Sebentuk Abstraksi Telah Muspra
Kamu tahu tidak, kala garpu tala
beradu. Getaran nging masuk telinga
Bersama limapuluh satu
lebah madu. Sedang pesta sabu
Ketika pola pikir yang kusut,
bersungut. Menggerutu
Gelombang ultrasonik menembus sekat
kelambu. Dua lisan beradu. Saling
mengumpat
soal badai dua puluh tujuh tahun yang
lalu
“Aku menyesal menikah denganmu!”
Terdengar debam pintu. Lalu
“Buat apa melahirkanku?”
Takdir duduk bersama pilihan
Karena dalang semesta adalah Tuhan
Lahir, hidup, mati, perjodohan
sudah di tangan. Blue print rencana Tuhan
telah digariskan. Tak ada ganggu gugat
Mereka pikir bisa berkata, “Tuhan
salah alamat,
jodohku bukan dia!” Sesal mengumpat
Tidak, pikiran sudah buta akan
janji wali dalam bakti. Kurang sabaran
Pernikahan bukan mainan, Tuan
Yang bisa dibeli lalu dilupakan
Dibuang seperti kulit kacang
Lalu yang baru, datang
“Cinta, dari hati tak lekang.”
Persetan!
Pernikahan macam apa yang ingin
dua insan bina? Di atas angin
dingin, beku, kaku, dalam naung iglo
Cinta sekadar bumbu, bukan tombo
Sigaraning nyowo cuma woro-woro
Formalitas! Jari manis terikat logam
emas berlian. Deret kasih asam garam
bukan headline ngobrol semalam
Kamu tahu tidak, kala dua
jemari renta tak lagi menunjuk visi
seia
Bersama tigapuluh kalender masehi
Yang dilingkari silangan gengsi
“Kamu yang salah!” “Kamu!” “Kamu!”
Terdengar debam pintu. Lalu
“Buat apa melahirkanku?”
Kediri, 19 Agustus 2019. 10:53 WIB
Komentar
Posting Komentar