You are REAL - 8

Kediri,
Sabtu, 05 Nopember 2016. 12:17.

######################

Dia...

Dia yang namanya tak boleh disebut.

Dia bukan Voldemort.

Namun anehnya, seperti Voldemort, tiap kali ku sebut namanya dan ku berpuisi tentangnya, membayangkan paras indahnya,

Dia...

Secara tiba-tiba, tanpa aba-aba, tak ku duga-duga, datang dan muncul di hadapanku.

Dengan senyum dan kharismanya yang menjerat, memikat, begitu kuat.

Dia...

Yang telah membuat jantungku jumpalitan.

Berdebar tak karuan.

Berkelana tanpa tujuan.

Dia...

Yang mengubah sedihku menjadi rindu dan candu.

Dia...

Yang selalu ada di sekitarku tanpa ku minta. Tanpa ku undang. Datang tiba-tiba, pergi tanpa kata. Mirip seperti..... ah, sudah lupakan.

Dia...

Magnet terkuat yang memikat jiwaku bagai pukat.
Menjerat begitu kuat.
Hingga ku tak mampu lepas dari jerat pesonanya.

Dia...

Sang pencuri hati, sekelas Kaito Kid.
Tanpa jejak, tanpa bukti, dan alibi sempurna.
Mengobrak-abrik relung jiwa, mengalihkan perhatian hingga hati terjerat dalam perangkap kharismanya.

Ya.

Hanya dia.

Hanya dia satu-satunya yang bisa berbuat demikian cerdik tanpa cela.

Entah sejak kapan, ku sadari, rasa ini istimewa.
Dan kian menguat setiap harinya.
Ku sebut ini rasa tanpa nama.
Karena ku belum berani menyebutnya dengan istilah klise lagi buta.

"Mungkinkah aku dan dia ditakdirkan hidup bersama?"

Pertanyaan itu terus menggema tanpa penyelesaian.
Berdengung tanpa jawaban.
Itulah mengapa aku ingin memastikan.
Apakah rasa ini benar demikian, atau ternyata bukan.

"Jodoh?"

Benarkah demikian para awam menyebutnya?
Hanya Tuhan pemilik segala kuasa.
Aku hanyalah wanita
Yang hanya bisa berusaha dalam doa

Aneh rasanya jika wanita mengungkap semua rasa itu pada pria.

Namun entah mengapa
Intuisi dan firasat wanita dalam diriku menjeritkan satu hipotesa.

Bahwa dialah orangnya.

Orang yang tepat. Yang Tuhan kirimkan padaku dalam waktu dekat.

Separuh jiwaku, separuh hatiku, serasa ada padanya.

Bisa jadi aku salah mengartikan maksud sang Penguasa Semesta.

Entahlah.

Biar ku tersesat, hidup dalam jerat pesonanya untuk sementara.

Biar ku mencari jawaban dari waktu yang berselang.

Namun dialah satu-satunya. Yang memenuhi pikiranku saat sekarang.

Dia adalah...

######################

Bedebah! Sialan! Neraka Jahannam!

Aku membatu. Diam. Tak berkutik. Bagai patung koleksi musium. Aku membeku di tempatku. Tumpukan buku-buku baru teronggok di hadapanku, minta distempel.

Apakah hatiku juga minta distempel?

Jantungku, oh mengapa. Mengapa begini? Jangan lagi kalian mempertanyakan. Getar-getar aneh kembali menyerangku. Tanpa ampun kali ini. Sengat-sengat aneh mulai menjalari tubuhku. Mirip aliran listrik bertegangan rendah.

Tak tahukah kalian bahwa saat ini aku gugup? Tegang. Nyawaku seakan tiba-tiba menguap entah kemana. Aku menahan napas. Ingin rasanya aku menghilang, tak terlihat untuk sementara. Mau ku sembunyikan dimana muka merahku ini? Sial. Kenapa jadi salah tingkah begini sih?

Sadar Dara, sadar! Jangan jadi manusia lemah! Tetap pijakkan kakimu ke tanah, pijakkan! Jangan sampai melambung dibuai pesona maya, menyesatkan! Tapi sial, kenapa pesonanya terlihat begitu nyata? Argh, mataku. Jaga pandanganmu!

Siapa lagi yang aku maksudkan? Kalian pasti sudah hafal di luar nalar. Real. Tentu saja dia. Siapa lagi memangnya yang bisa membuatku menggila?

Kejadian ini, kala itu terjadi setelah aku akhirnya mendapati bahwa pemuda tanpa nama yang ingin ku selidiki siapa namanya itu, ternyata adalah Rial Trisnoto. Iya, ternyata pemuda itu tidak lain adalah Real. Orang yang dimaksud Bu Lita, yang beliau ceritakan padaku dengan menggebu, yang menyalamiku untuk pertama kalinya, yang sangat ingin ku temui sekali lagi secara kebetulan dan yang sangat ingin ku ketahui siapa namanya itu, adalah orang yang sama.

Real.

Sial, selalu saja berakhir seperti ini. Lagi-lagi Real. Real lagi, Real lagi. Aku harap dengan begini kalian akan segera bosan membaca coretan kisah klise kusut lagi amberegul yang kian absurd ini. Lihat, kan? Diksi bahasaku mulai kacau. Maka dari itu, tolong bosanlah. Agar aku bisa segera menghentikan semua kegilaan ini.

Arrgh!

Ingin rasanya ku menghilang barang sejenak. Ditelan perut bumi? Jangan dong ah. Aduh, bahkan aku sendiri tak tahu apa mauku. Spidol hitam yang aku gunakan untuk menulisi nomor urut buku, kini sedikit bergetar. Gemuruh aneh bersarang dalam dada, tak mau pergi. Sial, kembali ku merutuk dalam hati.

Biar ku jelaskan pada kalian posisi dudukku kala itu. Meja perpustakaan berbentuk persegi dengan ukuran sisi yang sangat lebar. Terhampar luas bak permadani Raja minyak Arab Saudi. Aku duduk di salah satu sudut menghadap ke selatan. Sedangkan dia, duduk tepat di sisi meja sebelah kananku, menghadap ke timur. Sampai di sini, apakah kalian sudah bisa menebak kemana arah ceracauanku? Ah, sudahlah. Tak mengerti pun, tak mengapa.

Yang jelas, jarak kami begitu dekat. Hanya dalam hitungan senti, bahkan mili. Apa yang ada di benak kalian, sama sekali tak terjadi di sini. Karena momen itu bukanlah sebuah momen seperti yang ada di novel-novel roman picisan yang biasa kalian baca itu. Adegan romantis? Jangan harap kalian bisa menemukannya di kisah ini. Maka dari itu, sudah hentikan. Jangan teruskan lagi. Jangan baca lebih jauh lagi. Bosanlah. Maka kalian akan terhindar dari penularan penyakit jiwa.

Kalian tak perlu berpikiran yang macam-macam. Di ruangan ini juga ada orang ketiga, keempat dan kelima. Bukan hanya kami berdua, ber-lovey-dovey bagai sepasang dara minta kawin. Lovey-dovey? Jangan harap aku akan menuliskan hal-hal romantis picisan semacam itu di sini. Tak ada candle light dinner, tak akan ada bunga atau sekotak coklat, tak ada lovey-dovey. Tak ada. Semua itu tak ada di sini. Sudah ku bilang, tak ada, kan? Jadi apalagi yang kalian tunggu?

Real. Apa yang dia lakukan saat itu? Dia sedang menunggu daya ponselnya terisi penuh. Sudah puas, kalian? Ha ha ha~

Real.

Sosok yang enak dipandang. Penuh jerat pesona. Tampan. Namun, dia sama sepertiku. Misterius. Ada satu sisi dimana dia seakan membangun benteng pada dirinya, dan tak sembarang orang bisa bebas keluar masuk untuk sekedar mengulik rahasia masa lalunya. Entahlah, aku hanya merasa di satu sisi kami sangat mirip. Namun di sisi lain, kami sangat bertolak belakang.

Real.

Sosok yang berbudi, beretika, perilakunya sopan, lisannya begitu santun. Hingga membuat siapapun segan padanya di awal pertemuan.

Dia tak lupa untuk membungkuk merendah, ketika berjalan lewat di depan orang yang lebih tua. Adat kami sebagai orang Jawa yang njawani; tahu diri, mengerti tata krama.

Real.

Setiap kali aku melihatnya, mengamati tiap detail tingkah lakunya, serasa aku mengaca. Serasa aku melihat pantulan diriku sendiri, dalam pribadinya.

Real.

Apakah dia adalah salah satu kode rahasia dari Tuhan, untuk ku temukan jawabannya?

***

Author : Dymar Mahafa

#OneDayOnePostBatch2

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

What Do You Think About English Subject At School?

Kanvas Kata Kita: Dari Dymar, Oleh Dymar, Untuk Hiday Nur

Lara dan Alam Lain