What Do You Think About English Subject At School?
Berbicara soal pendidikan, beberapa hari lalu aku sempat terlibat satu diskusi dengan salah satu sahabat lama semasa masih sama-sama mengenyam pendidikan di Kediri dulu, dan sekarang dia udah menetap di Jakarta. Dan FYI background dia bukan dari jurusan pendidikan, tapi bolehlah kalau dibilang pengamat awam pendidikan. Karena selalu ada topik menarik yang bisa kami bahas bareng; tentang pendidikan maupun di luar pendidikan.
Dia lebih suka dikenal dengan nama "tzetta". Kalian bisa mengetik kata kunci itu di mesin pencari google terkait profil singkat dia. (Serius)
Ini langsung aja aku pengen berbagi diskusi kami berdua, ya. Enjoy...
Dan semoga bermanfaat.
Suatu pagi, tiba-tiba dia nyeletuk:
[31/01, 07:29] tzetta kun:
Dym, menurut kamu Grammatically Correct itu penting gak dalam conversation?
[31/01, 07:32] dymar:
Tergantung.
Ya penting, ya gak penting.
Maksudku, native pun nggak selalu berpatok pada grammar ketika mereka ngobrol.
[31/01, 07:34] tzetta kun:
Hmmmm agree
[31/01, 07:32] dymar:
Why did you ask?
[31/01, 07:38] tzetta kun:
Ada sedikit pertanyaan dari temen2, terutama dari mereka yg udah lama tinggal di overseas, ini pertanyaan juga udah lama banget sih. Tapi semalam keinget,
“Kenapa kita belajar bahasa Inggris dengan Grammar yang 100% harus benar saat SD/SMP/SMA dan diminta mempraktekkannya dengan tepat, kalau sebenernya dalam conversation baik aktif atau pasif grammar gak harus 100% benar”
Beda halnya jika udah di kuliah dan mengambil jurusan yang memerlukan Bahasa Komunikasi yang tepat.
[31/01, 07:40] dymar:
😂 nice question.
[31/01, 07:41] tzetta kun:
Let’s open discussion
[31/01, 07:45] dymar:
Aku sempet kepikiran hal yg sama, tentang fisika, matematika, misalnya. Aku sempet kepikiran tentang pertanyaan yg sama :
Kenapa harus hafal rumus2 seabrek (yg cukup rumit) itu kalo pada akhirnya di dalam keseharian jarang dipakai?
Setelah kupikir2. Pendidikan di sekolah difungsikan untuk satu tujuan: lulus UAN. Dapat ijazah. Udah titik.
Karena kurikulumnya dirancang buat para siswa2nya siap menghadapi soal2 ujian akhir sekolah maupun UAN.
[31/01, 07:45] dymar:
Menurutmu gimana?
[31/01, 07:47] tzetta kun:
Kalau untuk Matematika dan pelajaran ilmu yang lain aku masih no comment karena belum nemu korelasi yang tepat dengan kehidupan kita, tapi emang manfaat dengan kita bisa matematika adalah logika. Cuma rumus yg rumit emang kurang berguna, di jenjang terbawah atau SD misalnya, tapi pengetahuan itu bisa berguna buat kita sebenernya.
Nah yang paling kentara relasinya itu Bahasa Inggris karena mau gak mau kita bakal gunakan suatu saat atau bahkan kapan aja.
Nah buat apa lulus UAN dengan grammar 100 benar?
Toh Bahasa Inggris bukan bahasa kita.
Beda sama Bahasa Indonesia, udah bahasa kita.
Jadi ketika belajar Bahasa Indonesia kita tinggal mempelajari yang EYD nya.
Sementara, Bahasa inggris kan bukan bahasa kita, alangkah lebih OK kalo yang di pelajari adalah cara pakainya, nanti klo udah kuliah masuk Sastra Inggris misalnya atau HI (Hubungan Internasional), baru pake grammar yang benar.
[31/01, 07:50] tzetta kun:
Ada fakta lucu.
Aku punya temen yang bisa dibilang bahasa inggrisnya di SMA bagus banget.
Terus ketemu sama temen juga, tapi bukan orang Indonesia.
Orang Aussie.
Tu orang Aussie bisa bilang ke aku.
“I thought your friend, lil bit weird, I swear we never talk like that everyday”
🤣wkwk
[31/01, 07:55] dymar:
Nah... iya memang. 😂
Native lebih menyarankan ketika kita berniat belajar bahasa inggris untuk pertama kali pelajari macam2 daily expression dulu, grammar mah nggak terlalu krusial di sana, kecuali untuk penulisan karya tulis ilmiah ya, memang harus sesuai kaidah bahasa.
[31/01, 07:56] dymar:
Dan ekspresi2 sehari-hari jarang jadi pembahasan mendalam di sekolah. Mereka dituntut untuk hafal 16 tenses dan seabrek aturan grammar yg lain. Demi apa? Demi UAN dan UAS mereka nantinya...
[31/01, 07:57] tzetta kun:
Nah iya.
Temen gw itu bilang,
Sebenernya mereka gak bakal nyaman kalo ngobrol sama orang yang grammar banget.
Terkesan formal banget.
Dan gak cocok buat sehari-hari.
Gak bisa buat ngakrabin diri gitu.
Even joke nya jadi garing katanya.
wkwk
[31/01, 07:58] dymar:
😂 Gimme an example
[31/01, 07:59] tzetta kun:
Dia pernah ngomong “We're at the beach, I’m not your recruiter or a judges, just speak like you want to speak,”
Gw gak tau, dia bilang gitu aja.
Dia bilang “sometimes I didn’t get the joke from people like that” gitu.
[31/01, 08:01] dymar:
Nah jokesnya itu yg gimana contohnya? Sampe si bule bilang gitu... 😂😂
[31/01, 08:01] tzetta kun:
Ga tau deh, wkwkw
Kadang aku sendiri mikir, dia hiperbola kok.
Tapi gak tau ya kalo emang dia ngerasa gitu.
Kan aku bukan native.. hahaha.
[31/01, 08:03] dymar:
Bisa kubayangin pasti aneh banget jokesnya 🤣😂
Karena kalo hubungannya sama jokes udah pasti nyangkut budaya mereka kan?
Dan kalo sampe salah tempat, bisa menimbulkan kesalahpahaman bahkan bisa sangat menyinggung lawan bicara yg notabene punya budaya yg beda dg kita orang Asia.
[31/01, 08:04] tzetta kun:
Iyaaa hahaha
[31/01, 08:04] dymar:
Iya dia tersinggung mungkin... bisa jadi.
[31/01, 08:04] tzetta kun:
Iyaaa sih.
Soalnya jokes kan udah kek ada unsur budaya juga.
Unsur kebiasaan.
Gw gak pernah mau ngojokes sama orang luar, kecuali dia yang mulai, jadi gw bisa terusin yang bener.. hahahaha
[31/01, 08:09] dymar:
Nah.. langkahmu udah bener.
Karena native pun juga kalo aku perhatikan mereka jaga jarak sama obrolan yg mengandung jokes. Karena mereka gak pengen disinggung, juga gak mau menyinggung.
[31/01, 08:12] tzetta kun:
Back to Inggris di usia pendidikan awal.
SD aja. Hahaha.
No wonder banyak kursus di luar sana untuk belajar conversation, karena emang gak diajarin (di sekolah) selain tata bahasa adalah cara berkomunikasi, dan confidence.
[31/01, 08:20] dymar:
Nah bener. Karena ya itu tadi, tujuan adanya mapel bhs inggris di sekolah formal adalah mutlak buat persiapan lulus ujian doang. Fungsi kesehariannya paling cuma 20% yg mengena.
So i can conclude that even the students are very good in learning English at school, doesn't mean they know everything about English.
Pengetahuan yg diterima di sekolah cuma beberapa persen dari lingkaran utuh dalam mempelajari satu subjek.
[31/01, 08:30] dymar:
Pernah ada guru yg marah2 ke murid2 gara2 nggak paham sama penjelasan rumus2 fisika. "Kamu tahu jawaban soal itu dari mana?" Muridnya jawab jujur, "Dari guru les."
Maksudku, dari sisi si murid dia nggak salah karena memang dia nggak paham soal fisika terus minta tolong diajarin guru lesnya.
Cuman si guru tadi mikirnya beda, "Kamu boleh les di mana aja dan berapa kalipun dalam sehari. Tapi tujuan saya memberi kalian soal adalah untuk melatih pemahaman kalian. Jangan cuma pindah tempat bengong aja. Di sekolah bengong nggak ngerti, di tempat les juga sama aja. Ortu kalian bayar les mahal2 bukan untuk kalian pindah tempat bengong."
Guru itu ada benernya, niatnya baik nasihatin supaya murid2 itu paham arti menghargai.
Cuman maksudku gini, kita punya kekurangan dalam belajar subjek tertentu kan? Apalagi yg nggak kita sukai dan gak pengen kita dalami. Nasihat tadi seolah2 cenderung bermakna gini: buat apa kamu sekolah kalo ngerjain soal fisika gini aja gak bisa?
Pendekatan gurunya yg kurang tepat menurutku.
What do you think?
[31/01, 08:33] dymar:
Dan guru itu bilang: "saya buat soal ini untuk kalian, bukan untuk guru les kalian."
Ya kali semua anak disuruh pinter dalam segala bidang, bocorlah otaknya. 😅
Satu pemaksaan pola pikir yg belum bisa hilang dalam budaya pendidikan Indonesia.
Padahal belum tentu juga rumus fisika yg diajarkan tadi bisa sering mereka gunakan dalam kehidupannya sehari-hari.
Kebetulan sekarang ini perpus (tempat aku kerja) lagi difungsikan buat kelas darurat. Jadi aku sering banget ngamati guru yg lagi ngajar.. dan miris banget rasanya ketika guru memaksakan pola pikirnya ke anak2 itu.
Ini kejadiannya di jenjang SMP. Karena kebetulan aku kerja di SMPN.
[31/01, 09:05] tzetta kun:
Ya semua balik ke cara didik dan guru kita.
Seperti yang kita bahas dulu.
Kalau kita kumpulkan semua hewan di hutan, terus ujiannya cuma manjat pohon, paling kera yang nomor 1.
[31/01, 09:07] dymar:
Iya bener..
[31/01, 09:02] dymar:
Kalo ranahnya SD, pelajaran bahasa inggris itu nggak masuk mapel inti. Fungsinya hanya sebatas mulok.
Jadi memang belum dianggep terlalu penting peranan bhs inggris di SD.
Itu pandanganku dari sisi pendidikan.
Kalo kamu mandangnya gimana?
[31/01, 09:05] tzetta kun:
Yang ini di SD ku beda, udah mapel inti mulai dari kelas 4 SD, jadi 4,5,6 itu ada Bahasa Inggris.
[31/01, 09:06] dymar:
Di rapornya apa juga masuk ke kolom penilaian inti atau mungkin tetep mulok itu?
Itu SD negeri atau swasta/yayasan?
[31/01, 09:07] tzetta kun:
Masuk ke raport.
SD Negeri.
[31/01, 09:08] dymar:
Kok beda ya sama SDN di Kediri? 😅
Apa mungkin udah beda aturan dan aku aja yg kudet?
Karena setauku bhs Inggris di SD masuk muatan lokal.
***
( beberapa menit berlalu, karena dia lagi klarifikasi ke temennya yg kerja di salah satu SD barangkali )
***
[31/01, 09:41] tzetta kun:
Owh iya mulok
[31/01, 09:42] dymar:
Ya kan...
[31/01, 09:43] tzetta kun:
Iyaaa.
Tapi ada di jam pelajaran.
Dan masuk rata2 rapor sih.
Jadi bisa dibilang inti.
Bukan kayak eskul.
Soalnya ujian sekolah pun ada bahasa inggris.
[31/01, 09:46] dymar:
Iya memang masuk rapor cuman masuknya di kolom penilaian mulok. Bukan inti.
***
Nah jadi gitu gaes hasil diskusinya.
Jadi kesimpulannya, belajar memang udah seharusnya nggak hanya melulu di pendidikan formal aja ya gaes. Kalian boleh mengembangkan apa aja yang kalian minati di luar pendidikan formal. Karena ada yang pernah bilang kalau, "Ijazah itu adalah bukti bahwa kalian pernah mengenyam pendidikan di sekolah, bukan bukti bahwa kalian pernah berpikir."
Jadi, punya ijazah aja nggak cukup.😅
Tetap membaca dan kembangkan potensi kalian, ya. Abaikan mulut-mulut netijen di luar sana. 😅
Bye, guys. Stay healthy... 😊
***
Anyway, kalau menurut pandangan kalian gimana; khususnya terkait pelajaran Bahasa Inggris di sekolah?
Share di sini yuk...
What do you think about English subject at school?
Dia lebih suka dikenal dengan nama "tzetta". Kalian bisa mengetik kata kunci itu di mesin pencari google terkait profil singkat dia. (Serius)
Ini langsung aja aku pengen berbagi diskusi kami berdua, ya. Enjoy...
Dan semoga bermanfaat.
Suatu pagi, tiba-tiba dia nyeletuk:
[31/01, 07:29] tzetta kun:
Dym, menurut kamu Grammatically Correct itu penting gak dalam conversation?
[31/01, 07:32] dymar:
Tergantung.
Ya penting, ya gak penting.
Maksudku, native pun nggak selalu berpatok pada grammar ketika mereka ngobrol.
[31/01, 07:34] tzetta kun:
Hmmmm agree
Why did you ask?
[31/01, 07:38] tzetta kun:
Ada sedikit pertanyaan dari temen2, terutama dari mereka yg udah lama tinggal di overseas, ini pertanyaan juga udah lama banget sih. Tapi semalam keinget,
“Kenapa kita belajar bahasa Inggris dengan Grammar yang 100% harus benar saat SD/SMP/SMA dan diminta mempraktekkannya dengan tepat, kalau sebenernya dalam conversation baik aktif atau pasif grammar gak harus 100% benar”
Beda halnya jika udah di kuliah dan mengambil jurusan yang memerlukan Bahasa Komunikasi yang tepat.
[31/01, 07:40] dymar:
😂 nice question.
[31/01, 07:41] tzetta kun:
Let’s open discussion
[31/01, 07:45] dymar:
Aku sempet kepikiran hal yg sama, tentang fisika, matematika, misalnya. Aku sempet kepikiran tentang pertanyaan yg sama :
Kenapa harus hafal rumus2 seabrek (yg cukup rumit) itu kalo pada akhirnya di dalam keseharian jarang dipakai?
Setelah kupikir2. Pendidikan di sekolah difungsikan untuk satu tujuan: lulus UAN. Dapat ijazah. Udah titik.
Karena kurikulumnya dirancang buat para siswa2nya siap menghadapi soal2 ujian akhir sekolah maupun UAN.
[31/01, 07:45] dymar:
Menurutmu gimana?
[31/01, 07:47] tzetta kun:
Kalau untuk Matematika dan pelajaran ilmu yang lain aku masih no comment karena belum nemu korelasi yang tepat dengan kehidupan kita, tapi emang manfaat dengan kita bisa matematika adalah logika. Cuma rumus yg rumit emang kurang berguna, di jenjang terbawah atau SD misalnya, tapi pengetahuan itu bisa berguna buat kita sebenernya.
Nah yang paling kentara relasinya itu Bahasa Inggris karena mau gak mau kita bakal gunakan suatu saat atau bahkan kapan aja.
Nah buat apa lulus UAN dengan grammar 100 benar?
Toh Bahasa Inggris bukan bahasa kita.
Beda sama Bahasa Indonesia, udah bahasa kita.
Jadi ketika belajar Bahasa Indonesia kita tinggal mempelajari yang EYD nya.
Sementara, Bahasa inggris kan bukan bahasa kita, alangkah lebih OK kalo yang di pelajari adalah cara pakainya, nanti klo udah kuliah masuk Sastra Inggris misalnya atau HI (Hubungan Internasional), baru pake grammar yang benar.
[31/01, 07:50] tzetta kun:
Ada fakta lucu.
Aku punya temen yang bisa dibilang bahasa inggrisnya di SMA bagus banget.
Terus ketemu sama temen juga, tapi bukan orang Indonesia.
Orang Aussie.
Tu orang Aussie bisa bilang ke aku.
“I thought your friend, lil bit weird, I swear we never talk like that everyday”
🤣wkwk
[31/01, 07:55] dymar:
Nah... iya memang. 😂
Native lebih menyarankan ketika kita berniat belajar bahasa inggris untuk pertama kali pelajari macam2 daily expression dulu, grammar mah nggak terlalu krusial di sana, kecuali untuk penulisan karya tulis ilmiah ya, memang harus sesuai kaidah bahasa.
[31/01, 07:56] dymar:
Dan ekspresi2 sehari-hari jarang jadi pembahasan mendalam di sekolah. Mereka dituntut untuk hafal 16 tenses dan seabrek aturan grammar yg lain. Demi apa? Demi UAN dan UAS mereka nantinya...
[31/01, 07:57] tzetta kun:
Nah iya.
Temen gw itu bilang,
Sebenernya mereka gak bakal nyaman kalo ngobrol sama orang yang grammar banget.
Terkesan formal banget.
Dan gak cocok buat sehari-hari.
Gak bisa buat ngakrabin diri gitu.
Even joke nya jadi garing katanya.
wkwk
[31/01, 07:58] dymar:
😂 Gimme an example
[31/01, 07:59] tzetta kun:
Dia pernah ngomong “We're at the beach, I’m not your recruiter or a judges, just speak like you want to speak,”
Gw gak tau, dia bilang gitu aja.
Dia bilang “sometimes I didn’t get the joke from people like that” gitu.
[31/01, 08:01] dymar:
Nah jokesnya itu yg gimana contohnya? Sampe si bule bilang gitu... 😂😂
[31/01, 08:01] tzetta kun:
Ga tau deh, wkwkw
Kadang aku sendiri mikir, dia hiperbola kok.
Tapi gak tau ya kalo emang dia ngerasa gitu.
Kan aku bukan native.. hahaha.
[31/01, 08:03] dymar:
Bisa kubayangin pasti aneh banget jokesnya 🤣😂
Karena kalo hubungannya sama jokes udah pasti nyangkut budaya mereka kan?
Dan kalo sampe salah tempat, bisa menimbulkan kesalahpahaman bahkan bisa sangat menyinggung lawan bicara yg notabene punya budaya yg beda dg kita orang Asia.
[31/01, 08:04] tzetta kun:
Iyaaa hahaha
[31/01, 08:04] dymar:
Iya dia tersinggung mungkin... bisa jadi.
[31/01, 08:04] tzetta kun:
Iyaaa sih.
Soalnya jokes kan udah kek ada unsur budaya juga.
Unsur kebiasaan.
Gw gak pernah mau ngojokes sama orang luar, kecuali dia yang mulai, jadi gw bisa terusin yang bener.. hahahaha
[31/01, 08:09] dymar:
Nah.. langkahmu udah bener.
Karena native pun juga kalo aku perhatikan mereka jaga jarak sama obrolan yg mengandung jokes. Karena mereka gak pengen disinggung, juga gak mau menyinggung.
[31/01, 08:12] tzetta kun:
Back to Inggris di usia pendidikan awal.
SD aja. Hahaha.
No wonder banyak kursus di luar sana untuk belajar conversation, karena emang gak diajarin (di sekolah) selain tata bahasa adalah cara berkomunikasi, dan confidence.
[31/01, 08:20] dymar:
Nah bener. Karena ya itu tadi, tujuan adanya mapel bhs inggris di sekolah formal adalah mutlak buat persiapan lulus ujian doang. Fungsi kesehariannya paling cuma 20% yg mengena.
So i can conclude that even the students are very good in learning English at school, doesn't mean they know everything about English.
Pengetahuan yg diterima di sekolah cuma beberapa persen dari lingkaran utuh dalam mempelajari satu subjek.
[31/01, 08:30] dymar:
Pernah ada guru yg marah2 ke murid2 gara2 nggak paham sama penjelasan rumus2 fisika. "Kamu tahu jawaban soal itu dari mana?" Muridnya jawab jujur, "Dari guru les."
Maksudku, dari sisi si murid dia nggak salah karena memang dia nggak paham soal fisika terus minta tolong diajarin guru lesnya.
Cuman si guru tadi mikirnya beda, "Kamu boleh les di mana aja dan berapa kalipun dalam sehari. Tapi tujuan saya memberi kalian soal adalah untuk melatih pemahaman kalian. Jangan cuma pindah tempat bengong aja. Di sekolah bengong nggak ngerti, di tempat les juga sama aja. Ortu kalian bayar les mahal2 bukan untuk kalian pindah tempat bengong."
Guru itu ada benernya, niatnya baik nasihatin supaya murid2 itu paham arti menghargai.
Cuman maksudku gini, kita punya kekurangan dalam belajar subjek tertentu kan? Apalagi yg nggak kita sukai dan gak pengen kita dalami. Nasihat tadi seolah2 cenderung bermakna gini: buat apa kamu sekolah kalo ngerjain soal fisika gini aja gak bisa?
Pendekatan gurunya yg kurang tepat menurutku.
What do you think?
[31/01, 08:33] dymar:
Dan guru itu bilang: "saya buat soal ini untuk kalian, bukan untuk guru les kalian."
Ya kali semua anak disuruh pinter dalam segala bidang, bocorlah otaknya. 😅
Satu pemaksaan pola pikir yg belum bisa hilang dalam budaya pendidikan Indonesia.
Padahal belum tentu juga rumus fisika yg diajarkan tadi bisa sering mereka gunakan dalam kehidupannya sehari-hari.
Kebetulan sekarang ini perpus (tempat aku kerja) lagi difungsikan buat kelas darurat. Jadi aku sering banget ngamati guru yg lagi ngajar.. dan miris banget rasanya ketika guru memaksakan pola pikirnya ke anak2 itu.
Ini kejadiannya di jenjang SMP. Karena kebetulan aku kerja di SMPN.
[31/01, 09:05] tzetta kun:
Ya semua balik ke cara didik dan guru kita.
Seperti yang kita bahas dulu.
Kalau kita kumpulkan semua hewan di hutan, terus ujiannya cuma manjat pohon, paling kera yang nomor 1.
[31/01, 09:07] dymar:
Iya bener..
[31/01, 09:02] dymar:
Kalo ranahnya SD, pelajaran bahasa inggris itu nggak masuk mapel inti. Fungsinya hanya sebatas mulok.
Jadi memang belum dianggep terlalu penting peranan bhs inggris di SD.
Itu pandanganku dari sisi pendidikan.
Kalo kamu mandangnya gimana?
[31/01, 09:05] tzetta kun:
Yang ini di SD ku beda, udah mapel inti mulai dari kelas 4 SD, jadi 4,5,6 itu ada Bahasa Inggris.
[31/01, 09:06] dymar:
Di rapornya apa juga masuk ke kolom penilaian inti atau mungkin tetep mulok itu?
Itu SD negeri atau swasta/yayasan?
[31/01, 09:07] tzetta kun:
Masuk ke raport.
SD Negeri.
[31/01, 09:08] dymar:
Kok beda ya sama SDN di Kediri? 😅
Apa mungkin udah beda aturan dan aku aja yg kudet?
Karena setauku bhs Inggris di SD masuk muatan lokal.
***
( beberapa menit berlalu, karena dia lagi klarifikasi ke temennya yg kerja di salah satu SD barangkali )
***
[31/01, 09:41] tzetta kun:
Owh iya mulok
[31/01, 09:42] dymar:
Ya kan...
[31/01, 09:43] tzetta kun:
Iyaaa.
Tapi ada di jam pelajaran.
Dan masuk rata2 rapor sih.
Jadi bisa dibilang inti.
Bukan kayak eskul.
Soalnya ujian sekolah pun ada bahasa inggris.
[31/01, 09:46] dymar:
Iya memang masuk rapor cuman masuknya di kolom penilaian mulok. Bukan inti.
***
Nah jadi gitu gaes hasil diskusinya.
Jadi kesimpulannya, belajar memang udah seharusnya nggak hanya melulu di pendidikan formal aja ya gaes. Kalian boleh mengembangkan apa aja yang kalian minati di luar pendidikan formal. Karena ada yang pernah bilang kalau, "Ijazah itu adalah bukti bahwa kalian pernah mengenyam pendidikan di sekolah, bukan bukti bahwa kalian pernah berpikir."
Jadi, punya ijazah aja nggak cukup.😅
Tetap membaca dan kembangkan potensi kalian, ya. Abaikan mulut-mulut netijen di luar sana. 😅
Bye, guys. Stay healthy... 😊
***
Anyway, kalau menurut pandangan kalian gimana; khususnya terkait pelajaran Bahasa Inggris di sekolah?
Share di sini yuk...
What do you think about English subject at school?
tzetta kun ? berasa anime hihihi
BalasHapusJyah.. 😂 gagal fokus A'?
HapusKebetulan saya kerja di bimbel bhs Inggris, dari apa yang saya lihat orang tua memasukan anaknya ke tempat les khususnya bhs inggris agar nilai bhs inggris di sekolahnya bagus. Saat pertama kali mendaftar, orang tua pasti tanya apakah buku yang diberikan sesuai dengan di sekolah. Yang les bahasa inggris conversation malah mereka yang sudah lulus kuliah atau kerja. Alasan mereka saat di sekolah hanya diajari grammar yang benar untuk buat kalimat bukan untuk bicara.
BalasHapusNah betul mbak. Kebanyakan ortu berpikirnya demikian. Les demi tuntutan nilai anaknya di sekolah. Dan kalo anaknya nggak pinter2 yg disalahkan guru lesnya... miris banget liat sistem yg seperti itu. Bahkan ada juga kejadian, guru sekolah yg merangkap sbg guru les, dan kalo muridnya nggak mau les di tempat guru itu maka nilainya di rapor terancam diberi nilai jelek. Kadang aku gak habis pikir dg cara berpikir orang-orang semacam itu. Guru berjiwa penyamun mungkin ya... 😥
HapusMending belajar bhs inggris lewat Mr. D 😂😂
BalasHapusMr. D siapa bang?
HapusI think it's not good, coz.they just learn theory, especially myself.. :D
BalasHapusI see... 😃
HapusMenurut saya pendidikan sebetulnya lebih ke bagaimana mempelajari ilmu untuk kecakapan hidup.
BalasHapusTapi faktanya sistim pendidikan memang mengharuskan semua materi terselesaikan dan siswa dapat menyelesaikan soal. Kepintaran siswa diukur dari kemampuannya mengerjakan soal.
Entah harus dari mana memperbaiki kondisi ini
Terima kasih bunda opininya...🙏😃
HapusMemang akar masalahnya ada di sistem pendidikan. Udah gak karuan dari root-nya. Buahnya udah pasti bisa ketebak gimana jadinya. Miris....😥