Jaga Indonesiaku
Oleh: Dymar Mahafa
Negeri seribu pulau yang kaya lagi makmur
Tempat nyiur-nyiur melambai tepi pantai
Sawah ladang menjadi sumber kelangsungan hidup
Mineral dan batu bara, emas serta timah; terkandung dalam perut bumi pertiwi
Tanah yang subur, sumber air melimpah, laut yang indah
Namun sayang seribu sayang
Banyak yang telah melupakan arti kata syukur
Eksploitasi, jarah, jarah, jarah
Hutan terbengkalai, tak banyak reboisasi
Tanah longsor, banjir, lagi polusi
Telah menjadi agenda tangis tragis negeri ini
Orang-orang sibuk mencari kambing hitam, tuding sana tuding sini
Tak puas lisan mengadili, letih batin merintih
Nurani, ke manakah ia pergi?
Tak satu pun yang menuding diri sendiri
Apakah obsesi diri lebih tinggi dari cita-cita luhur negeri ini?
Sumpah Pemuda hanya dibaca tanpa dihayati
Pancasila hanya sebagai pajangan, penghias dekorasi
Undang-Undang Dasar telah berulang kali direvisi
Birokrasi menjadi menu rutin sehari-hari
Apakah nurani menjadi bebal dan tuli?
Hingga diri tak menyadari NKRI harga mati
Penjajah telah lama dihalau pergi
Kermerdekaan telah lama dimiliki
Lantas apakah perjuangan hanya cukup sampai di sini?
Wahai pemuda pemudi Indonesiaku
Berjuang tak melulu soal bambu runcing
Di era teknologi masa kini
Jaman yang kian ramai ditelan modernisasi
Sepak terjang gawai, pecandu Wi-Fi, gilas habis budi pekerti
Rasa benci, iri, dengki lagi apati, memenggal empati
Pemanasan global kian mencabik ozon bumi
Selagi kau begitu asyik mem-bully di dunia layar mini
Tak lagi peduli hendak dibawa ke mana negeri ini
Aku, kau dan kita semua adalah NKRI
Mari bersama berbenah diri
Saling bahu membahu, mengabdi membangun negeri
Berlomba dalam prestasi, didik generasi penerus, para pandu bangsa ini
Kobarkan semangat Merah-Putih dalam sanubari
Jadikan perbedaan ras, suku dan keyakinan sebagai bukti
Bahwa bersatu kita bangkit, menyongsong sang mentari
Mari sejenak tundukkan dahi
Heningkan cipta untuk Ibu Pertiwi
Nyanyikan lagu Indonesia Raya dari lubuk hati
Selalu patri dalam memori tetes darah para patriot proklamasi
Kibarkan sang saka Merah Putih diujung tiang tertinggi
Kobarkan kembali semangat juang yang nyaris mati
Jika bukan kita, siapa lagi?
Jika tidak dimulai hari ini, kapan lagi?
Satu demi satu tangan bersumpah, lisan mengucap janji
Akan berbakti, mengabdi, bagimu negeri
Tiap langkah derap kaki, semoga Tuhan senantiasa melindungi
Jaga Indonesiaku ini.
(Kediri, 11 Mei 2018. 08:18)
***
Berhubung dua hari lagi Indonesia-ku mau ultah nih, aku persembahkan puisi ini untuk Indonesia-ku. Untuk Sang Saka Merah Putih di ujung tiang tertinggi tanggal 17 nanti. Selamat ulang tahun Indonesia-ku.
Ngomong-ngomong, bulan Mei kemarin puisi ini aku kirim ke Event Hunter Indonesia untuk dilombakan. Dan apakah puisi ini menang? Tentu saja. Tidak. Ha3x... Oke satu bukti bahwa puisi ini masih termasuk amatiran. It's okay. I'm fine.
Semoga puisi ini bisa kalian nikmati. 😊
Kediri, 15 Agustus 2018. 18:36.
ttd
Dymar Mahafa
Negeri seribu pulau yang kaya lagi makmur
Tempat nyiur-nyiur melambai tepi pantai
Sawah ladang menjadi sumber kelangsungan hidup
Mineral dan batu bara, emas serta timah; terkandung dalam perut bumi pertiwi
Tanah yang subur, sumber air melimpah, laut yang indah
Namun sayang seribu sayang
Banyak yang telah melupakan arti kata syukur
Eksploitasi, jarah, jarah, jarah
Hutan terbengkalai, tak banyak reboisasi
Tanah longsor, banjir, lagi polusi
Telah menjadi agenda tangis tragis negeri ini
Orang-orang sibuk mencari kambing hitam, tuding sana tuding sini
Tak puas lisan mengadili, letih batin merintih
Nurani, ke manakah ia pergi?
Tak satu pun yang menuding diri sendiri
Apakah obsesi diri lebih tinggi dari cita-cita luhur negeri ini?
Sumpah Pemuda hanya dibaca tanpa dihayati
Pancasila hanya sebagai pajangan, penghias dekorasi
Undang-Undang Dasar telah berulang kali direvisi
Birokrasi menjadi menu rutin sehari-hari
Apakah nurani menjadi bebal dan tuli?
Hingga diri tak menyadari NKRI harga mati
Penjajah telah lama dihalau pergi
Kermerdekaan telah lama dimiliki
Lantas apakah perjuangan hanya cukup sampai di sini?
Wahai pemuda pemudi Indonesiaku
Berjuang tak melulu soal bambu runcing
Di era teknologi masa kini
Jaman yang kian ramai ditelan modernisasi
Sepak terjang gawai, pecandu Wi-Fi, gilas habis budi pekerti
Rasa benci, iri, dengki lagi apati, memenggal empati
Pemanasan global kian mencabik ozon bumi
Selagi kau begitu asyik mem-bully di dunia layar mini
Tak lagi peduli hendak dibawa ke mana negeri ini
Aku, kau dan kita semua adalah NKRI
Mari bersama berbenah diri
Saling bahu membahu, mengabdi membangun negeri
Berlomba dalam prestasi, didik generasi penerus, para pandu bangsa ini
Kobarkan semangat Merah-Putih dalam sanubari
Jadikan perbedaan ras, suku dan keyakinan sebagai bukti
Bahwa bersatu kita bangkit, menyongsong sang mentari
Mari sejenak tundukkan dahi
Heningkan cipta untuk Ibu Pertiwi
Nyanyikan lagu Indonesia Raya dari lubuk hati
Selalu patri dalam memori tetes darah para patriot proklamasi
Kibarkan sang saka Merah Putih diujung tiang tertinggi
Kobarkan kembali semangat juang yang nyaris mati
Jika bukan kita, siapa lagi?
Jika tidak dimulai hari ini, kapan lagi?
Satu demi satu tangan bersumpah, lisan mengucap janji
Akan berbakti, mengabdi, bagimu negeri
Tiap langkah derap kaki, semoga Tuhan senantiasa melindungi
Jaga Indonesiaku ini.
(Kediri, 11 Mei 2018. 08:18)
***
Berhubung dua hari lagi Indonesia-ku mau ultah nih, aku persembahkan puisi ini untuk Indonesia-ku. Untuk Sang Saka Merah Putih di ujung tiang tertinggi tanggal 17 nanti. Selamat ulang tahun Indonesia-ku.
Ngomong-ngomong, bulan Mei kemarin puisi ini aku kirim ke Event Hunter Indonesia untuk dilombakan. Dan apakah puisi ini menang? Tentu saja. Tidak. Ha3x... Oke satu bukti bahwa puisi ini masih termasuk amatiran. It's okay. I'm fine.
Semoga puisi ini bisa kalian nikmati. 😊
Kediri, 15 Agustus 2018. 18:36.
ttd
Dymar Mahafa
Aamiin.
BalasHapusBarakallah Indonesia...
Makasi kakak Nissya.. 😊
HapusHihihi... saya Nia bukan mbak Nisya, mbak😁
HapusUps maaf. Mbak Nia. 🙏😰 karna namanya sama ada Isnaini nya.
Hapus