You are REAL - 7

Aku berjalan cepat di sepanjang koridor, mengimbangi langkah Bu Lita. Beberapa saat lalu, setelah aku menghadap Kepala Tata Usaha, aku diminta untuk menemui Bendahara sekolah.

Seperti yang sudah bisa kalian tebak. Pada akhirnya, rencana Tuhan adalah yang terbaik. Terhitung mulai hari ini, aku telah resmi direkrut sebagai PTT di sekolah ini. Sekolah yang dulu menjadi almamaterku. Kini entah dengan jalan yang demikian rumit, pada akhirnya aku kembali ke sekolahku sendiri. Namun kali ini bukan sebagai siswa, melainkan sebagai staff.

"Jadi begini, Mbak Dara." Pak Ariono mengawali. Masih terngiang di benakku, tentang isi perbincanganku kemarin dengan Kepala Sekolah SMP Negeri Ringinrawa.

"Bu Ratri yang sebelumnya bertugas di bagian perpustakaan, rencananya akan melimpah sebagai guru PPKn. Sehingga petugasnya sekarang kosong di sana. Nah, ini saya tawarkan ke Mbak Dara, kira-kira bisa tidak kalau panjenengan mengisi tempat kosong tersebut?" ujar Pak Ariono dengan sabar dan kebapakan.

Serasa mendapat durian runtuh. Rezeki memang tak pernah kemana. Segera saja aku setujui tawaran itu, tanpa ba-bi-bu. Kesempatan tak datang dua kali, kawan. Jika aku menolak, sama saja dengan kufur nikmat. Betul, tidak?

Sepanjang koridor sesekali Bu Lita menanyaiku tentang apa jurusanku di jenjang S1, dan pertanyaan terkait riwayat singkat latar belakang pendidikanku yang lain.

"Mari silahkan duduk." kata Bu Lita setelah kami masuk ke ruang Bimbingan Konseling. Pasti kalian bertanya-tanya, mengapa di ruang BK? Karena belakangan aku ketahui, Bu Lita adalah guru BK sekaligus merangkap sebagai bendahara BOS di sekolah ini.

"Paring asma sinten?" tanya Bu Lita setelah aku duduk menghadapnya.

"Dara, Bu." jawabku.

"Oh, Mbak Dara. Putra pinten?"

Aku terkesiap seketika diberi serangan pertanyaan seperti itu.

"Dereng, Bu. Saya belum menikah." jawabku sedikit tersipu dengan senyum canggung.

"Lho, Mbak Dara kelahiran tahun berapa to?"

"Sembilan dua, Bu."

"Oalah..." seru Bu Lita ketika mengetahui bahwa usiaku masih terbilang cukup muda.

"Ya uwes sama Pak Real saja berarti." ujar beliau tiba-tiba.

Seketika aku tergelak. Tidak mengiyakan ataupun menolak. Namun tetap ku jaga agar tawaku tetap terdengar sopan. Maksud perkataan Bu Lita adalah beliau bermaksud menggandengkanku dengan laki-laki di sekolah ini yang masih single. Single beneran, bukan single parent.

"Pak Real? Sinten niku, Bu?" aku mengernyit. Pikiranku saat itu adalah bahwa laki-laki yang bernama Real itu adalah seorang bapak-bapak. Jadi aku hanya menanggapi 'perjodohan' tadi dengan gelak tawa.

"Iya, Mas Real. Rial Trisnoto." jelas Bu Lita. "Dia juga masih bujang, belum nikah. Kalau ndak salah Mas Real juga kelahiran tahun segitu. Sekitar tahun sembilan satu atau berapa begitu, saya lupa."

Trisnoto? Aku terkekeh dalam hati. Tuh, kan? Nama belakangnya saja terdengar jadul, kuno sekali. Sudah pasti dia ini sudah terlihat seperti bapak-bapak. Begitu pikirku dulu. Maka dari itu, tak ku tanggapi dengan serius promosi Bu Lita barusan.

"Niku guru menopo, Bu?" tanyaku kemudian.

"Bukan guru. Dia sama dengan sampeyan. PTT juga. Baru di sini belum ada satu tahun. Masuk ke sini dulu sekitar bulan Desember 2015. Oh, ya. Panggil saya Mbak Lita saja, ndak usah Bu."

Aku menyimak celotehan Bu Lita tanpa rasa antusias. Sesekali aku tanggapi dengan anggukan tanda paham. Aku sudah tak begitu tertarik lagi tentang siapa itu Rial Trisnoto. Karena jika dia bukan guru, maka cukup sampai di sini saja aku mengetahui tentangnya.

Kenapa begitu? Karena, ayahku berpesan padaku bahwa beliau ingin punya menantu seorang guru. Atau setidaknya laki-laki yang punya jenjang pendidikan yang sama denganku. Dan juga punya visi dan misi karir yang sejalan, yaitu sama-sama ingin menuju jenjang kepegawaian; menjadi Pegawai Negeri Sipil.

Sampai di sini, percakapan kami terus berlanjut ngalor-ngidul seputar orientasi gaji bulananku dan lain-lain yang menyangkut pekerjaanku ke depannya.

"Pesan saya, kalau Mbak Dara sudah bekerja di sini, apapun rumor yang ada, apapun perkataan orang-orang, di-iya-ni saja sudah, lalu diam. Tidak usah ngomong yang lain-lain. Karena sampeyan kan baru di sini, takutnya nanti ada kesalahpahaman yang tidak diinginkan. Repot nanti jadinya. Gitu ya, Mbak Dara?" nasihat Bu Lita dengan nada yang tegas namun terkesan khawatir, bukan menyindir.

Selesai dengan urusanku, aku pun segera kembali ke ruanganku. Ruang penuh buku dan deretan rak tinggi. Perpustakaan.

Dalam hati, kata-kata Bu Lita barusan masih saja bergaung di telingaku. Tentang seseorang yang bernama Rial Trisnoto itu. Orang-orang di sini akrab menyapanya dengan Real.

Masih muda, belum menikah. Orang baru. Belum lama kerja di sini. Posisinya sama denganku?

Hm, yang mana ya orangnya?

Ah, kenapa aku ini. Tidak penting sekali aku memikirkan hal itu. Masih ada hal lain yang lebih penting untuk ku pikirkan. Yaitu tentang pekerjaanku di tempat baru. Dimana lagi? Di sekolah ini tentu saja.

Oh, ya. Dan satu hal lagi. Aku juga masih punya satu PR. Menyelidiki tentang pemuda yang aku temui kemarin. Pemuda yang menjabat tanganku beberapa hari yang lalu. Sudah beberapa hari berlalu, namun belum juga ku ketahui siapa namanya. Ngomong-ngomong, tak lagi ku lihat sosoknya akhir-akhir ini. Sosok siapa lagi? Pemuda itu. Pemuda tanpa nama yang tempo hari itu.

Orang itu di ruangan mana, ya?
Sedang apa sekarang? Pasti dia orang sibuk.

Ah, sudahlah. Spekulasi membuatku lelah. Lebih baik aku menyerah. Lagipula tak baik terlalu dalam memikirkan laki-laki. Bikin cenat-cenut di hati. (Eh?)

I still don't know who you are.
But I know, you are real.

He, who must not be named.

***

Catatan kaki:

1. Panjenengan = anda (krama inggil)
2. Sampeyan = kamu (krama madya)
3. Paring = diberi
4. Asma = nama
5. Sinten = siapa
6. Putra = anak
7. Pinten = berapa
8. Dereng = belum
9. Niku = itu
10. Menopo = apa
11. Ndak = tidak (bahasa serapan Indonesia-Jawa)
12. Ngalor-ngidul = utara-selatan

***

Author : Dymar Mahafa

#OneDayOnePostBatch2

Komentar

  1. Balasan
    1. haha, awas ati2 kena jebakan batman mbak.. 😆
      trimakasih mbak kifa sudah mampir baca..

      Hapus
  2. Balasan
    1. apa tuh ya yang asik? 😁
      makasih mbak wid sudah mampir.. 😄

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

What Do You Think About English Subject At School?

Kanvas Kata Kita: Dari Dymar, Oleh Dymar, Untuk Hiday Nur

Lara dan Alam Lain