A.A.D.C #06

Ada Apa Dengan si Cyber-a-holic?

#6

Hari ini cuaca mendung. Hujan turun semalaman. Hingga pagi menjelang pun gerimis tetap tak terelakkan. Sera agaknya enggan pergi sekolah di hari hujan seperti ini. Ia lebih memilih meringkuk di bawah selimut dan tidur sampai siang nanti. Jika bukan karena omelan kakaknya, ia sekarang tidak akan berada di kelas. Sera adalah seorang siswi di salah satu Sekolah Menengah Atas terfaforit di kotanya. Ia tidak pintar, namun juga tidak begitu bodoh. Biasa-biasa saja. Hanya rata-rata.

Sedari pagi ia terus bersin. Sera tidak kuat pada udara dingin. Ia punya alergi. Alergi dingin. Dan ditambah lagi setelah kejadian yang menimpanya kemarin-kemarin, alerginya bertambah satu. Alergi ketemu sang mantan. Entah apa nanti yang akan terjadi jika ia secara kebetulan bertemu kembali dengan sang mantan. Apakah ia akan bersin-bersin juga seperti alergi dingin, atau malah yang lebih parah; tangannya gatal ingin menghadiahi sang mantan sebuah tamparan spesial. Pakai telur kalau ada, supaya kesan spesialnya lebih terasa.

Tekadnya tetap kuat untuk merelakan sang mantan untuk sahabatnya, Siska. Namun ia masih tidak bisa menerima penghinaan yang diterimanya dari sang mantan. Ferdi sudah menginjak-injak harga dirinya sebagai seorang wanita. Ia masih tidak bisa percaya bahwa alasan Ferdi memanfaatkannya agar ia bisa mendapatkan Siska, keluar begitu saja dari mulutnya.

Ia sadar itu bagus karena Ferdi sudah mau jujur padanya. Tapi, kenapa tidak dari awal saja ia mengakui hal itu? Kenapa Ferdi tidak memintanya sebagai comblang saja? Bukan malah menjadikannya sebagai pacar. Itu yang masih membuatnya kesal selama beberapa hari terakhir. Dasar playboy, batinnya.

Bel istirahat berbunyi.

Sera biasa memanfaatkan waktu istirahatnya untuk pergi ke perpustakaan. Ia berbelok ke toilet sebentar untuk membuang ingusnya. Dari dalam toilet ia mendengar suara berisik tiga orang yang datang. Mereka berbincang di depan wastafel. Suara salah seorang diantara mereka sepertinya tidak asing, batin Sera.

Itu suara Siska! pekiknya dalam hati.

"Gila ya. Sumpah. Kamu tuh brilian banget deh, Sis. Emang pantes tu orang dapet komentar pedes dari kamu." kata si A diikuti gelak tawa. Ia menghidupkan keran wastafel untuk mencuci tangannya.

"Ya, dong. Dan kalian tahu, abis itu si Sera langsung ganti privacy statusnya jadi 'teman'. Cemen banget nggak tuh?" Siska tergelak, diikuti kedua temannya.

Dari dalam toilet Sera terkesiap mendengar namanya disebut. Ia terus menguping obrolan mereka dari balik pintu toilet.

"Si Ferdi aktingnya juga pinter banget deh. Kalo bukan karena Ferdi yang nerima ajakan taruhanmu itu, pasti kamu gak bisa maki-maki si Sera-sera itu." timpal si B sambil membetulkan poni barunya yang agak kependekan. Mereka bertiga serentak tertawa makin keras mendengar penuturan dari si B.

Taruhan? batin Sera. Ia mengernyitkan dahi sambil tetap mendengarkan.

"Kapan lagi coba, bisa kasih pelajaran ke cewek yang suka jual mahal kayak dia? Ya nggak, Sis?" kata si A tersenyum meremehkan. Ia memoleskan sedikit lipgloss berwarna soft-pink sambil memandang cermin besar dekat wastafel.

"Udah ah, aku sakit perut nih kebanyakan ketawa," kata Siska. "Eh ntar jangan lupa ya. Agak sorean kita kumpul di Java Cafe. Tau kan dalam rangka apa?" lanjutnya girang.

"Iya, tau. Kalo soal traktiran gratis sih pasti kita inget. Ya nggak, Ta?" kata si B.

"Yoi." jawab si A.

"Perayaan mengenang putusnya si cewek dingin yang sok jual mahal. Sera Widayogi." seru Siska diiringi gelak tawa yang lainnya.

Kemudian mereka berjalan keluar sambil bernyanyi riang. "Que Sera Sera, whatever will be will be... The future's not ours to see. Que Sera Sera.. What will be will be…"

Suara nyanyian itu semakin menjauh. Meninggalkan Sera yang sedang membekap mulutnya di balik toilet. Matanya berkaca-kaca. Tenggorokannya tercekat. Ia tidak menyangka semua ini adalah rencana busuk sahabatnya.

Sahabat yang sangat ia percaya, sahabat yang sering mendengarkan curhatnya, sahabat yang setia sejak mereka masih duduk di bangku SMP. Tega-teganya Siska melakukan itu padanya. Tega-teganya Siska menjadikan dirinya sebagai objek taruhan.

Sera yang rela memberikan apapun demi kebahagiaan sahabatnya termasuk cinta, kini dibalas dengan sedemikian kejinya oleh Siska. Imbal balik macam apa ini? Sama sekali tidak berperasaan. Dimana letak hati nurani Siska sampai tega berpikiran busuk seperti itu? Apa sekarang nurani sudah dikuasai oleh ego? Sampai-sampai Ferdi pun juga ikut bersekongkol dengan sahabatnya. Bekerjasama merencanakan sebuah rencana busuk untuk menghancurkannya.

Sera tidak mengerti. Ia tidak habis pikir.

Sera masih tidak ingin percaya bahwa sahabatnya bisa bertindak sekejam itu. Ia berharap semua yang ia dengar barusan hanya sebatas mimpi. Iya, mimpi buruk di siang hari. Sera memejamkan matanya. Berharap saat ia membuka mata, ia tengah berada di kasurnya yang nyaman. Namun itu semua hanya khayalannya saja.

Ia memekik pelan saat mencubit kedua pipinya. Ini semua bukan mimpi. Ini kenyataan. Kenyataan pahit yang harus ia terima.

Ia berjalan keluar toilet dengan mata yang sedikit sembab. Sera memilih kembali ke kelasnya.

Ia membuka akun facebook miliknya, segera setelah duduk menunduk di bangkunya. Ia mengetik sebaris status baru. Kemudian mempostingnya.

Setidaknya dunia cyber masih bisa menghiburnya dan ada di saat ia membutuhkan tempat untuk mencurahkan isi hatinya yang sedang kalut. Tidak seperti manusia yang mengaku sebagai sahabatnya, tapi kemudian menusuk dirinya dari belakang.

Your status has been successfully updated :
Manusia yang paling berbahaya di dunia ini adalah mereka yang berada sangat dekat dengan kita. Khususnya mereka yang sangat kita kasihi dan percayai. Karena mereka yang paling tahu akan kelemahan-kelemahan yang ada pada diri kita.

[ Akhir dari part #6 ]

~Ada Apa Dengan si Cyber-a-holic?~

Oleh: Dymar Mahafa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lara dan Alam Lain

What Do You Think About English Subject At School?

Dia Dan Alegori