Kancil si Pencuri Hati

Pada zaman dahulu hiduplah seekor buaya tampan dan seekor kancil yang tidak terlalu tampan, tapi mapan.

Suatu hari Kancil berniat untuk melamar seekor Merpati yang putih, elok nan anggun. Ia telah mempersiapkan sarang berlapis emas sebagai tanda kasihnya kepada Merpati.

"Ti, aku... a-aku ingin mengatakan sesuatu padamu." gugupnya di hadapan semua kawan-kawan Merpati. "Secara pribadi. Empat mata." tambahnya cepat-cepat.

Merpati memberi isyarat kepada teman-temannya untuk meninggalkan mereka berdua sendiri. Para merpati yang lain mengerling nakal pada keduanya. Mereka mengerti dan segera pergi.

Dari kejauhan, sepasang mata yang mengkilat terus mengawasi gerak-gerik Kancil dan Merpati. Kemudian menghilang ditelan air danau.

"Ada apa, Kan?" tanya Merpati setelah terbang ke ranting yang lebih rendah. Bahkan saat terbang pun Merpati terlihat sangat menawan di mata Kancil.

"Ini." Kancil memulai.

"Untuk apa ini?" Merpati mengernyit. Ia tidak serta merta menerima pemberian Kancil.

"Ini... uhm... i-ini sebagai tanda..." Kancil menahan gugup. Sedangkan Merpati semakin penasaran dengan maksud Kancil memberinya sebuah sarang emas itu.

"Ini sebagai tanda bahwa aku... bahwa aku ingin menjadi—"

"PENCURIIII... !!!" seru Petani tiba-tiba dari kejauhan. Merpati sontak terbang menjauhi Kancil. Sedangkan Kancil membatu di tempatnya.

"Dasar binatang tak tahu diuntung! Sudah untung aku mau memelihara kamu. Tapi apa balas budimu? Kamu malah mencuri semua bibit mentimunku, setelah kamu obrak-obrik ladangku. Begitu caramu membalas budi baikku, HAH?"

Merpati membekap paruhnya. Tak menyangka akan seperti ini kejadiannya. Kancil bersujud di kaki Petani. Memohon ampunan.

"Tuan Tani, saya tidak mencuri apapun dari ladang anda. Saya bersumpah. Saya sudah bertaubat. Bukankah saya sudah berjanji pada anda? Saya bukan lagi Kancil si pencuri timun." ujar Kancil takut-takut.

"Omong kosong! Maling mana ada yang insaf? Sekali maling, tetap saja maling." Petani itu murka. Ia membawa sebilah golok di tangannya.

"Cepat kembalikan benih-benih itu atau aku akan menjadikanmu santapan Buaya danau itu." ancam Petani marah. Bersiap melucuti sarung goloknya.

Kancil mundur, bersiap melarikan diri. Merpati kian nanar menyaksikan kekejaman Petani. Sedangkan Buaya menyeringai senang melihat rencananya berjalan mulus.

"Tunggu!" sergah segerombolan merpati yang tiba-tiba muncul dan mendarat di depan Petani.

"Tunggu, Tuan Tani. Kancil tidak bersalah. Kami tahu siapa yang melakukan kejahatan di ladang Tuan." kata salah seorang merpati.

"Siapa dia? Cepat katakan!" desak Petani.

"Dia." merpati menunjuk danau di seberang mereka. "Dialah pelakunya."

"Buaya?" Petani sanksi. Merpati menatap benci pada Buaya. Kancil membelalak, tak menyangka.

"Jangan asal bicara merpati licik! Tunjukkan buktinya!" Buaya membela diri.

"Buktinya..." merpati itu menggantungkan kata-katanya. Ia tampak ragu. "Buktinya tidak ada." merpati menunduk lesu.

Buaya menyeringai penuh kemenangan. Merpati bingung siapa yang harus ia percayai. Sahabat sesama merpatinya, atau kata-kata Kancil. Sekarang ia mulai ragu dengan keduanya setelah pernyataan merpati, sahabatnya. Namun ia tidak mau sepenuhnya percaya dengan Buaya.

"Merpati kemarilah, kau tidak pantas dengan Kancil si pencuri itu. Kau lebih pantas bersanding denganku." ujar Buaya seraya merangkak menuju ke darat.

Merpati serasa tersihir dengan kata-kata Buaya sekaligus wajahnya yang rupawan itu. Tak sanggup ia menolak Buaya yang dengan tulus melamarnya.

Kancil diam saja. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Semuanya berakhir sudah. Petani siap mengayunkan golok itu ke lehernya. Kancil terpejam pasrah menanti kematiannya.

"Aaakh!" Buaya tiba-tiba mengerang kesakitan saat Merpati terbang menghampirinya. Petani menghentikan aksi goloknya.

"Buaya, kau tak apa-apa? Apa yang terjadi?" Merpati panik.

"Merpati, menjauhlah darinya!" seru teman-teman merpati yang lain. "Dia Buaya darat pengkhianat. Pantas dilaknat."

"AAARGH!" Buaya kian menjerit kesakitan.

Kancil tetap diam di tempatnya. Menunggu.

"Tuan Tani, saya tahu di mana benih-benih anda berada." kata para merpati, yakin.

Petani menatap kawanan merpati itu, menunggu kebenaran yang akan terungkap sebentar lagi.

"Di sana!" tuding kawanan merpati. "Di dalam perut Buaya darat itu!"

Kancil membelalak. Merpati pingsan. Petani menjatuhkan goloknya, karena terlalu terkejut dengan fakta yang baru saja terkuak.

Jeritan Buaya kian menjadi. Tergambar jelas di sana betapa menyakitkannya hal itu.

"Kami saksinya." ujar kawanan merpati meyakinkan Petani. "Segera belah perut Buaya itu, Tuan Tani."

Tanpa ba-bi-bu Petani mengayunkan kembali goloknya. Kancil memejam erat. Dan setelah itu hanya Tuhan dan Petanilah yang tahu kejadiannya. Buaya tergeletak, tak bernyawa. Darah segar meluber keluar bersama benih-benih ketimun. Itu benih ketimun emas!

"Maafkan aku, Kancil. Aku sudah menuduhmu. Sekarang aku percaya bahwa kau telah sepenuhnya bertaubat."

"Tidak apa-apa, Tuan. Syukurlah, semuanya berakhir baik-baik saja." tangis haru Kancil pecah seketika.

"Baiklah, biar ku urus bangkai Buaya darat ini. Kau kembalilah bekerja menjaga ladangku."

"Terima kasih, Tuan."

Kawanan merpati terbang mengelilingi Kancil. "Tolong jaga sahabat kami ya, Cil. Kami percayakan dia padamu."

Kancil menatap Merpati yang masih belum sadarkan diri. Kemudian mengangguk, "Aku mengerti. Terima kasih."

Kemudian mereka semua terbang menjauh semakin tinggi ke langit biru yang cerah.

"Ti, kau sudah sadar?" Kancil menghampiri Merpati yang perlahan membuka matanya.

"Kancil? Itukah kau?"

"Ya, ini aku. Tenanglah aku selalu menjagamu."

"Kancil?" suara Merpati terdengar lemah.

"Ya?" Kancil gemetar khawatir.

"Tolong aku..." ujar Merpati parau.

"A-ada apa? Mananya yang sakit?" Kancil berjingkat. Ia panik.

"Sepertinya aku kehilangan sesuatu."

"Apa yang hilang?" Kancil masih saja panik.

"Hatiku. Sepertinya hatiku telah dicuri. Sehingga rasanya sangat sakit di sini." Merpati menunjuk tempat di mana hatinya berada.

"Siapa? Siapa yang berani mencuri hatimu, Ti?" Kancil histeris. Ia tidak terima kekasihnya dilukai.

"Dia ada di sini." kata Merpati penuh arti. "Berdiri di hadapanku."

Kancil seketika tersentak. Matanya berkaca-kaca. Senyum haru terkembang di sudut moncongnya. Merpati membalas senyumnya. Dari kejauhan kawanan merpati menangis bahagia.

"Kancil?" panggil Merpati sekali lagi.

"Ya?"

"Sayapku lelah. Baringkan aku di sangkar emasmu itu. Tolong." Merpati mengulum senyum.

Sekaranglah saatnya narator mengatakan kalimat pamungkasnya: "Dan akhirnya, mereka hidup bahagia selama-lamanya..."

SELESAI

Gubahan cerita oleh: Dymar Mahafa.
Di gubah dari fabel: Kancil dan Buaya.

#OneDayOnePostBatch2
#tantanganDesember2016
#ODOP2016

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

What Do You Think About English Subject At School?

Kanvas Kata Kita: Dari Dymar, Oleh Dymar, Untuk Hiday Nur

Lara dan Alam Lain