Baca Ini Ketika Kau Berkeras Hati: A Letter From Me To Myself
Apa-apa saja yg terjadi sekarang adalah hasil dari doa-doamu di masa lalu.
Coba pikirkan ulang.
Apa saja doa-doamu yang dulu? Yang senantiasa kau panjatkan. Merengek kepada Tuhan minta angan-anganmu segera diwujudkan.
Semua ingin-inginmu yang tidak pernah terpuaskan itu. Kemudian ketika sudah berada di titik di mana salah satu doamu pada akhirnya didengar, pun tak terucap sepatah kata terima kasih dalam sanubarimu.
Tentu saja, hatimu menginginkan hal yg lain. Tak ada syukur apalagi berpuas hati menerima pemberian Ilahi. Keadaanmu saat ini.
Tentu saja, hatimu menginginkan hal yg lain. Tak ada syukur apalagi berpuas hati menerima pemberian Ilahi. Keadaanmu saat ini.
Serakah!
Hati-hati melontar doa kepada penciptamu, salah-salah bisa merugi.
Setiap ucapan, baik yang kau pendam dalam hatimu atau kau bagikan kepada telinga-telinga sesamamu, semua itu adalah doa jangka panjang. Asisten Tuhan mencatat, merekap, merekam semua doa-doa itu. Dan ketika waktumu tiba nanti, doa itu akan sampai pada tempatnya.
Setiap ucapan, baik yang kau pendam dalam hatimu atau kau bagikan kepada telinga-telinga sesamamu, semua itu adalah doa jangka panjang. Asisten Tuhan mencatat, merekap, merekam semua doa-doa itu. Dan ketika waktumu tiba nanti, doa itu akan sampai pada tempatnya.
Satu ingin telah tercapai, kau lupa dengan terima kasih. Sebagai gantinya kau hardik Tuhanmu dengan tanya mengapa, mengapa, mengapa, tak ada habisnya keluh kesah itu.
Walau begitu Tuhan Maha Pemurah. Ia senantiasa mengiyakan semua inginmu, walau tak sekaligus Ia beri apa maumu.
Kau butuh lebih dari sekadar siraman rohani. Kau butuh merenung.
Barangkali dua puluh empat jam pun tak cukup. Kau perlu menyisihkan waktu lebih banyak mulai sekarang.
Beri kepala bebalmu itu kisi-kisi yang mampu menghubungkanmu dengan ingatan doa masa lalu, bukan dengan rentet ambisi. Supaya kepalamu yang bebal itu mengingat rengekan apa saja yang telah membuat Tuhan repot-repot bertindak atas dasar kuasa-Nya yang tak terbatas itu untuk menjadikanmu seperti kehendakmu saat ini; yang mana juga merupakan kehendak-Nya.
Barangkali dua puluh empat jam pun tak cukup. Kau perlu menyisihkan waktu lebih banyak mulai sekarang.
Beri kepala bebalmu itu kisi-kisi yang mampu menghubungkanmu dengan ingatan doa masa lalu, bukan dengan rentet ambisi. Supaya kepalamu yang bebal itu mengingat rengekan apa saja yang telah membuat Tuhan repot-repot bertindak atas dasar kuasa-Nya yang tak terbatas itu untuk menjadikanmu seperti kehendakmu saat ini; yang mana juga merupakan kehendak-Nya.
Mampus saja kau jika kehendak-Nya tak sejalan dengan kehendakmu.
Mau apa kau? Protes pun percuma. Memang kau ini siapa?
Seolah Tuhan menamparmu dengan ingatan yg sengaja kau lupakan atau memang pada dasarnya kau itu bebal berlapis-lapis.
Tetapi apa?
Lihat dirimu sekarang. Manusia tak tahu syukur. Ah, tidak, kau lebih parah dari itu. Kufur berlapis-lapis. Barangkali itu sebutannya.
Tunggu saja, tunggu waktu di mana doa-doa serta lisan yang kau lontarkan secara sembrono itu, membunuhmu perlahan-lahan. Mengikat lidah sembronomu. Meredupkan nyala dalam binar matamu. Membuat perutmu mulas sepanjang hari.
Hingga kemudian di satu titik kau tersentak dan sadar akan betapa bebalnya, betapa tololnya, betapa tamak dan muluknya semua ingin-inginmu itu.
***
Kediri, 26 Juli 2019
dymarmahafa
Hingga kemudian di satu titik kau tersentak dan sadar akan betapa bebalnya, betapa tololnya, betapa tamak dan muluknya semua ingin-inginmu itu.
***
Kediri, 26 Juli 2019
dymarmahafa
Komentar
Posting Komentar