Anggap Semuanya Hanya Rekaan

Anggap semua yang kuceritakan
hanya sebatas kisah rekaan
Fiksi tentang si anu dan si ana
yang hidup bahagia selama-lamanya
adalah dongeng sebelum tidur
Anggap saja ceritaku melantur
Kau pun tahu, "Tak ada hidup sebahagia dan selama itu"
Kecuali di surga

Siapa yang tahu apa yang terjadi dengan surga
Setelah sangkakala
Setelah kebangkitan
Setelah persaksian
Setelah persakitan, siksaan

Siapa ingin tinggal di surga?
Retoris!
Siapa penghuni neraka jika semua ingin ke surga?
Tunggu, lantas akan menjadi apa dunia setelah semesta binasa?
Rahasia
Aku pun tak berhak ingin tahu

Tak penting membahas soal siapa atau apa
"Mengapa tercipta surga dan neraka?" sama halnya dengan "Mengapa tercipta aku, kau dan mereka?"
Kebenaran itu disimpan rapat
Siapa berhak menyingkap?
Tak terpikirkan tanya itu karena lisanmu sibuk berdebat soal siapa atau apa yang berhak duduki singgasana
Adakah untungnya bagi seorang hamba jika akhirnya penentu segala kuasa tetaplah Yang Maha Esa?

Sekalipun para ulama berkelana dengan toa Menyibak cerita perihal kesalihan seorang hamba
Mengukur tiap senti pahala dan dosa lampaui kewajiban sepasang malaikat
Hingga begitu bangga mengaduk isi surga dan neraka dengan tutur kata
Seperti sudah pernah ke sana
Seperti sudah sebegitu yakin kaki itu kelak menginjak lantai nirwana
Mengabaikan jemaat yang belum kenyang menelan tanya tanpa jawaban
"Pantaskah aku?"
"Pantaskah engkau?"
"Pantaskah mereka?"

Sekarang sudah tak penting lagi cerita itu
Sudah basi, sudah koda, kadaluarsa
Karena milenial sudah lupa soal bagaimana nyawa mereka diperlakukan selama bernapas di ruang fana;
Kehidupan beserta isinya

Ibadah sekadar kata mutiara
yang rajin disebar di dunia maya
Melukai privasi sesama hingga turut campur akan urusan akhiratnya
"Dosa kalau kau tak mau ibadah"
Lantas bagaimana dengan sesamamu yang belum memeluk keyakinan manapun?
Katakan, siapa penimbang dosa dan pahala?
Jelas bukan lisanmu penentu segala urusan semesta
Lisanmu cuma pandai berucap, menyakiti hati sahabat, sesamamu

Seberapa berharga tiap embusan napas bagi mereka yang bernyawa?
Tak pedulikah soal bagaimana menjadikan napas itu berharga?
Daripada sibuk menyebar rekaan soal siapa atau apa yang pantas mendapat surga
atau dipeluk api neraka

Anggap saja aku bayi yang baru belajar bicara
Yang begitu bangga mengucap kata pertama
Sekalipun masih terbata-bata
"Apa itu surga?"
"Apa pula neraka?"
Aku pun tak tahu bagaimana menjelaskan tanpa terkesan seolah fiksi belaka
Karena mata belum pernah melihat
Sekalipun kepalaku tak cukup mampu membayangkan
Sekadar memimpikan pun tak pantas
Sekalipun mereka yang telah berpulang tak mungkin sudi berbagi cerita
Soal bagaimana keadaan surga
atau apa yang terjadi dengan suhu dalam neraka
Kecuali mereka yang suri; mati beragan
Tetapi siapa peduli?
Tak cukup bukti
Biarlah nanti kutemukan dulu satu cara
supaya mudah akal menerima

Kecuali cerita dongeng majalah Bobo,
anggap semua yang telah kuceritakan
hanya sebatas ninabobo
Tak ada hidup sebahagia dan selama itu
Kecuali cerita selepas purnama purna
Entah dunia apa nun di mana
Pasrah saja, mengalah turuti kehendak-Nya


Kediri, 4 Oktober 2019. 15:44 WIB

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lara dan Alam Lain

What Do You Think About English Subject At School?

Dia Dan Alegori