Ego
Hal bodoh tak masuk akal yang sering kudengar
Perdebatan melulu berakhir seperti ini
Yang entah akarnya ada di mana
Dan akan tumbuh seperti apa
Walau aneh jika buahnya dikecap dengan nikmat
Padahal rasanya sepah, tetap saja ditelan
Bibir-bibir itu menyesap rasa curiga
Sementara mulut menyantap syak wasangka
Kenyang dengan menu yang itu itu saja
Setiap hari, setiap kali bertemu muka atau bertegur sapa
Nyaris tak ada jeda antara lisan dan kata-kata
Walau tak selalu jelas apa maknanya
Berhakkah diri mengutarakan kemutlakan?
Diksi itu terlalu tinggi, bukan?
Mutlak hanya diperuntukkan untuk Dia Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa
Atau berhakkah jari melempar tudingan?
Perihal ketidaksempurnaan dan telinga yang mendengar namun tuli atau mata yang melihat namun terbutakan
Label baik dan buruk, bisa jadi relatif
Empati serta simpati, mungkin saja objektif
Namun sayang sekali jika lisan menggugat ciri melalui motif yang negatif
Atau mencoba meneliti hal positif dengan sudut pandang subjektif
Atau secara sepihak menyebut keduanya sebagai hak prerogatif
Apakah ini lisan yang hiperaktif ataukah akal yang terlampau pasif?
Segala substansi memiliki ciri
Kelebihan serta kekurangan saling bersinergi
Jika ada yang lebih baik, tak berarti yang lain menjadi lebih buruk
Jika yang lain adalah yang terbaik, bukan berarti yang satu boleh dihakimi sebagai yang terburuk
Alam senantiasa menyeimbangkan dua energi (Yin dan Yang)
Sudah semestinya kelebihan dan kekurangan saling mengasihi
Dan lagi, kau ini manusia yang dilengkapi akal dan hati
Sudah tentu tak serupa seekor sapi atau batang padi
Sekalipun sapi, ia masih punya hati
Batang padi pun makin merunduk ketika berisi
Mengapa kepentingan diri menjadi setingkat lebih tinggi dari bisik hati nurani?
Hati terbuat dari besi, lisan menjadi senjata untuk saling menyakiti
Dan kadarnya kian meningkat hari demi hari
Sumber Daya Manusia dalam kotak apati
Berpegang pada ideologi negeri, ah sudah basi
Bibit idealis tumbuh subur bersama deret pemikir kritis sebagai topeng nasionalis
Pencetus konten rasis bersama ide-ide sadis
Di depan sorot media, iblis tersenyum narsis
Nyaris tak ada ruang bagi katarsis untuk sekedar eksis
Semoga diri terhindar dari dengki dan iri
Kendalikan emosi, agar tak merugi
Latih intuisi guna introspeksi
Jadikan hati sebagai fondasi mawas diri
Sejatinya bumi ini juga akan kembali
Kehadirat Dzat Yang Maha Suci
- Ego -
Oleh: Dymar Mahafa
Perdebatan melulu berakhir seperti ini
Yang entah akarnya ada di mana
Dan akan tumbuh seperti apa
Walau aneh jika buahnya dikecap dengan nikmat
Padahal rasanya sepah, tetap saja ditelan
Bibir-bibir itu menyesap rasa curiga
Sementara mulut menyantap syak wasangka
Kenyang dengan menu yang itu itu saja
Setiap hari, setiap kali bertemu muka atau bertegur sapa
Nyaris tak ada jeda antara lisan dan kata-kata
Walau tak selalu jelas apa maknanya
Berhakkah diri mengutarakan kemutlakan?
Diksi itu terlalu tinggi, bukan?
Mutlak hanya diperuntukkan untuk Dia Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa
Atau berhakkah jari melempar tudingan?
Perihal ketidaksempurnaan dan telinga yang mendengar namun tuli atau mata yang melihat namun terbutakan
Label baik dan buruk, bisa jadi relatif
Empati serta simpati, mungkin saja objektif
Namun sayang sekali jika lisan menggugat ciri melalui motif yang negatif
Atau mencoba meneliti hal positif dengan sudut pandang subjektif
Atau secara sepihak menyebut keduanya sebagai hak prerogatif
Apakah ini lisan yang hiperaktif ataukah akal yang terlampau pasif?
Segala substansi memiliki ciri
Kelebihan serta kekurangan saling bersinergi
Jika ada yang lebih baik, tak berarti yang lain menjadi lebih buruk
Jika yang lain adalah yang terbaik, bukan berarti yang satu boleh dihakimi sebagai yang terburuk
Alam senantiasa menyeimbangkan dua energi (Yin dan Yang)
Sudah semestinya kelebihan dan kekurangan saling mengasihi
Dan lagi, kau ini manusia yang dilengkapi akal dan hati
Sudah tentu tak serupa seekor sapi atau batang padi
Sekalipun sapi, ia masih punya hati
Batang padi pun makin merunduk ketika berisi
Mengapa kepentingan diri menjadi setingkat lebih tinggi dari bisik hati nurani?
Hati terbuat dari besi, lisan menjadi senjata untuk saling menyakiti
Dan kadarnya kian meningkat hari demi hari
Sumber Daya Manusia dalam kotak apati
Berpegang pada ideologi negeri, ah sudah basi
Bibit idealis tumbuh subur bersama deret pemikir kritis sebagai topeng nasionalis
Pencetus konten rasis bersama ide-ide sadis
Di depan sorot media, iblis tersenyum narsis
Nyaris tak ada ruang bagi katarsis untuk sekedar eksis
Semoga diri terhindar dari dengki dan iri
Kendalikan emosi, agar tak merugi
Latih intuisi guna introspeksi
Jadikan hati sebagai fondasi mawas diri
Sejatinya bumi ini juga akan kembali
Kehadirat Dzat Yang Maha Suci
- Ego -
Oleh: Dymar Mahafa
abooot
BalasHapus👍 terima kasih.
Hapus