1 Doa Untuk 27 Harapan

Happy Birthday, ya, Ra!”

Astrid memeluk sahabatnya seraya menyodorkan kotak berlapis kertas mengkilap. Itu adalah kado ulang tahun Dara yang ke sekian di hari itu.

“Moga doa-doamu terkabul tahun ini.” imbuh Astrid pada Dara. “Dan cepet dapet, ya.” bisiknya kemudian.

“Dapet apa?” otak Dara sedang tidak berfungsi dengan baik.

Astrid mengerling. Ada binar konyol di matanya. Astrid memandang sahabatnya itu dengan tawa geli.

Perayaan ulang tahun Dara kali ini agak sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Istimewa, mungkin bisa dibilang demikian. Pasalnya, usia gadis muda itu telah menginjak angka 27.

Darra Diamoniq.

Cantik.

Santun.

Pandai menempatkan diri.

Tabiatnya anggun, mempesona.

Lulusan S2.

Seorang alumni Univesitas yang cukup bergengsi.

Dan setelah ini ia akan bersiap untuk melanjutkan studinya yang terakhir guna meraih gelar Doctor. Namun, sangat disayangkan. Sungguh sangat amat disayangkan. Masih ada satu hal yang terasa begitu mengganjal di usianya yang ke-27 ini.

“Ih, pake nanya lagi. Jodoh.” Kata Astrid tak sabar.

Dara tergelak. Kemudian tersenyum. Ia tahu perkataan sahabatnya barusan adalah sebuah doa yang tulus. Dara mengamini. Begitu pun dengan anggota keluarga Dara yang hadir.

Ya, benar. Satu hal yang begitu mengganjal itu adalah soal pendamping hidup. Gelar itu yang hingga saat ini masih belum bisa ia raih. Gelar sebagai seorang istri. Seorang istri dari seseorang. Dan kelak, Universitas kehidupan selalu siap siaga mengajarinya tentang makna sebenarnya dari sebuah ikatan sakral bernama pernikahan.

Tapi, masalahnya adalah belum ada satu pun laki-laki yang berani melamarnya hingga saat ini. Entahlah, mungkin karena banyak laki-laki yang minder dan sadar diri ketika menelisik latar belakang pendidikan Dara yang notabene terlampau tinggi untuk diungguli. Tahu sendiri kan, makhluk yang bernama ‘laki-laki’ egonya tinggi. Gengsinya selangit. Tidak terima jika calon istrinya mengungguli dirinya. Mungkin tinggi egonya nyaris selevel dengan latar belakang pendidikan Dara saat ini. Atau bahkan lebih?

Namun Dara tetap optimis. Bukankah Tuhan telah berjanji dalam kitabnya bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan. Takdir, mati dan jodoh telah tertulis jauh sebelum manusia lahir di muka bumi. Tak perlu merisaukan hal yang telah ditetapkan. Percaya saja pada Sang Pemilik alam beserta seluruh isinya.

Dan bukankah perempuan yang baik, hanya untuk laki-laki yang baik pula? Begitupun sebaliknya.

Tenang, Dara. Tenang. Mungkin memang belum waktunya Tuhan menghadirkan seorang Pangeran berkuda putih dihadapanmu dalam waktu dekat ini. Tenangkan hatimu, dan tata.

Begitu cara Dara menghibur dirinya. Serba salah memang jika ia harus meladeni pertanyaan orang-orang tentang kapan ia akan menikah dan siapa calon yang kelak mendampingi sisa hidupnya. Itu semua membuatnya lelah. Pertanyaan yang hanya terdiri dari dua kata itu, sontak membuatnya terkena serangan jantung ringan. Ah, tidak, tidak, mungkin analogi itu perlu sedikit diralat.

Ya apapun itu, yang jelas dua kata itu adalah “Kapan nikah?” dan “Calonnya mana?” adalah pertanyaan dengan label kategori keras. Pahit memang, namun mau tidak mau harus ditelannya setiap hari. Desas desus perawan tua mulai marak menjadi perbincangan para tetangga. Namun Dara mencoba untuk tidak memasukkannya ke dalam hati. Yah, apa mau dikata jika jodoh belum bertemu? Dara tak suka terburu-buru. Segala sesuatu selalu ia pikirkan masak-masak sebelum keputusan akhir diluncurkan.

Lagipula, masih banyak yang belum aku raih. Buat apa buru-buru nikah?

Begitu yang selalu menjadi dilemma dalam kepalanya. Nyaris pecah rasanya tiap kali ia memikirkan tentang itu. Namun suatu ketika Dara menemukan satu lagi penghiburan diri.

Ada satu artikel yang pernah ia baca di website terpercaya, yang sontak membuatnya merenung lebih dalam.

Di situ dikatakan bahwa:
“ …menikahlah jika kamu sudah bisa berdamai dengan semua impianmu…”

Berdamai dengan impian? Mungkin ini kedengaran agak ambigu. Berdamai, menyerah? Atau berdamai yang bagaimana? Baiklah, mari kita luruskan bersama.

Maksud dari ‘berdamai’ pada pernyataan artikel di atas adalah selesaikan dan wujudkan impianmu semampumu, selagi kamu masih bisa melakukannya, sebelum menikah. Karena kehidupan yang akan kamu jalani setelah pernikahan, bukanlah main-main. Badai bahkan angin topan tidak akan pandang apakah kamu ini pengantin baru ataukah pengantin perak. Semua yang menjalani kehidupan setelah menikah, nyaris berpendapat demikian.

Pepatah Cina mengatakan:
“Jika kau ingin mengetahui jalan di depan, tanyalah pada orang yang sudah pernah kembali.”

Apa kalian bisa menangkap makna petuah diatas? Dengan kata lain, jika kamu ingin mengetahui cara menjalani sebuah pernikahan yang harmonis, maka kamu perlu banyak berguru pada pasangan-pasangan yang telah mengetahui betul asam garam kehidupan pernikahan.

Orangtua.

Itulah pasangan suami-istri yang wajib kamu mintai pendapat pertama kali. Tanyalah, apapun yang ingin kamu ketahui, pada mereka. Karena mereka telah lebih mengetahui jalan jauh di depan. Walau generasi mereka dan kamu berbeda, namun setidaknya cara mereka membangun rumah tangga yang ideal bisa kamu jadikan sebagai bahan rekam jejak yang nantinya pasti akan berguna dan pasti akan kamu butuhkan di masa depan.

Apa impianmu? Wujudkan. Tak peduli sebanyak apapun itu. Bahkan list-nya sudah mirip seperti daftar belanjaan bulanan. Atau bahkan lebih panjang dan lebih rumit dari itu, bukan masalah.

Jemput impian itu!

Terbanglah dengan bebas selagi kamu masih punya sayap yang kokoh. Karena sayap itu tercipta dari lapisan-lapisan impianmu yang berharga. Mata uang manapun tak akan bisa membelinya. Emas berjuta-juta karat tak akan mampu menggantikannya. Kilau berlian bahkan tersingkirkan, karena nyala dari cahaya impianmu lebih terang dan belipat kali lebih menyilaukan.

Apa impianku?

Pertama, ingin ku bahagiakan kedua orangtua. Selagi mereka masih ada. Selagi masih banyak kesempatan.

Kedua, ingin ku wujudkan harapan mereka tentang calon pendamping hidupku kelak. Mungkin pemikiranku ini terkesan kuno. Biarlah, terserah orang mau menganggap aku bagaimana. Yang jelas aku akan menikah dengan calon yang sesuai dengan pengharapan mereka berdua. Ingat, mata orang yang sudah pernah kembali dari mengarungi badai serta ombak kehidupan selama bertahun-tahun, lebih tajam dan sensitif dari mata tajam elang sekalipun.

Ketiga, aku harap Tuhan memberiku tanda tentang siapa jodohku dalam waktu dekat ini. Belahan jiwaku.

Keempat, aku harap kedua orangtuaku diberi umur panjang. Serta senantiasa diberi kesehatan. Dengan begitu mereka bisa melihat aku bahagia dengan pernikahanku.

Kelima, aku ingin mengurus adikku dengan baik. Adik perempuanku satu-satunya.

Keenam, aku ingin pergi keliling Eropa, Jepang dan Korea suatu hari nanti.

Ketujuh, aku ingin menjadi seorang guru professional yang pengajarannya selalu dirindukan murid-muridnya.

Kedelapan, aku ingin menjadi pelukis kondang.

Kesembilan, aku ingin membuat galeri seni rupa milikku sendiri.

Kesepuluh, aku ingin menjadi seorang penulis kondang sekaya J.K. Rowling.

Kesebelas, aku ingin menerbitkan banyak buku buah karyaku dari pemikiranku yang terkadang ‘gila’ ini.

Keduabelas, aku ingin menikah tepat waktu. Karena wanita terdesak oleh jam biologis. Tak perlu aku perjelas lebih detail, pasti kalian sudah memahaminya.

Keduapuluh tujuh, aku ingin mengakhiri tulisan ini sebelum fajar terbit. Karena kalian tahu tidak? Sedari tadi masih saja aku terjaga hanya demi menarikan jemariku dalam tulisan aneh ini.

Terserah jika kalian menganggapku tidak pandai berhitung. Karena impianku yang ke-13 hingga ke-26 adalah berusaha keras mewujudkan semua itu. Berusaha, bekerja keras, berusaha lagi, kerja keras lagi, terus berulang, berharap yang terbaik dan berdoa. Karena aku tahu, Tuhan tidak pernah tidur.

Tahukah kalian bahwa untuk mewujudkan ke-27 harapan serta mimpi-mimpi itu hanya satu yang harus kalian lakukan.

BANGUN!

Bagaimana kalian bisa mewujudkan semua mimpi itu dalam keadaan tidur? Masuk akal.

Satu mimpi gagal, BANGUN! Coba lagi. Dua mimpi gagal, BANGUN! Raih kembali di lain kesempatan. Namun teruslah melangkah. Terus berlari. Tak apa jika langkahmu terseok, tapi jangan pernah berhenti. Karena impian bagai oksigen. Tanpanya apalah arti manusia ada di dunia.

Lanjutkan perjuanganmu hingga tetes keringat penghabisan. Hingga kamu lelah dan kemudian di titik itu lihatlah kebelakang. Kamu akan terkesima melihat betapa jejak-jejak usaha dan kerja kerasmu selama ini tidaklah sia-sia. Kamu tak akan menyangka telah berlari sejauh ini.

Chance will never come twice. Ingat, kesempatan tak datang dua kali. Kesempatan untuk meraih impianmu itu tak akan datang lagi setelah kamu menikah.

Jadi, apa kamu rela jika ada yang mematahkan sayap emasmu itu?

BANGUN, AYO BANGUN!

Mimpi-mimpimu tak sabar menunggu lebih lama lagi. It is now, or never. Mereka pantas diwujudkan. Dan mereka bangga mempunyai dirimu, yang siap mengubah mereka menjadi sesuatu yang nyata dan berharga. Ku tangkupkan kedua tangan seraya mata terpejam. Satu doa terpanjat, untuk 27 harapan.

Percayalah, hari itu akan segera tiba. Tak lama lagi.

Tertanda,
Darra D.

*selesai*

Ditulis oleh: Dymar Mahafa
#OneDayOnePostBatch2

#TantanganMenulis

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lara dan Alam Lain

What Do You Think About English Subject At School?

Dia Dan Alegori