Review Novel R.I.P (rest in promise) ala M. Anton Surya

Novel RIP, cover asli warna putih.


Minggu, 17 Februari 2019, tepat sebelum adzan magrib berkumandang, gue menerima deretan pesan daring di aplikasi WhatsApp. Sekitar 10 pesan dalam satu kali terima (kalau tidak salah hitung...Hahaha). Ternyata dari seorang kawan. Dia sempat berkabar kalau sedang terjangkit tipus. Walau begitu, nggak padam, lho, niat dan semangatnya untuk merampungkan novel RIP sampai tanda baca terakhir. Bahkan dia tidur pun sebelahnya RIP, hahaha (untung nggak dibuat bantalan). Wah, salutlah sama kawanku ini. Kita doakan bersama semoga dia lekas diberi kesembuhan, ya. Amin.

Beribu terima kasih karena sudah meluangkan waktunya untuk membaca dan memberi ulasan testimoni serta review kilat atas terbitnya novel RIP.

Kenapa gue mewakilkan dia buat nulisin ulang review-nya di sini? Karena beberapa alasan terkait ini dan itu yang rasanya kurang etis kalau gue jabarkan di sini. Tapi gue udah sempat meminta izin ke dia kok, dan dia bilang, "Gak apa-apa. Maaf ya, cuma bisa review lewat pesan WA."

It's okay. I really appreciate it, anyway.

Berikut adalah rangkuman dari review novel RIP ala M. Anton Surya:


(Gapapa, ya, gaes, kalau gue tulis apa adanyaπŸ˜ƒπŸ™... namanya juga review singkat. Maklumin yak, ini review ala-alaπŸ˜‚)

NB: ini versi Bahasa Indonesianya, gaes. Karena review yang asli pakai Bahasa Inggris (eh jauh banget). Bukan ding. πŸ˜‚ Pakai Bahasa Jawa dong. Wong Jowo tulen ngono, lho.

Yaudah, cekidot!

"Aku baru selesai baca bukumu. Pakem klasik ternyata. Cinta menang. Ending-nya ketebak sad end (walau ternyata salah nebak)."

"Aku kira karena judulnya ngeri, ending-nya juga bakal ikutan ngeri."

"Sukses bikin nangis, sih. Tangis laki-laki itu jujur, Mar."

(Iye, percayaπŸ˜‚.. maapin ya air matamu jadi terbuang karena RIP. Sebagai emaknya RIP aku tersandung... eh, bersenandung. Trims.)

"Andai aku nggak lagi sakit, mungkin bisa kelar dalam 3 hari bacanya. Lha wong sehari aja udah bisa abis 100 halaman lebih."

(Mantap)

"Dan punya kesimpulan sendiri dari pengalamanku baca novel/buku, kalau pas baca bisa ngalir dan nggak kerasa udah habisin banyak halaman dan pengen terus baca sampai selesai, tandanya buku yang kubaca itu bagus. Apik. Dan syarat ala aku tadi ada di bukumuπŸ‘."

(Makasih..😍 double makasih)

"Alur cerita, alur waktu, sumpah udah kayak film pro. Aku bisa ngebayangin tiap detailnya. Nilai plus untuk karya pertama. Salut!"

(Asyik)

"Sekarang input-nya, ya. Semoga membangun."

(Siap)

"Alur yang apik tadi jadi keganggu momennya karena nama-nama panggilan yang beda-beda itu (satu orang bisa dipanggil dengan 2 nama panggilan yang beda oleh orang tertentu). Jadi kesannya makin ke belakang tu kayak: lagi enak-enaknya berimajinasi, ngebayangin adegan demi adegan, scene demi scene, sampe larut dalam ceritanya tiba-tiba harus berpikir keras mengingat-ingat, "Nama ini tadi sebutannya siapa, ya?" Itu kayak ngerusak lamunan banget. Buyar..😁 Trus jadi semacam menciptakan ilusi seolah-olah pemeran utamanya banyak, padahal intinya cuma berputar pada 3 tokoh (Juna, Arum, Yudhis)."

"Aku yakin kamu sendiri juga harus mengingat-ingat dulu, dan nggak bisa langsung hafal di luar kepala nama-nama panjang dan cukup beragam tadi. Misal: terkadang ketika waktunya nulis nama Rama nyebutnya jadi Juna, padahal biasanya manggilnya Rama. Sekali lagi, komentarku ini subjektif banget, lho."

"Kalau alasanmu buat mengangkat budaya lokal (dalam penyebutan nama yang banyak tadi), kenapa umpatan dan kata-kata kasarnya aja yang di-up? Sementara di Kediri bahkan Surabaya, kata "Berengsek" hampir nggak pernah dipakai. Trus diksi Bahasa Jawa Krama yang di awal-awal itu agak banyak dan semakin ke belakang semakin hilang, kurang konsisten gitu, menurutku. Sekali lagi, ini subjektif."

(Oke, FYI, untuk alasan kenapa aku buat nama panggilan tiap tokohnya beragam adalah karena aku pengen mencoba mengangkat budaya/kebiasaan lokal orang Kediri. Contohnya seperti namaku, ortu manggil aku "Ulfa" (nama kecil), temen-temen ada yang manggil "Connik", "Dymar", "Dym", dll. (Cuman sejauh ini belum ada yang manggil aku dengan nama "Umaha" πŸ˜‚ entah kenapa) Nah yang seperti itu maksudku yang pengen aku tonjolkan di RIP. Tapi agak gagal sih memang, dan nggak tersampaikan dengan baik ke pembaca, karena memang nggak aku berikan definisi singkat di sana. Untuk yang ini, aku pasti perbaiki untuk cetakan berikutnya. Makasih banyak buat kalian yang juga punya persepsi yang sama, dan maafkan aku udah ngrepotin kalian dengan nama-nama itu. Hehehe. Oh ya, untuk umpatan yang khas Jawa banget, aku no comment karena memang bukan itu yang pengen aku tonjolkan. Itu cuma sekadar bumbu penyedap cerita aja. Harap maklum, ya.)

"Saranku: coba nonton film India, Mar. Rata-rata plot twist-nya "gila". Bisa buat referensi. Trus bisa muasin penonton walau nggak happy ending."

(πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚ Aku? Disuruh nonton India? Nunggu hidayah dulu kali, ya. (Entah si hidayah datengnya kapanπŸ˜‚) Kamu tahu, kan, aku ini idealis parah. Dan aku lebih suka dikatain maniak idealis daripada disuruh nonton film India. Kenapa? Entahlah, mungkin aku alergi. Nggak banget lah. Tapi trims buat saran dan rekom judul film yang udah kamu kasih tadi. Kalau pas inget, ntar coba aku cari deh trailer-nya, ya.)

"Klimaks cerita pas bikin mewek juga terlalu di akhir."

(Trus maunya gimana? πŸ˜‚)

"Maksudku, dari pengalamanku baca buku, rata-rata bikin nangis tuh pas di tengah-tengah cerita. Seperti Pingkan dengan cicak-cicak di kamar Sarwono, kematian Mbah Suradira (di buku Layla), pengkhianatan Hayati, Ibu - terusirnya Buya Hamka, Dilan - juga di akhir sih bikin nangisnya, tapi kan ada buku 2-nya. Sekali lagi, pendapatku ini subjektif banget, lho. Karena referensiku soal novel masih dikit banget, jadi pembandingku sedikit."

"Begitulah, sedikit review dari pembaca awam, ya, Mar. Semoga barokah.πŸ™"

***

Keren, gue suka review yang jujur. (Serius)

Karena sangat bermanfaat buat perbaikan diri dan tulisan gue ke depannya.

Beribu terima kasih gue sampaikan buat temen-temen yang udah meluangkan waktunya nulisin review, kasih testimoni, dan tentunya membaca RIP dengan sepenuh hati. I really appreciate it. I owe you one.

Terima kasih banget udah menerima RIP dengan segala kekurangannya. πŸ™

Last but not least, gue sempet nanya ke Anton sama sahabat gue yang satunya, namanya Tami, tentang scene mana yang jadi faforit mereka di RIP.


Okay, ladies first.

Tami:
"Pertama, aku suka pas waktu di RS (Yudhis udah sadar dari koma) trus Juna ngaku dan ketahuan kalo sebenernya Una masih hidup. Pas Juna ngejar Arum sampe trotoar, rasanya sebagai pembaca aku deg-degan banget sekaligus lega, gitu."

(Ini jadinya malah spoiler nggak sih?πŸ˜‚πŸ˜‚ maapin ya)

"Kedua, pas Arum tidur (karena habis nggak sadarkan diri karena sindromnya kambuh), trus Juna nungguin sampe Arum bangun. Ketiga, pas di ending-nya."

(Nah ending-nya gue sensor ya gaes. Biar nggak spoiler 2 kali.πŸ˜‚πŸ˜‚)

Anton:
"Hm, scene faforit yang mana, ya? Masa' kujawab scene "selamat tinggal" lagi? Soalnya itu sih yang sukses bikin nangis. Kayak udah pasrah banget dan seolah nggak ada jalan lain lagi selain nyerah."

(Hm, okelah.)

"Ekspektasi pribadiku pengennya sad end. Paling nggak endingnya nggantung antara sad dan happy, kayak Hujan Bulan Juni, gitu. Tapi serius, ceritamu di RIP tuh bagus, keren, ngalir banget dan enak dinikmati. Cuman entah kenapa aku pengennya sad ending aja, gelap dari awal sampe akhir. Hahaha..."

(Baiklah, baiklah, silakan imajinasikan sendiri versi sad end kamu, ya. Hahaha.)

***

Kalau menurut kalian gimana?

Yang udah kelar baca RIP, bagikan juga dong scene faforit kalian di kolom komentar. πŸ˜‰

Big thanks! 😊

***

Untuk pemesanan novel RIP bisa klik informasi lebih lanjut di tautan berikut:
Telah Terbit RIP - Rest In Promise: Sebuah Novel, Oleh Dymar Mahafa

Komentar

  1. Aku belum baca mba dym, hii... entahlah. Kayaknya harus cari semangat buat baca buku2 lagi duh.
    Btw, sukses utk novel pertamanya ya mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sip2.. makasih banyak mbak Ci πŸ™πŸ˜„

      Hapus
  2. Huah... keren. sukses mbak, moga segera lahir karya the best selanjutnya ya ^^

    BalasHapus
  3. Wow jadi pengen baca juga 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silakan kak Izza, bisa langsung pesan.. πŸ˜ƒ

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

What Do You Think About English Subject At School?

Kanvas Kata Kita: Dari Dymar, Oleh Dymar, Untuk Hiday Nur

Lara dan Alam Lain