You are REAL - 4

Bodoh! 

Umpatku dalam hati. Aku kesal pada diriku sendiri. Entah kenapa perasaan tak enak menyergapku tiba-tiba. Dalam hitungan detik. Seakan tersengat aliran listrik dalam voltase kecil. Hingga cukup membuat otakku linglung.

Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kamu bodoh, Dara! 

Belum puas ku memaki diriku sendiri. Perasaan ini, rasa tak enak ini, rasa bersalah. Baru ku tersadar setelah aku menyodorkan ponselku pada Real dan setelahnya aku memberinya informasi tentang solusi kendala pada tampilan layar yang terbalik itu.

Seketika itu juga, rasa bersalah menyeruak, tumpah, bagai keran, mengalir deras. Aku memang bodoh! Kenapa aku malah membantunya? Bukankah itu hanya akan membuatnya merasa kecil? Merasa remeh, merasa tidak berguna.

Argh! Sok pintar sekali aku ini.

Rasanya ku ingin menampar diriku sekarang juga. Kenapa aku melakukannya. Reflekku benar-benar tanpa ada pikir panjang. Aku menyesal. Mungkin saat ini yang ada di benaknya adalah: "Buat apa Dara memanggilku kemari kalau dia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri?"

Apa prasangkaku barusan keliru? Entah itu benar atau keliru, entah kenapa aku bisa merasakan hawa itu ada padanya. Karena aku tahu Real itu orangnya sensitif, peka. Aduh, aku harus bagaimana ini jika dia memang benar-benar tersinggung?

Haruskah aku meminta maaf?

Tidak, tidak. Yang ada nantinya malah aku terlibat salah paham dengannya. Real akan berpikir aku terlalu berlebihan dalam menyikapi sesuatu.

Tapi kenapa aku harus minta maaf? Bukankah jika dia bisa menemukan solusi yang lebih cepat, dia malah seharusnya merasa tertolong? Bukankah dia seharusnya berterima kasih padaku?

Ah, tidak, tidak. Real adalah manusia dengan sosok gengsi tingkat tinggi. Harga dirinya sebagai laki-laki sungguh luar biasa menakutkan. Aku tahu itu, karena aku sudah mengamatinya sejak pertama kali aku bertemu dengannya sekitar enam bulan yang lalu. Tentang bagaimana aku bisa jatuh hati padanya, akan ku jelaskan lain waktu saja. Aku sedang tidak berselera untuk membahasnya saat ini.

Argh! Kenapa pikiranku selalu saja dipenuhi oleh manusia itu.

Payah! Kenapa aku jadi manusia lemah begini. Pikiranku, oh, lemahnya.

Real. Lagi-lagi Real. Real lagi, Real lagi.

Aku heran pada diriku sendiri. Kenapa tak ada lelah-lelahnya aku memikirkan manusia itu. Apa aku tak punya pekerjaan lain? Banyak. Pekerjaanku sangat banyak. Bahkan menumpuk. Tak jarang aku harus membagi pikiranku ke dalam beberapa potongan. Hingga seringkali membuatku tertekan.

Tapi kenapa? Manusia satu itu selalu saja muncul di benakku saat aku memejamkan mata? Tanpa permisi pula.

Real.

Seharusnya kau muncul di dunia nyata. Saat aku membuka mata, muncullah. Bukan seenaknya mondar-mandir di pikiranku saat aku menutup mata.

Mungkin benar, jika cinta bisa membuat kewarasan seseorang berkurang sedikit demi sedikit. Dan pada akhirnya, jika seseorang itu tidak mampu mengendalikan perasaannya, maka yang terjadi adalah hal yang berkebalikan.

Seseorang itu akan dikendalikan balik oleh hal abstrak yang dipuja-puja, bukan atas nama Sang Pencipta semesta. Namun, atas nama kesesatan. Akhirnya menjadikan seseorang itu gelap mata, gelap hati, gelap pikiran. Aku berlindung di bawah payung iman-Mu, Tuhan. Jangan sampai Engkau menghukumku demikian hina, karena hamba-Mu ini yang penuh dengan kelalaian dan tidak taat akan tuntunan-Mu.

Tiap kali aku merenungi hal itu, semakin aku menyadari. Jika memang Real adalah paket jodoh yang Tuhan kirimkan padaku, maka sejauh apapun aku menghindar, sekeras apapun aku mencoba untuk mengelak, Tuhan tetap akan menyatukanku dengannya. Bahkan jika memang sudah saatnya takdir cinta berpihak pada manusia, maka tak kan bisa lagi manusia itu lari atau menghindarinya.

Karena jodoh bersifat serupa kematian. Kau tak bisa mengetahui kapan, dimana dan bagaimana ia akan datang menghampirimu. Misteri itu akan selamanya tak terungkapkan. Hingga hari akhir hadir nyata di hadapanmu.

Sejauh ini, sinyal yang telah bisa ku baca dari rangkaian skenario Tuhan adalah bahwa Real dan aku seakan terus saja saling didekatkan. Tuhan mempertemukan kami di saat dan waktu yang tak terduga. Rumit memang jika aku harus mengisahkan penggalan-penggalan kisahku bersama Real satu demi satu. Namun, Real adalah nyata. Sosoknya begitu nyata hingga selalu saja membuatku takjub.

Tuhan, tolong jaga hatinya dan hatiku. Sebagai wanita aku hanya bisa menunggu. Biarkan jalan-Mu membimbingnya menemukan sosok terbaik yang pantas mendampinginya di dunia. Walau pada akhirnya nanti, tulang rusuk Real bukanlah aku. Aku sudah mempersiapkan diri untuk itu. Tidak, aku sama sekali tak kecewa. Aku akan sangat kecewa jika aku membangkang perintah-Mu.

Biar saja Real menemukan tulung rusuknya yang hilang. Sedangkan aku akan terus terbang melalang buana, bebas mengepakkan sayapku kemanapun Engkau mengutusku. Karena aku adalah Dara. Bagaimanapun, aku pasti akan kembali pada-Mu, setelah aku selesai dengan semua tugasku di dunia sebagai makhluk ciptaan-Mu.

Karena Dara (merpati) tak pernah ingkar janji.

Jadi, setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk tetap diam. Tetap menjaga jarak dengan Real. Seperti yang telah biasa aku lakukan setiap harinya. Aku akan berpura-pura mengabaikan rasa bersalahku. Aku anggap hal itu tak pernah terjadi.

Walau aku tak mampu mengungkap apapun padanya, namun aku senantiasa berdoa agar ketulusanku akan sampai padanya suatu hari nanti.

***

( Terima kasih sudah membaca. Nantikan kisah selanjutnya, di You are REAL - 5 . . )

Author : Dymar Mahafa
#OneDayOnePostBatch2

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lara dan Alam Lain

What Do You Think About English Subject At School?

Dia Dan Alegori