Baca Ini : Merasa Orang Lain Mengusik Goal Anda?

Berapa tahun usia anda di tahun 2018 ini?
Berapapun itu, saya tidak bermaksud mengusik privasi anda dengan lancang menanyakan umur. Tetapi yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa jika usia anda memasuki rentang dewasa awal (18 - 40 tahun), itu artinya anda sedang memasuki masa-masa rentan tertekan dengan hentakan-hentakan dalam hidup anda.

Apakah betul anda merasa demikian?

Rasanya seperti dipojokkan oleh opini seseorang, merasa mudah sekali tersinggung oleh candaan yang kurang sesuai dengan suasana hati anda, atau yang lebih parah merasa begitu terusik dengan lisan orang lain yang rasa-rasanya mengganggu pencapaian anda/ goal yang sedang anda bangun dengan susah payah, dan mungkin sedang anda perjuangkan sampai hari ini dan belum tercapai.

Baik, jika anda memang merasa demikian, itu hal yang normal. Semua orang mengalami hal serupa, termasuk saya.

Di usia yang sudah melewati seperempat abad, saya seringkali dihadapkan dengan judgement orang-orang tentang apa yang saat ini saya usahakan, entah itu dalam hal pekerjaan, sikap sosial, atau bahkan jodoh.

Rasa-rasanya mendengarkan ocehan dari lisan mereka seperti menelan racun setiap harinya. Efek apa yang timbul untuk batin? Bisa anda tebak sendiri reaksinya.

Mungkin bagi anda yang ekstrovert akan punya tanggapan yang berbeda dengan anda yang introvert, tentang judgement tersebut. Namun, saya rasa batin mayoritas orang yang terintimidasi adalah sama. Sama-sama merasa ditikam oleh kata-kata yang (menurut saya) kejam.

Mungkin orang-orang yang berperilaku seperti hakim amatiran tadi melupakan satu hal, bahwa adalah hak setiap individu untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya, dan menghindari apa yang dirasa mengancam keamanan dirinya. Mereka terkena amnesia sesaat sehingga dengan semena-mena mencibir kehidupan orang serta mengusik pencapaian orang lain yang pada intinya mereka tidak punya hak untuk itu.

Kalau yang pernah terjadi pada saya adalah seperti ini:

"Mbak, kerja melulu. Kapan nikahnya? Cewek itu nggak perlulah terlalu keras bekerja, duitnya buat apa coba? Mending nikah aja, uang tinggal minta suami. Nggak perlu capek-capek kerja." kata seorang bapak-bapak, teman satu kantor.

"Mbak, daripada kerja yang bukan profesionalismenya, kenapa nggak coba ngelamar di bank aja. Banyak murid-murid saya yang sukses jadi audit di bank XYZ lho. Gajinya lumayan gedhe. Daripada di sini, wah jauh gajinya. Nah, kalau saya memang sudah PNS, gajinya banyak sudah. Sampai lebih-lebih. Sepuluh juta ke atas. Coba Mbak, ngelamar aja di bank. Info di internet banyak, lho. Pemerintah itu kan sebenarnya udah nggak boleh ya merekrut PTT/GTT, tapi kok orang-orang itu pada nggak tau malu, mau-mau aja masuk instansi dengan jalan titip sini, titip sana." kata seorang guru wanita yang hendak purna tahun depan.

Dan bla bla bla. Sumpek nggak rasanya sewaktu anda baca ocehan di atas? Saya saja yang ngetik sudah di ubun-ubun jengkelnya. Panas di hati. Keterlaluan bahkan menurut saya kata-kata beliau sudah kelewatan. Menurut anda bagaimana? Anda tidak harus setuju dengan pendapat saya.

Maaf-maaf saja jika saya berkata kasar. Coba sekarang saya balik kalimat beliau. Jika saya singgung soal kehidupan pribadi beliau yang notabene sampai detik ini belum juga membina rumah tangga, bagaimana ya kira-kira respon beliau?

Oke, berhubung saya tidak ingin bersikap kurang ajar kepada orang yang lebih tua, saya diam saja. Tidak berkomentar apa-apa. Hanya senyum saja. Padahal dalam hati memendam rasa jengkel. Tapi lisannya itu lho, masya Allah, apa tidak bisa dikondisikan? Kurang sabar gimana lagi coba saya itu?

Tapi memang pada kenyataannya beliau ini sampai usia yang sudah bisa dibilang terlalu matang (baca: tua), belum juga membina rumah tangga. Lagipula siapa yang mau dengan beliau jika sikap serta tabiat apalagi lisannya saja seperti itu? Ya memang beliau ini kaya raya, usahanya tersebar di mana-mana hingga ke luar kota. Dan kata orang-orang beliau ini dermawan sekali, hingga bisa menyantuni para pegawai-pegawainya untuk menempuh Perguruan Tinggi. Hebat, ya, beliau ini? Betul, hebat sekali hingga lisannya juga hebat bisa menggores luka batin di hati orang lain. Apa perlu diacungi jempol? Baiklah, mungkin saya saja yang terlalu perasa hingga sebal sendiri.

Tapi sekali lagi, Tuhan itu adil, lho. Kita tidak bisa memiliki segala hal. Dibalik kesuksesan seseorang, pasti ada saja kekurangannya. Termasuk beliau yang saya ceritakan di atas. Ada juga pasangan suami-istri yang sudah berpuluh-puluh tahun menikah tapi belum juga dikaruniai buah hati, padahal mereka ini sukses besar, punya kedudukan di pemerintahan, kaya, terpandang, tapi apa? Tuhan adil, kan? Semua memang disesuaikan dengan amal dan perbuatan masing-masing hamba.

Menurut anda bagaimana?

Saya sama sekali tidak bermaksud meracuni pikiran anda dengan opini yang cukup negatif seperti pemaparan saya di atas. Hanya saja saya merasa ingin sekali berbagi tentang hal ini agar anda yang tengah mengalami hal serupa tidak merasa terbebani seorang diri.

Diri anda adalah pilihan-pilihan yang anda buat dan apa yang saat ini tengah anda perjuangkan. Terlepas dari penghakiman orang lain, jangan sampai anda menyerah karena intimidasi tak berbudi seperti itu. Diri anda terlalu berharga untuk dijadikan mainan oleh orang lain.

Jaga perasaan orang, jika anda juga ingin orang lain bersikap serupa kepada anda. Untuk apa mencubit tangan orang lain, jika masing-masing dari kita sudah dikaruniai tangan sendiri? Cubit dulu tangan sendiri. Coba rasakan, sakit tidak? Apakah nantinya membekas? Coba pikirkan itu dulu sebelum dipraktekkan pada orang lain.

Kepada sahabat anda sekalipun, pikirkan ulang jika anda ingin menegur tentang privasi mereka. Sekalipun sudah lama kenal dan sangat dekat seperti saudara sendiri, anda tetap tidak berhak melontarkan apapun yang berhubungan dengan goal mereka, terlebih campur tangan soal kehidupan pribadi mereka.

Berikan ruang bagi orang lain untuk bernapas. Dikte semacam itu sama dengan mencekik leher mereka hingga rasanya napas mereka jadi tersendat gara-gara lisan anda. Coba pikirkan jika anda berada pada posisi dia yang terintimidasi, bagaimana perasaan anda? Tidak mau, kan, dicekik balik?

Berkata yang baik-baik saja, jika anda bukan siapa-siapa bagi dia. Kecuali jika memang dia adalah keluarga anda sendiri, lain lagi ceritanya. Untuk keluarga, anda berhak menegur dalam bentuk yang bagaimanapun juga, walau tetap saja dianjurkan untuk menegur dengan cara yang pantas dan tetap menjaga perasaan lawan bicara anda.

Semoga memberi satu pencerahan baru untuk kita semua.

Dan semoga tulisan ini bisa mewakili kegelisahan anda dan tidak menimbulkan kesalah pahaman setelahnya.

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

What Do You Think About English Subject At School?

Kanvas Kata Kita: Dari Dymar, Oleh Dymar, Untuk Hiday Nur

Lara dan Alam Lain