A.A.D.C #16

Ada Apa Dengan si Cyber-a-holic?
#16
Sera menggigiti kuku jarinya. Sesekali ia menempelkan telinganya pada daun pintu ruangan itu. Ia panik. Wajahnya terlihat gusar. Lima belas menit telah berlalu sejak mereka dibawa ke ruangan ini. Ruangan yang paling ditakuti oleh seluruh murid.
Sera masih saja mondar-mandir di luar ruangan yang saat ini tengah menahan tiga orang temannya.
Teman? Tunggu dulu, sepertinya ada yang salah dengan sebutan itu.
"Jadi, kalian masih tidak ada yang mau mengaku?" geram Pak Mul, guru yang menangani Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah ini. Hemat kata, posisi ini dipopulerkan dengan istilah guru BP.
"Tidak akan ada asap, selama api tidak disulut, Pak. Semua ini hanya salah paham." ujar Ferdi membela diri.
Ardi memandang kesal ke arah Ferdi. Lalu, berganti melirik tajam pada Siska yang berdiri di sebelah sang guru BP.
"Tidak penting siapa yang memulai. Bapak tidak mau dengar ada keributan lagi di lain hari. Mengerti kamu, Ferdi?" bentak Pak Mul.
"Apalagi kamu murid pindahan yang baru beberapa hari di sini. Belum satu minggu, sudah bikin keributan. Apa nanti kata ayahmu, kalau sampai beliau tahu anaknya ternyata tukang bikin onar di sekolah ini? Apa kamu tidak malu, hah?!" bentakan Pak Mul masih tertuju pada Ferdi.
Pak Mul menghela napas berat sebelum melanjutkan eksekusinya.
"Dan lagi kamu, Leonardi Guntur Suseno. Bukankah ini waktumu untuk latihan di bawah binaan Pak Wiyoto? Apakah sekolahmu di Surabaya mengajarkanmu cara membuang-buang waktu untuk berbuat onar di sekolah ini, begitu?" kali ini bentakan Pak Mul tertuju pada Ardi.
"Tidak, Pak." lirihnya. Ardi hanya menunduk sebagai jawaban.
"Kamu harus manfaatkan waktumu dengan semestinya. Sekolah ini tidak membayar kamu hanya untuk bikin keributan semacam ini. Mengerti kamu?!"
"Mengerti, Pak."
"Kamu juga begitu," ujar Pak Mul kemudian seraya menoleh pada Siska. "sedang apa kamu pada jam pulang sekolah? Bukannya langsung pulang, malah berkeliaran di sekolah."
Siska gelagapan.
"Tapi, Pak. Saya—"
"Ah, sudah! Bapak tidak mau dengar alasan lagi dari kalian bertiga." Pak Mul menggeram kesal.
"Sekarang cepat kembali ke tugas kalian masing-masing!"
Sera berjingkat saat samar-samar ia mendengar bentakan Pak Mul dari luar ruangan. Bersamaan dengan itu ketiga orang berseragam putih abu-abu bergiliran keluar dari ruangan. Disusul Pak Mul di belakang mereka. Pak Mul segera mengunci ruangan itu, kemudian beranjak pergi tanpa menoleh sedikitpun pada siswa-siswinya.
"Jadi, kamu ya pemain basket yang dibon sama Pak Kepsek?" nada bicara Ferdi tidak mengarah pada nada tanya, tetapi lebih ke arah sindiran dengan sedikit bumbu seringaian remeh. Semua itu ia tujukan untuk siapa lagi jika bukan untuk Ardi.
Ardi menaikkan satu sudut bibirnya. Senyum sinisnya membuat wajah pemuda itu semakin terlihat menawan. Siska nyaris saja pingsan akibat terbuai dengan sosok tampan di depannya.
"Akhirnya kamu ngerti juga." jawabnya singkat. Ardi tidak ingin berbasa-basi jika berhadapan dengan musuh bebuyutannya yang satu itu. Mengingat mereka sudah menjadi rival sejak kejadian itu. Kejadian yang sudah lama sekali berlalu, namun tidak akan pernah dilupakannya. Seumur hidup.
"Kenapa?" Ardi memulai serangan sarkastisnya. "Apa kamu merasa iri?"
Ferdi mendengus sinis. "Apa? Iri?" ia tergelak pelan. "Jangan bercanda. Buat apa aku iri?"
Ardi tahu bahwa Ferdi pintar menyembunyikan perasaan dan suasana hatinya. Tapi, tidak demikian halnya dimata Ardi. Ia tahu betul apa yang sekarang tengah Ferdi sembunyikan rapat-rapat. Namun, sekarang bukan saatnya membuka kartu AS musuh.
Ardi hanya diam di tempatnya ketika Ferdi membawa pergi Sera menjauh. Ia membiarkan mereka berdua bersama kali ini. Ya, hanya kali ini saja. Karena, hari lain bukanlah jaminan bahwa nantinya Ferdi dan Sera akan selalu bersama.
Lihat saja nanti. Kartu AS-mu sudah ku pegang!
[ akhir dari part #16 ]
~Ada Apa Dengan si Cyber-a-holic?~
Oleh: Dymar Mahafa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lara dan Alam Lain

What Do You Think About English Subject At School?

Dia Dan Alegori