Tentang Buah Pernikahan

Banyak yang berkata
Lekas berkeluarga supaya hidupnya samawa
Makna kata samawa pun hanya tinggal kata mutiara
Tak satupun yang mampu menerapkan hakikatnya

Pernikahan belum mesti merupakan jaminan kebahagiaan
Kesempurnaan suatu ikatan antara gadis dan perjaka
Adalah setumpuk fatamorgana
Sarang pemintal janji buta
Yang mengatasnamakan kata setia

Buru-buru itu untuk apa sebenarnya?

Banyak yang menuntut
Sudah cukup usia, sudah waktunya
Arti cukup usia pun tak ada yang merasa
Yang bertanya pasti dianggap sebagai pasien rumah sakit jiwa
Ibaratnya kesabaran ini serupa dokter jiwa saja
Ingin rasanya menyuntikkan obat penenang segera setelah kalian semua menggila dengan deret tanda tanya

Generasiku dan generasimu berbeda
Tidak bisakah diterima saja tanpa tanda tanya?
Garis Tuhan bukan lisanmu penentunya
Jadi, berhentilah meneteskan setitik nila ke dalam susu sebelanga

Banyak yang mencibir
Umur sudah banyak
Namun tak ada usaha mencari pendamping yang layak
Maaf, bisa tidak otakmu sesekali dipindahkan ke bibir?

Mencari pendamping yang layak dalam arti yang bagaimana
Mudah sekali lisan berujar
Seperti hendak menyuruh pergi ke pasar

Sia-sia saja menjawab tanyamu
Kesabaran ini bukan daun pintu
Yang bisa dibuka untuk kemudian dipalu

Pernah aku berandai
Bagaimana bila pernikahan tak pernah ada
Bagaimana bila Adam dan Hawa hanyalah tokoh rekaan semata
Bagaimana bila tak ada gadis, tak ada perjaka
Bagaimana bila kejadian di muka bumi hanyalah fiktif belaka
Dan jika ada kesamaan nama
Maka itu semua hanya kebetulan semata
Tidakkah kau penasaran apa jadinya dunia tanpa itu semua?

Atau begini saja
Bagaimana jika kalian semua,
Yang berlagak layaknya jaksa
Yang berbicara seperti malaikat pencabut nyawa
Yang berkacak pinggang membanggakan kebahagian di atas derita para tuna asmara
Yang suaranya serupa polusi udara
Yang lisannya tak pernah puas mengumbar lava
Bagaimana jika kalian semua tak usah menikah saja

Baguslah bila kau tersinggung
Supaya indera perasamu yang tak bertulang itu
Tak seenaknya lagi melantunkan kidung badung

Maaf saja jika aku lancang bicara
Hanya saja miris rasanya melihat hasil akhir dengan mata kepala
Jika buah hati pada akhirnya menjadi tanggung jawab orang tua kedua
Jika tata krama pada akhirnya hanya menjadi sebentuk alergi yang menular
Pasangan muda merasa bangga saat gagal bertahan diantara kata samawa
Mencari pengganti dan mengumumkan pernikahan kedua
Sudah bukan rahasia awak media

Tindakan tak sejalan dengan kata mutiara
Ke mana perginya kata samawa?
Lantas, mau ditaruh di mana itu muka?
Apa bedanya dengan para tuna asmara?
Setidaknya tuna asmara bisa naik derajat berlipat-lipat
Lebih baik daripada mengabadikan perilaku bejat
Dalam balut cincin emas dan seperangkat alat sholat

Cukup usia bukan jaminan predikat dewasa
Pernikahan tak serupa pergi ke bilik jamban
Mengarungi bahtera rumah tangga tak serupa jalan-jalan ke tempat wisata
Perjanjian agama tak serupa menggadaikan surat-surat berharga
Meletakkan perasaanmu padanya begitu saja
Sejatinya demi jaminan apa?
Harta benda? Tahta? Atau hanya demi nafsu belaka?

Jika hanya mengotori makna renjana, lebih baik urungkan saja
Tak perlu susah payah menghamburkan uang demi kehancuran generasi bangsa
Gelar resepsi hingga habis puluhan juta
Namun setelah api asmara tak lagi membara
Perpisahan selalu menjadi pilihan satu-satunya

Mengorbankan buah hati yang masih belia
Yang belum mengerti isi dunia
Belum mengenal betul siapa Tuhannya
Tapi sudah menyaksikan Papa dan Mama tinggal di tempat yang berbeda
Kira-kira apa yang ada di hati kecil si buah cinta?

Tanpa sadar sudah kau toreh sayat-sayat luka
Tanpa sadar teladanmu itu serupa jamban yang dibiarkan terbuka
Berbau busuk lagi tebal muka
Bersatu kita teguh, kalau bercerai sih sudah biasa lah ya

Serupa penyakit menular yang belum ditemukan penawarnya

Serupa virus difteri dan rubela
Menjangkiti generasi bangsa dan negara
Siapa lagi mereka jika bukan anak-anakmu tercinta

Sudahkah berkaca sebelum melontar kata-kata?
Sudahkah berpikir sebelum melempar tanya?
Tolong pikirkan perasaan orang lain juga

Bisa, ya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

What Do You Think About English Subject At School?

Kanvas Kata Kita: Dari Dymar, Oleh Dymar, Untuk Hiday Nur

Lara dan Alam Lain