Suara Hati Misteri

Ada yang mengganggu pikiranku.

Sejenak mungkin aku berpikir bagaimana cara terbaik untuk bersikap masa bodoh.
Dan di sisi lain, aku merasa alangkah lebih baik kalau aku menanggapinya dengan senyum saja. Walau agak terpaksa.

Mengapa orang-orang selalu ingin tahu?

Tentangku, tentang semua yang aku lakukan, tentang langkah-langkah dan pilihan-pilihan yang aku ambil ke depan, tentang sikapku yang barangkali (di mata mereka) tidak sesuai dengan dunia mereka, tentang siang dan malam yang aku habiskan dengan bercumbu bersama Sepi, atau tentang mengapa aku sangat senang berteman dengan Sunyi, tentang aku yang dulu, tentang aku yang sekarang, tentang kegagalan dalam pencapaian.

Semua mereka tanyakan.

Mengapa mereka sangat ingin tahu?

Kehidupanku, siapa yang aku sukai, siapa yang aku benci, apa yang ingin aku lupakan dan apa yang ingin aku simpan.

Atau barangkali aku saja yang terlalu percaya diri?

Tidak, mereka memang sekawanan pengganggu ulung.

Mereka menggangguku dengan pertanyaan, menuntutku dengan jawaban instan; yang harus aku lontarkan seketika, memojokkanku dengan rengekan yang di baliknya tersimpan metafora yang aneh lagi ambigu.

Tak ada satu pun pertanyaan yang membuatku nyaman.
Semua pertanyaan itu membuatku risih.
Membuatku kehilangan ruang untuk bernapas.
Membuat batinku memanas.
Kesalku berkumpul di ubun-ubun.
Jiwaku berorasi minta dibebaskan.

Aku membenci lisan mereka.

Tahukah kau, tak semua pertanyaan boleh ditanyakan.
Tak semua keingintahuan boleh dipuaskan.
Pun tak semua doa boleh dikabulkan.
Tuhan pasti sependapat denganku.

Coba kau pikir, apa jadinya dunia manusia jika Tuhan mengabulkan semua keinginan serta doa hamba-hamba-Nya?
Tidakkah kau berpikir juga tentang hewan dan tumbuhan?
Mereka juga hamba Tuhan yang punya segudang keinginan dan doa-doa.

Coba bayangkan, apa jadinya jika Tuhan menjawab semua pertanyaanmu tentang sebuah penciptaan yang akan Dia rencanakan di masa depan?
Suatu keingintahuan yang lancang.

Ya, seperti yang telah mereka lakukan padaku.
Mereka lancang.
Sungguh lancang.
Bertanya semaunya, bertutur sekenanya, apa-apa saja yang terlintas dalam kepala seketika itu juga dilontarkan.

Seperti ketapel murahan.
Mulut mereka tak ubahnya air selokan. Keruh, berbau busuk.
Sungguh tak tahan.
Aku geram.
Berhenti menggerutu; bertanya soal ini dan ingin tahu soal itu.
Aku bukan ibumu.

Mereka mendekatiku, secara terang-terangan ingin bersalaman denganku.
Mengapa mereka ingin sekali mengenal siapa aku?
Apa kau juga begitu?
Kau juga ingin melihat wajah asliku?

Tolong, biarkan aku sendiri.
Temanku hanya Sepi dan Sunyi.
Aku tak berteman dengan mereka yang lain, apalagi dengan kau.

Kau cukup tahu namaku saja.
Selebihnya kubur dalam-dalam rasa penasaranmu.
Tak ada untungnya bagi eksistensiku jika aku diciptakan hanya untuk memuaskan rasa ingin tahumu.

Sudah, kau boleh pergi dari hadapanku.
Iya, sekarang. Tunggu apa lagi?

Oh ya, namaku Misteri.
Camkan itu. Patri di benakmu.

***

Oleh: Dymar Mahafa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lara dan Alam Lain

What Do You Think About English Subject At School?

Dia Dan Alegori