A.A.D.C #08
Ada Apa Dengan si Cyber-a-holic?
#8
Hari itu Sera
berjanji bertemu dengan Ardi di perpustakaan kota lagi selepas pulang sekolah.
Sudah hampir satu bulan sejak pertemuan pertama mereka di pertandingan basket
sekolah. Awalnya Sera hanya menganggap Ardi sebagai teman sehobi, karena mereka
punya selera yang sama soal buku. Sera merasa nyaman dan nyambung ketika
ngobrol apapun dengan Ardi.
Pembicaraan
mereka serasa mengalir tanpa ada kecanggungan. Ia merasa seperti sudah lama
mengenal Ardi, padahal baru satu bulan mereka akrab. Entahlah, Sera tidak tahu
perasaan macam apa itu. Ia tidak terlalu memikirkannya. Mungkin ini yang biasa
disebut sebagai sahabat laki-laki.
Namun lama
kelamaan setelah Sera sering cuhat dan banyak bercerita tentang dirinya pada
Ardi, muncul satu perasaan baru. Perasaan ingin selalu bersama. Perasaan aneh
yang selalu menuntutnya untuk terus ingin bertemu dengan Ardi. Rasa itu semakin
kuat karena dipicu oleh kepindahan Ardi setelah hari kelulusan SMP satu bulan
lagi. Itu artinya Sera tidak bisa bertemu lagi dengan Ardi.
Sera tidak
sanggup membayangkan bagaimana dirinya nanti jika ia tidak akan pernah bisa
lagi bertemu dengan Ardi. Tiba-tiba perasaan kecewa, sedih dan rindu menyeruak
menembus ulu hatinya. Membuat matanya berkaca-kaca dan tenggorokannya kelu tiap
kali melamunkan semua itu.
Perasaan aneh
dan menyakitkan yang baru pertama kali ia rasakan pada seseorang. Perasaan
ingin memiliki. Perasaan marah tanpa sebab ketika ada cewek lain yang mendekati
Ardi. Perasaan asing yang Sera rasakan pada Ardi tiba-tiba serasa hancur dan
pecah berkeping-keping setelah mengetahui fakta bahwa ternyata Siska menyukai
Ardi.
Siska ingin
agar Sera membantunya untuk lebih dekat lagi dengan Ardi. Pada saat itu Sera
menyadari satu hal. Ia juga menyukai Ardi. Ia merasa marah, karena ia cemburu
ada cewek lain yang juga menyukai Ardi. Terlebih lagi yang menyukai Ardi adalah
sahabatnya sendiri.
Sesaat hal itu
membuatnya kehilangan kendali. Ia tidak ingin Siska menjadi lebih dekat dengan
Ardi. Namun, di saat yang sama ia sadar bahwa itu tidak benar. Belum tentu Ardi
juga menyukainya, begitu pikirnya. Sera sadar jika rasa percaya dirinya terlalu
berlebihan. Melebihi rasa pedulinya kepada Siska.
Sera bersedia
membantu Siska. Ia tidak ingin persahabatannya rusak hanya karena laki-laki.
Sera meyakinkan dirinya sendiri bahwa perasaan yang selama ini ia rasakan pada
Ardi bukanlah perasaan suka, melainkan hanya ego semata. Ego yang kuat. Dan
bahkan sanggup menghancurkan dirinya sendiri jika ia gagal mengendalikannya.
Sera bersyukur
tidak seorang pun tahu tentang perasaannya pada Ardi, termasuk Ardi sendiri. Ia
sudah memutuskan untuk mundur. Ia merelakan Ardi untuk Siska.
Di tempat
pelataran parkir perpustakaan Sera bilang pada Ardi untuk menemuinya di sana
hari itu. Ardi menegakkan kepalanya ketika ia melihat seseorang datang. Namun
Ardi terkejut melihat siapa yang berjalan mendekatinya.
"Siska?"
"Hai,
Di." sapa Siska. Ia tersenyum.
"Oh, hai.
Habis ke perpus juga?" tanya Ardi.
"I-iya
begitulah." jawabnya gelagapan.
"Kamu
sediri lagi ngapain di sini?" Siska berpura-pura tidak tahu alasan Ardi
menunggu di pelataran parkir.
"Aku lagi
nungguin Sera. Apa tadi kamu lihat Sera datang?"
"Nggak.
Aku malah nggak tahu kalau Sera mau ke perpus hari ini. Biasanya kita barengan
kalau kesini, tapi hari ini dia gak bilang apa-apa." Siska mencoba membuat
sandiwara.
"Oh,
begitu." jawab Ardi tanpa curiga sedikitpun.
"Oh, iya.
Aku lupa. Tadi dia sempet bilang ke aku kalau mau pulang bareng sama cowoknya.
Dan nyuruh aku duluan aja pulangnya." Siska membual. Ia ingin membuat Sera
terlihat buruk di mata Ardi.
Mendengar itu,
Ardi terkesiap. Ia kaget. Tersitrat kata 'apa?!' di raut mukanya. Ia menatap
nanar pada tanah.
"Kenapa
dia nggak SMS ato telfon aku kalau batal ketemu?" kata Ardi kecewa. Ia
mengumpat pelan.
"Yaa
begitulah Sera. Dia biasanya mematikan ponselnya pas dia lagi sama pacarnya.
Dia nggak suka terganggu." kata Siska ketika Ardi mencoba untuk menelepon
Sera. Dan benar saja, nomor Sera tidak aktif.
"Jadi,
dia menganggapku pengganggu ya?" gumam Ardi. Ia mengumpat keras. Ia hendak
melajukan motornya ketika Siska mencegahnya.
"Di, aku
boleh nebeng sampe halte depan sana nggak?" katanya memelas.
"Oke, ayo
naik." Dalam hati Siska bersorak. Ia sangat senang sekali pendekatannya
untuk mengambil hati Ardi berhasil.
Tanpa
sepengetahuan Ardi yang sedang menyetir, ia memandangi sebuah ponsel mati di
tangannya dengan senyum licik penuh kemenangan. Ponsel itu tidak lain adalah
milik sahabatnya, Sera.
[ Akhir dari
part #8 ]
~Ada Apa Dengan si
Cyber-a-holic?~
Oleh: Dymar Mahafa
Oh ... ternyata licik bgt Siska
BalasHapusOwh siska kok jahat yo
BalasHapus