Sister Shark Doo Doo

Bukan kakak adik namanya kalau antara satu sama lain nggak punya kemiripan. Ambil contoh nggak usah jauh-jauh, adik perempuan gue sendiri.

Namanya Helen. Lengkapnya panjang deh dan agak belibet. Aku dan dia punya nama depan yang sama. Semacam nama keluarga gitu, tapi ayah naruhnya di depan. Dulu, waktu dia masih kecil, aku suka panggil dia dengan sebutan "Hel". Karena tingkah polahnya yang "Hell" (neraka) abis itu. Bikin naik darah tiap kali jagain dia waktu masih SD. Seiring waktu berlalu, dia sedikit demi sedikit udah kembali ke jalan yang benar dan nggak nakal lagi. Jadi sekarang gue panggil dia Heli. (guk guk guk dong?) Gue panggil dia dengan sebutan normal. Helen.

Sekelumit dialog absurd kami sore ini, akan gue tuang ke layar ini. Udah lama banget jari gue nggak curhat di Dunia Dymar. Okay then, here we go...

Selain nama kami berdua yang mirip di depan, kami juga punya satu kesamaan lagi. Sama-sama bermulut pedas. Lidah memang tak bertulang, kawan. Kalau bertulang mah kita nggak akan bisa ngomong. (ha3x...)

"Enaknya ini dicampurin ke sini atau di sendiriin di mangkok kecil?"

Gue bertanya pendapatnya tentang saos sambal yang mau gue buat temen makan tahu goreng tepung. Pertanyaan gue kedengaran nggak berbobot ya? Kurang kerjaan.

Hening. Tak ada jawaban. Sedetik dua detik gue tunggu responnya. Masih tak ada suara yang ingin keluar dari mulut remaja 12 tahun ini. Dia begitu asyik bermesraan dengan smartphone dan earphone-nya.

"Len! Gimana, enaknya ini saosnya ditaruh mana?" gue bertanya ulang.

Nggak gue sangka satu jawaban meloncat keluar dari mulut singanya itu.

"Taroh aja di mulut Mbak." jawabnya tanpa dosa.

Reflek, gue jejelin tahu goreng tepung ke mulutnya.

~

Beberapa menit berlalu, dan gue masuk ke obrolan beda topik.

"Ah, ternyata lomba teaternya bulan Januari tahun depan! Aku terlanjur semangat kalo lombanya bulan Desember tahun ini." tiba-tiba suara cemprengnya memecah kesunyian.

Gue yang lagi melahap suapan bakso, mengernyit.

"Kamu ikut?"

"Ikut." jawabnya tanpa melepas pandangan dari layar gadget di tangannya. "Total ada empat kelompok yang mau ikut."

"Satu kelompok berapa anak?" tanyaku sambil lalu sembari meneguk air putih.

"Sebelas anak." Lalu, dia mulai mengoceh panjang lebar. "Jadi gini, setiap kelompok itu tema dramanya beda-beda. Kelompok satu kebagian roman, kelompok dua horor, kelompok tiga komedi, trus kelompok empat cerita religi. Aku kelompok empat. Dan Mbak tahu apa? Aku jadi narator."

Hanya gue dengarkan saja ocehannya sambil melahap tahu goreng tepung bersama saos sambal yang akhirnya gue taruh satu pinggan dengan tahunya. Biar romantis gitu, tahu sama saosnya deketan.

"...sebenernya sih, kalo boleh milih, aku pengen milih tema horor. Lebih seru. Tapi nggak boleh milih, jadi yaa apa boleh buat."

"Trus biar kamu bisa meranin setannya?" gue tergelak.

"Ih, ya nggak lah! Enak aja..."

1-1. Seri.

~

"Kamu tahu nggak, apa itu Tahu Walik?" tanya gue.

Nggak ada tanggapan. Dia masih asyik sama smartphone-nya.

"Sini biar Mbak jelaskan. Tahu Walik itu.. bla bla bla," gue jelasin detail dari kudapan yang lagi nge-trend saat sekarang.

Lagi-lagi dia hanya diam. Ibarat di film kartun, hanya suara jangkrik yang sesekali terdengar.

"Len! Kamu dengerin nggak Mbak lagi ngomong..." ulang gue.

"Iya iya, aku dari tadi denger kok." jawab dia sambil ketawa sembari melepas satu sisi earphone-nya.

"Gimana menurut kamu enak Tahu Walik yang kemaren dibawa Mama, atau buatan Mbak yang ini?" tanya gue seraya mengacungkan piring berisi tahu-tahu mungil yang menggoda lidah.

Tak ada tanggapan.

"Len?"

Gumaman terdengar.

"Enakan mana?"

"Enak Tahu Jomplang!" tawa jahilnya pecah. "Mbak nih bikes deh, bikin kesel. Capek aku jawab terus. Dari tadi nanya mulu!"

Dasar.

~
(the end)

Ditulis oleh: Dymar Mahafa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lara dan Alam Lain

What Do You Think About English Subject At School?

Dia Dan Alegori