A.A.D.C #05
Ada Apa Dengan si Cyber-a-holic?
#5
Ada beberapa
pemberitahuan yang terpampang di beranda sosial medianya. Sera membuka
notifikasi itu satu per satu. Pertama, ada satu akun yang tidak ia kenal
mengomentari statusnya.
Komentar:
Mantan itu sampah? Yakin? Bukannya kamu itu juga adalah mantan
dari mantanmu? Jadi, kamu juga termasuk kategori kedua dong?
BLAR!
Petir serasa menyambar
jantungnya. Sera shock melihat
komentar sarkastis yang baru saja dibacanya. Ia tidak menyangka akan ada orang
yang mengomentarinya sekritis itu. Apa iya status yang ia tulis sudah
keterlaluan? Ia terdiam. Tidak tahu harus membalas komentar itu dengan sikap
yang bagaimana. Tapi tidak bisa dipungkiri kalau komentar itu ada benarnya.
Meskipun itu disampaikan dengan sindiran kasar, tapi itu semua benar.
Seperti kata para
cendekia: Kebenaran memang terkadang menyakitkan. Memang benar jika dirinya
juga adalah 'sampah' seperti kata orang itu. Sera sadar bahwa dirinya tidak
berpikir panjang sebelum mengunggah sesuatu di dunia cyber. Apalagi privasi dari statusnya itu adalah 'Public', yang mana semua orang bisa
melihat dan bebas berkomentar di dalamnya. Meskipun ia mendapat banyak 'like' dari teman-teman cyber-nya, ia merasa bahwa itu semua percuma.
Menurutnya, kecerobohan yang punya banyak dukungan bisa berimbas negatif untuk
jangka panjang ke depannya.
Alih-alih menanggapi
komentar pedas tadi, Sera hanya memberi 'like'
pada komentar orang asing itu. Kemudian ia mengganti privasi statusnya menjadi
'Friends'. Jadi orang lain tidak bisa
lagi melihat statusnya, kecuali teman-temannya di facebook.
Sera kembali terdiam.
Ternyata efek yang
ditimbulkan ketika menuliskan sesuatu dalam keadaan marah adalah seperti itu.
Hanya cemoohan yang ia dapat. Sera sadar akan kelabilannya yang pada akhirnya
tidak memberikan keuntungan apa-apa pada dirinya. Mulai sekarang ia harus
memperbarui sikap dan pemikirannya. Ia bertekad untuk menjadi pribadi yang
lebih hati-hati, khususnya dalam mengelola sosial medianya.
Ia mulai berpikir bahwa
jaman tehnologi terus berkembang pesat. Dunia cyber yang dulunya hanya sebatas ditanggapi sebelah mata, kini
malah semakin gencar menjadi sorotan. Penggunanya semakin bermacam-macam dengan
tingkat keseimbangan mental yang beragam pula. Bahkan pemerintah semakin peduli
dengan adanya media sosial seperti facebook
dan twitter. Karena hal ini dianggap
bisa membantu mereka untuk mengetahui aspirasi masyarakatnya. Pemerintah bahkan
memanfaatkan sosial media sebagai perantara politik guna mencari banyak
pendukung yang bisa mempengaruhi kesuksesan partai tertentu.
Bahkan saking pedulinya,
pemerintah kini telah mendeklarasikan UU ITE; Undang-Undang tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 ini khusus
diciptakan guna mengatur etika dalam menggunakan jejaring sosial. Pelanggaran
baik sengaja maupun tidak, kemungkinan seseorang akan dikenakan sanksi tetaplah
ada. Katanya sih, demikian. Entah prakteknya seperti apa dan bagaimana, biarlah menjadi misteri dalam dunia hukum bersosial media. Tugas masing-masing individu
adalah menjaga sikap dan perilaku pribadinya masing-masing. Itu yang
terpenting. Karena jika seseorang enggan menghargai dirinya sendiri, bagaimana
mungkin ia bisa menghargai orang lain?
Dari situ, semuanya semakin
jelas sekarang. Dunia cyber bukan
lagi sekedar isapan jempol belaka. Ada norma dan hukum yang berlaku di
dalamnya. Sera mengerti sekarang. Selama ini emosinya masih sangat labil.
Perlahan ia belajar dari kecerobohannya. Mulai hari ini dan seterusnya, ia
bertekad untuk belajar menanggapi sesuatu secara cerdas. Apapun itu.
[ Akhir dari part #5 ]
~Ada Apa Dengan si
Cyber-a-holic?~
Oleh: Dymar Mahafa
Mantan bukan sampah tapi alumni hati hehe
BalasHapusMantan bukan sampah tapi alumni hati hehe
BalasHapusmantan oh mantan...
BalasHapusLebih baik alumni... Daripada alm/almh.
BalasHapushahahaha, bener, musti berhati hati dalam menggunakan medsos
BalasHapushahahaha, bener, musti berhati hati dalam menggunakan medsos
BalasHapus