya tutur katamu didengar sebagai peringatan Supaya hatimu tak terlalu penat memberi ampunan Sesekali kau berhak melepas Dua belas jam berteriak bebas Masa depanmu bukan jaminan kebahagiaan Persetan soal cap alim atau bukan Sesekali kau berhak menuntut balas Kepada perampok waktumu yang berharga Kepada pelaku kesewenang-wenangan Kepada penjarah lagi penjajah perasaan Biarkan setan berperan barang sepekan Malaikat pun butuh istirahat ...

Pecahan Aksara

Aku iri pada keran air Bulir-bulir bening yang keluar dari dirinya seolah serupa barang mewah Diberikan sebagai berkah Faedah yang berlimpah ruah Aku iri pada samudra Hamparan bulir bening di bawah naung angkasa Rumah asuh air-air keran Menampung keluhan, menghapus kepenatan Lupakan sejenak bising kota Metropolitan Aku iri pada manusia Lisan anugerah Tuhan yang dijadikan panutan, dielu-elukan sebagai teladan Namun sayang, belum tentu menjanjikan diri sendiri sebagai bahan pertimbangan Menjerumuskan impian dalam jurang kehancuran Dan dengan keterpaksaan Sebuah angan hanya tinggal angan-angan Serupa keran karatan Serupa samudra penuh polutan Serupa lisan tak bertuan Tak seharusnya aku iri Sebagai pecahan aksara, aku cukup percaya diri Tak seharusnya aku berkecil hati Karena berkat gores pena, aku abadi - Pecahan Aksara - Oleh: Dymar Mahafa

Airport Proposal #7

#7 Meet Me Juanda, 30 Agustus 2017. "Lim, yakin nih bakal berhasil?" Janta bersembunyi di balik masker yang dikenakannya hingga hanya segaris matanya saja yang terlihat. Mereka berdua sudah sampai di sekitar Juanda sejak pukul lima pagi, setelah menempuh perjalanan dari Kediri sejak pukul dua pagi dengan membawa mobil iparnya itu. Kepalanya melongok menyapu sekitar Bandara Internasional Juanda. Masih sangat sepi pagi ini. Tak banyak orang berlalu lalang dengan menyeret kopor. Hanya ada beberapa petugas keamanan dan beberapa teknisi yang sepertinya telah selesai melakukan pengecekan rutin sebelum kegiatan operasional penerbangan dilangsungkan. Janta duduk dengan gelisah. Hatinya tak tenang. Berulang kali mengusapkan telapak tangannya yang berkeringat pada jeans biru gelap itu dengan gusar. Janta gugup setengah mati. Seiko 5 di pergelangan tangan kirinya menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit. "Udah tenang aja. Saya yakin pasti misi kita berhasil, Ta....

Anggap Mereka Indonesia

Gambar
Anggap mereka Indonesia Duduk rapi di atas hampar alas jerami Serupa jajar daratan dari Sabang sampai Merauke Anggap mereka Indonesia Kecil mungil dalam gerombolan Serupa pesona seribu pulau Anggap mereka Indonesia Berbeda kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa Anggap mereka Indonesia Menimba pendidikan tanpa memandang batas usia Kemanusiaan yang adil dan beradab Anggap mereka Indonesia Duduk bersama diantara perbedaan tingkat pengetahuan Serupa Bhineka Tunggal Ika Persatuan Indonesia Anggap mereka Indonesia Berdiskusi bersama membahas kemajuan daya pikir Di bawah bimbingan pakar di bidangnya Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan Dalam permusyawaratan perwakilan Anggap mereka Indonesia Tempat lahir beta dibesarkan bunda Makan nasi, tidur beralas kapas, minum air nusantara Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Perkenalkan, ini Indonesia-ku Tempatku berbagi tawa Ruangku berbagi cakrawala Bersama mereka aku merasa merdeka *** Ol...

Tentang Bom Waktu, Kepercayaan dan Teladan

Untuk apa agama diciptakan jika hanya dijadikan sebagai alasan dan sebagai label pembenaran diri semata? Mengesampingkan perasaan individual, mengabaikan hak perseorangan namun di saat yang bersamaan menuntut suatu kebaikan dapat diwujudkan. Hanya orang kurang waras dengan kepribadian ganda yang mungkin saja bisa mewujudkan kekonyolan itu. Ah tidak, maksudku bukan agama. Tapi orang-orang yang beragama. Yang mengaku bahwa dirinya memeluk suatu agama, menganut suatu kepercayaan, meyakini suatu Dzat pencipta alam semesta, dan menganut aturan-aturan yang ada di dalamnya dengan taat. Atau lebih universal jika aku menyebutnya dengan istilah kepercayaan saja. Semoga kau tidak keberatan. Baiklah, apa hakikat dari sebuah kepercayaan? Percaya adanya Sang Pencipta alam semesta, percaya akan datangnya kematian, percaya bahwa segala sesuatu di dunia sudah ada Dzat pengaturnya. Walau kau belum pernah melihat dengan mata kepalamu sendiri seperti apa bentuk dari Dzat Yang Maha Besar itu, ...

Makian

Aku tak butuh makanan penutup Dari nuranimu yang tertutup Sudah kenyang setelah menelan hidangan utama Anehnya, air mataku menetes Hidangan ini terlalu pedas Aku tersedak Bisa tolong ambilkan air, tidak? * Kediri, 22 September 2018. 16:56 WIB. Oleh: Dymar Mahafa