Berbagi Cerita Tentang Hari-hari; alias Curhat

Di antara dera rutinitas terkadang ada saat di mana diri sendiri butuh teman berbagi cerita tentang hari ini, atau hari kemarin.

Curhat.

Tapi tahu nggak, seringkali kita lupa kalau orang lain juga punya kebutuhan yang sama; curhat. Membagikan cerita, kabar baik sampai kabar buruk, semua orang butuh orang lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 

Ketika curhat, kita berharap orang lain juga merasakan apa yang sudah kita alami, rasakan, dan jalani. Tetapi sadar nggak kalau cerita yang kita bagikan tadi punya potensi yang cukup besar untuk membebani pikiran serta perasaan lawan bicara?

Membebani dalam artian: tiap individu punya masalah, ketika seseorang merasa buntu mencari solusi, dia pasti ingin sekali curhat, bukan? Membagikan masa-masa sulitnya kepada teman-teman dekat dan keluarga, berharap beban dalam batinnya bisa sedikit berkurang setelah dilepaskan melalui curhat.

Tapi tahukah apa yang terjadi pada batin lawan bicara? Beban batin mereka justru bertambah setelah mendapat curhatan dari kita. Mereka juga memendam masalahnya, kemudian tiba-tiba dihampiri oleh seseorang yang kurang peka terhadap situasi, yang sangat ingin didengar tapi nggak mau balik mendengar, yang hanya ingin memamerkan masalahnya kepada orang lain, curhat, curhat dan curhat sampai hatinya merasa lega. Bagaimana andaikata kamu berada di pihak mereka sebagai si pendengar? Dijadikan wadah pembuangan toksik. Bisa tahan berapa lama dengan efek yang timbul setelahnya?

Nggak semua orang dipilih untuk menjadi pendengar masalah orang lain. Bahkan yang akan lebih tersiksa adalah mereka yang merupakan seorang empath. Jiwa perasa yang mereka miliki bisa jadi bumerang untuk diri  mereka sendiri. Dengan mendengar curhatan orang lain, sama saja mereka menyodorkan energi positif yang mereka punya untuk kemudian digantikan dengan energi negatif dari lawan bicara.

Apa yang kemudian terjadi?
Gampang kelelahan, karena energi yang mereka punya habis dilahap energi-energi di luar kendali mereka.

Jadi, pikirkan ulang kalau ingin curhat. Pastikan satu, orang yang hendak kamu curhati pernah merasakan dan mengalami apa yang sedang kamu curhatkan. Jika memang kamu nggak lagi menemukan teman curhat, cukup bagikan masalah itu kepada Yang Maha Tahu. Cukup Tuhan saja yang tahu. Nggak perlu membebani orang lain dengan curhatan. Mereka bukan tempat sampah pembuangan toksik darimu, begitupun sebaliknya.

Just let your own problems naturally unfold.
Accept yourself as you. No matter what happened. You're gonna be just fine.


***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

What Do You Think About English Subject At School?

Kanvas Kata Kita: Dari Dymar, Oleh Dymar, Untuk Hiday Nur

Lara dan Alam Lain