You are REAL - 5

Tepat pukul tujuh lebih lima menit, aku memasuki gerbang sekolah yang hendak ditutup oleh para siswa yang bertugas piket pagi itu.

SAFE!

Aku lega. Nyaris saja, terlambat.

Terlihat lautan para siswa yang akan melaksanakan upacara bendera hari Senin, berduyun-duyun memadati pelataran lapangan SMP Negeri Ringinrawa.

Motorku terhenti sejenak, menanti gerombolan siswa menepi memberi jalan. Mataku melihat sekitar. Beberapa guru telah bersiap keluar ruangan menuju tempat upacara. Motor ku lajukan kembali.

Real?

Aku melewati sosok Real yang berjalan menuju kerumunan anak-anak. Sungguh pagi yang menyenangkan. Aku sadar, aku tersenyum. Namun, dalam hati saja.

Real berjalan begitu saja. Tanpa melihatku. Mungkin dia tidak tahu. Atau pura-pura acuh? Namun biasanya dia tersenyum menatapku untuk sekedar bersopan santun.

Aku pun begitu. Tak berani ku tatap wajahnya. Namun sekilas bisa ku pastikan dari sudut mataku bahwa itu tadi benar-benar dia. Sungguh itu adalah Real!

Oh, ya. Wajahnya. Air muka Real terlihat beda pagi itu. Wajahnya begitu cerah berseri. Mungkin tidurnya cukup. Dia terlihat begitu tampan.

Hari Senin, pertemuan seperti ini, serta suasana ini. Semua kembali mengingatkanku akan kejadian enam bulan yang lalu. Saat aku pertama kali bertemu dengannya secara kebetulan di lingkup sekolah.

Masih segar ingatanku, hari itu juga hari Senin. Matahari siang hari terasa cukup menyengat. Hari itu adalah hari pertamaku masuk ke sekolah ini sebagai pembina ekstra.

Siang itu, setelah rangkaian kegiatan ekstra selesai, aku terlibat perbincangan singkat dengan partner mengajarku. Seorang sesepuh guru matematika di sekolah ini.

Mimpi apa aku semalam, entah angin apa yang membawanya kemari. Dia. Tiba-tiba muncul di hadapanku. Siapa lagi? Dialah Real. Itu sebelum aku tahu siapa namanya.

"Ini lho, Mbak, yang pinter IT di sini." seru Pak Wahidin menggodai Real. Dia hanya tersenyum sopan (atau kikuk?) sebagai tanggapan.

Senyumnya manis sekali. Hanya itu yang tiba-tiba terlintas di benakku. Saat itu sungguh aku tak punya pikiran apa-apa. Biasa saja. Namun tetap ku tunjukkan keramahan, mengimbangi lawan bicaraku.

Secara otomatis tangan Real terulur. Sopan santun adat kami ketika menyapa seseorang untuk pertama kali. Reflek, ku sambut uluran tangannya.

Saat itu! Tepat, saat tangan kami tertaut. Sengatan-sengatan aneh tiba-tiba menjalari seluruh tubuhku. Menembus hingga bereaksi pada jantung.

Apa ini?

Warna keterkejutan tercetak begitu jelas di air muka Real dan aku. Setelahnya, terasa ada angin sejuk menyelubungi kami berdua. Getar-getar aneh pun menyusul kemudian.

Sentuhan itu, sentuhan tangan kami yang pertama. Tak ku sangka akan menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap sistem anatomi tubuh ini.

Setelah itu kami semua berlalu. Serasa kejadian ini adalah hal yang sudah biasa terjadi. Namun tidak demikian bagiku. Masih bisa ku rasakan jantungku yang detaknya tak stabil. Aku mencoba untuk mengulang proses respirasi beberapa kali, namun debar aneh itu tak kunjung sirna. Akhirnya, aku abaikan saja hal itu.

Seorang guru TIK yang masih muda. Begitu pikirku dulu saat pertama kali melihat Real. Namun seiring waktu berlalu, ternyata aku keliru.

Dari pertemuan pertama itu, serentetan pertanyaan memenuhi otakku. Siapa ya namanya? Apa sudah menikah? Tapi kelihatannya belum. Apa posisinya di sekolah ini? Sudah. Hanya sampai di situ rasa penasaranku. Selebihnya aku tak begitu peduli. Bahkan tak ingin tahu lebih jauh.

Memang benar jika kalian menebak bahwa aku ini tipikal gadis cuek. Terlihat dingin dan jutek ketika belum saling mengenal. Tapi kesan itu seketika terpatahkan, ketika kalian sudah terlibat obrolan santai denganku. Saat itu, sisi lain dari diriku akan muncul.

"Dulu aku pikir kamu itu sombong, lho." begitu kata sahabatku semasa kuliah dulu. "Tapi, setelah kenal. Ya ampun, ternyata konyol banget." imbuhnya disertai gelak tawa.

Dari testimoni itu aku sedikit bisa memetik satu pelajaran. Jangan terlalu gampang menilai seseorang dari kesan pertama. Dari pertemuan pertama. Dari pandangan pertama. Karena seringkali menimbulkan prasangka setelahnya, serta jauh sekali dari fakta.

Hari itu, bohlam kuning berpendar terang di otakku. Klik! Terselip satu niatan yang muskil. Menegakkan benang basah. Walau pada akhirnya berujung pada pencarian jarum dalam tumpukan jerami, aku tetap bersikukuh. Spekulasi pada akhirnya menjadi solusi paling riil yang bisa diterapkan di saat seperti ini. Dan lagi, bebas resiko.

Aku harus tahu namanya. Tapi gimana caranya?

Wahai spekulasi, akankah kau berpihak padaku?

***

Catatan Kaki:

1. Anatomi : ilmu yang melukiskan letak dan hubungan bagian-bagian tubuh manusia, hewan atau tumbuh-tumbuhan.

2. Respirasi : proses pernapasan manusia.

3. Testimoni : penyaksian / kritik / saran.

4. Muskil : mustahil, tidak mungkin.

5. Spekulasi : untung-untungan; bisa iya, bisa tidak.

6. Riil : nyata, masuk akal.

***

Author : Dymar Mahafa

#OneDayOnePostBatch2
~ Tantangan Mbak Heni (Lusi S. Kagie) ~
"Istilah kebahasaan yang jarang diterapkan oleh diri sendiri."

Komentar

  1. Suka kalimat terakhirnya ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih Mom Irma sudah berkenan baca.. ^^

      Hapus
  2. Balasan
    1. tetap stay tune nih mbak Wiwid.. trimakasih.. ^_^

      Hapus
  3. Nah. Ini paham betul dengan maksud di balik tantanganku, yaitu istilah biasa diganti dengan kata yang tidak biasa atau jarang dipakai. Good job!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lara dan Alam Lain

What Do You Think About English Subject At School?

Dia Dan Alegori