A.A.D.C #10
Ada Apa Dengan si Cyber-a-holic?
#10
Siska buru-buru mengaktifkan ponsel Sera begitu
ia sampai di depan gerbang sekolah. Ada satu pesan masuk. Siska membukanya.
Pesan singkat itu dari Ardi. Isinya:
Ra, besok aku
akan pindah ke luar kota. Apa kita bisa ketemu untuk yang terakhir kali? Temui
aku di perpus kota jam pulang sekolah.
Siska dengan cepat mengetik balasan:
Aku gak mau
lagi ketemu kamu.
Setelah ini
jangan pernah hubungi aku lagi.
Ardi terkejut membaca balasan pesan dari Sera.
Ia geram. Lalu mengumpat keras. Apa sebegitu bagusnya punya pacar sampai-sampai
Sera tidak menganggapnya lagi sebagai teman?
Teman?
Tunggu, jika ia dan Sera memang tidak ada
hubungan khusus selain teman, lalu mengapa dirinya sampai semarah ini? Ardi tersadar
sedetik yang lalu bahwa ia suka dengan Sera. Jauh di lubuk hatinya yang
terdalam ia sudah menganggap Sera sebagai kekasihnya.
Ya, dirinya menyukai Sera.
Entah sejak kapan perasaan itu mulai tumbuh,
Ardi tidak begitu yakin. Tapi mendengar Sera sudah punya pacar membuat
telinganya panas. Ia marah. Marah karena apa? Mungkinkah ini yang disebut
cemburu?
Siska sesegera mungkin menghapus semua jejak
pesan yang ada. Bukti yang menunjukkan kejahatannya harus dilenyapkan. Lenyap
bersama dengan lenyapnya Ardi dari sisi Sera.
(flashback end)
***
Sera menyeka air matanya. Ia harus
menyelesaikan masalah ini secepatnya. Ia harus memastikan sendiri. Ia harus
bertanya langsung pada sahabatnya, Siska. Siang ini sepulang sekolah, Sera
memutuskan untuk pergi ke kelas Siska. Ia sengaja tidak memberitahu Siska lewat
SMS ataupun WhatsApp messanger. Supaya Siska tidak punya kesempatan lagi untuk
mencari alasan.
"Sis, bisa kita bicara di luar
sebentar?" kata Sera begitu ia melihat Siska di kelas bersama anggota
gang-nya, Sinta dan Aprilia. Siska dan anggota gang-nya saling pandang, sebelum
akhirnya Siska menyetujui ajakan Sera.
"Apa bener semua ini hasil dari rencana
kamu?" tanya Sera setelah mereka sampai di taman belakang sekolah. Siska
tertohok mendengar Sera bertanya langsung pada inti permasalahan. Namun ia
cepat-cepat menyembunyikan ekspresinya.
"Maksud kamu apa sih, Ra?" tanya
Siska berpura-pura bodoh.
"Kamu pasti tahu apa maksudku. Ini soal
aku dan Ferdi. Apa bener kamu yang ngerencanain kita putus? Apa bener kamu yang
ngajak Ferdi taruhan buat mainin aku?" mata Sera mulai berkaca-kaca.
Siska tersenyum. Senyum sinis yang menyebalkan
bagi Sera.
"Iya. Itu semua emang aku yang buat.
Akhirnya, kamu sadar juga ya. Tapi sayangnya, butuh waktu lama buat kamu
nyadar. Kamu tetep aja nggak berubah dari dulu. Tetep telmi dan bego."
cecarnya sarkastis.
"Kenapa?" suara Sera tercekat.
"Aku salah apa sama kamu?"
Sera menatap lurus ke dalam mata Siska. Mencoba
menyelami kejujuran dari setiap kata yang terucap. Berharap jika semua yang Siska
katakan baru saja hanyalah bohong. Ia harap Siska bilang hanya bercanda seperti
biasanya saat mereka bersenda gurau bersama. Setetes air mata jatuh mengalir
dari sudut matanya.
"Kenapa? Kamu masih tanya 'kenapa'?"
Siska mendengus sinis. "Karena kamu udah ngerebut Ardi dari aku."
Sera terkejut. Hatinya mencelos. Raut mukanya
terlihat pasi. Matanya menatap nanar. Ia tidak percaya alasan itu yang keluar
dari mulut sahabatnya sendiri.
"Aku gak ngerebut Ardi dari kamu,
Sis." serang Sera mencoba membala diri. "Dia sudah aku relakan buat
kamu. Kamu tahu sendiri kan? Aku bahkan bantu kamu buat lebih deket sama
dia." Sera tidak sanggup menahan luapan emosinya. Hatinya sakit mengungkit
kembali masa lalunya tentang sosok Leonardi.
"Iya. Itu semua salah kamu. Gara-gara
kamu, Ardi jadi semakin suka sama kamu. Aku cuma dianggep apa? Sampah?"
"Apa?" Sera bertambah heran.
Fakta yang baru saja didengarnya adalah Ardi
menyukainya. Ia masih tidak percaya dengan pendengarannya.
"Ardi suka sama… aku?"
"Iya, itu dulu. Sekarang nggak lagi.
Karena aku udah bikin dia benci sama kamu selamanya." Siska tersenyum
licik.
"Aku udah bilang ke dia supaya jangan
hubungin kamu lagi. Aku bilang kamu gak sudi ketemu dia lagi. Aku buat
situasinya supaya kamu sendiri yang bilang itu ke Ardi. Kamu tahu apa? Aku
kirimin dia satu SMS pakai nomor kamu!"
Satu tamparan keras mendarat di pipi Siska.
Bunyi tamparan itu menggema ke seluruh sudut taman yang sepi itu. Dua teman
Siska yang sedari tadi menguping dari kejauhan, membekap mulut mereka sendiri yang
nyaris saja memekik kaget.
"Aku gak nyangka. Kenapa sih kamu bisa
setega itu, Sis?"
"Tega? Ya, aku memang tega. Aku pengen
kamu juga ngerasain apa yang aku rasain. Penderitaan yang aku rasain saat gak
bisa memiliki orang yang dicintai. Aku pengen kamu juga menderita hal yang
sama! Ngerti kamu?!" Siska meradang. Emosinya meledak.
"Jadi, gimana rasanya dibuang sama Ferdi?
Sudah mirip kayak sampah belum? Uhm, sepertinya sudah." Siska tertawa
remeh sambil meraih dagu sahabatnya dengan ibu jari dan telunjuk. Memastikan
apakah wajah Sera sudah mirip dengan 'sampah' atau belum. Lalu, menyeringai
sinis sebelum akhirnya melepaskannya dengan kasar.
Satu tamparan siap melayang kembali ke pipi
Siska sebelum ada tangan yang dengan sigap menepisnya. Tangan itu mencengkeram
kuat pergelangan tangan Sera. Ketika Sera dan Siska menoleh bersamaan, mereka
terkesiap mendapati siapa gerangan yang telah mengganggu pertengkaran mereka.
Wajah mereka seketika memucat.
"Pak Mul?!!" pekik mereka bersamaan.
Guru BP itu memandang geram ke arah mereka.
Menyisakan kengerian di wajah pucat Sera dan Siska yang ketakutan.
[ akhir dari part #10 ]
~Ada Apa Dengan si
Cyber-a-holic?~
Oleh: Dymar Mahafa
Wah semakin seru Dymar
BalasHapusDitunggu lanjutannya