Pesisir Gawai dan Wi-Fi
Bagi mereka yang lapar, makanan dikunyah demi mencapai kata kenyang
Tanpa tertarik lebih dalam perihal makna di balik kenyang yang sebenarnya
Karena sejatinya jiwa juga butuh makanan yang mengenyangkan, tak hanya raga
Bagi mereka yang kurang lapar, atau belum merasa lapar sama sekali, makanan dicerna hanya demi mengisi kekosongan perut semata
Entah rasanya hambar, kurang garam atau bagaimana, lidah tak lagi berminat mengikat rasa
Atau bisa saja lidah sudah mati rasa, tak lagi berselera merasai rasa?
Hidup ini sejatinya untuk apa, hingga nyalanya temaram, samar, hilang rasa, hilang karsa, hilang selera
Jika apa-apa saja tak bisa dieja (bahasa alay), tak puas paras dipuja (foto selfie), tak jeli mata membaca (korban hoax), jika salah tinggal berkata tak sengaja (komentar pedas sosial media), sudah begitu ingin hidup yang bersahaja
Ah-- mana Tuhan rela?
Ada-ada saja
Apa makna bekerja?
Uang memang raja, tetapi kakinya tak berarti harus disembah dan dipuja
Gila, yang benar saja!
Populasi dikotakkan dalam kategori dungu dan sok tahu
Masyarakat milenial yang lapar pengakuan lagi haus ketenaran (unggahan viral dan sosial media)
Bagi mereka yang haus pendidikan, mereka yang pintar, pengetahuan dipelajari hanya demi ijazah selembar
Sudah tak awas lagi dengan hakikat menimba air pendidikan yang sebenarnya
Bagi mereka yang kurang haus pendidikan, mereka yang kurang pintar, atau belum terpanggil untuk menjadi pintar, pengetahuan semata-mata diserap hanya demi mengisi bejana kosong dalam kepala
Air mana yang ditimba, menjadi penentu citra diri masing-masing hamba
Apakah menimba air samudra, atau air keran, atau melalui pompa, air sumur, air genangan, atau air saliva (omong kosong belaka)?
Kesemuanya sama-sama berlomba mencapai kemunduran
Betapa tidak?
Generasi saling abai, bertangankan gawai
Tak ada Wi-Fi, tambatan hotspot pun dibuai
Generasi menutup mata
Serupa malam tanpa pelita
Merangkak, meraba-raba di tengah pesatnya laju pancaroba media (pergantian isu yang sebentar panas, sebentar dingin)
Tata krama serta etika, menjadi budak elektronika
Apa jadinya dunia tanpa manusia?
Akan baik-baik saja ku rasa
Memang benar tak ada hidup yang bebas hambatan
Nyawa memang diberikan-Nya secara percuma, dan dunia sudah serupa toko serba ada
Tetapi dari sekian banyak hingar bingar yang merajalela, adakah di dunia yang diberikan dengan percuma? (gratis)
Mimpi saja!
Hidup menjelma pilihan-pilihan yang abstrak
Jika tak makan, ya dimakan (penistaan rakyat papa)
Jika tak menggali, ya digali (diperas, dimanfaatkan)
Jika tak lagi menguntungkan, ya disingkirkan (buruh/pekerja)
Habis manis sepah dibuang
Pernahkah terpikir mengapa permen karet lepas dikunyah lekas dimuntahkan?
Karena manisnya hanya sementara
Coba manisnya tahan lama, mau mengunyah sampai tua? (mengecap nikmat selamanya)
Semuanya terbatas masa, tak ada bahagia selamanya
Ini bukan kisah Cinderella dengan kereta kencana
Tetapi lebih tepat jika bersudut pandang Memoirs of Geisha
Seperti kehidupan dan nyawa
Yang hanya dipinjamkan, bukan dimiliki
Yang sifatnya fana dan sementara
Semuanya akan kembali, bukan kekal lagi abadi
Demi masa
Gunakan sebagaimana mestinya
- Pesisir Gawai dan Wi-Fi -
Oleh: Dymar Mahafa
Komentar
Posting Komentar