A.A.D.C #15
Ada Apa Dengan si Cyber-a-holic?
#15
“Lepasin!”
Sera menepis pergelangan
tangannya yang kini tengah diseret Ferdi di sepanjang koridor. Koridor itu
sudah sepi. Bel pulang sekolah telah berdering tiga puluh menit yang lalu.
Ferdi
menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik menatap Sera tanpa ekspresi. Ia
tetap tidak melepaskan cengkeraman tangannya di pergelangan Sera. Sera
bersikeras, namun Ferdi bergeming.
“Lepasin nggak!
Kamu tuh sebenernya kenapa sih?” ancam Sera. Ia masih terus berusaha
mengibaskan tangannya supaya cengkeraman tangan Ferdi bisa terlepas. Namun,
usahanya sia-sia. Ferdi semakin mempererat cengkeraman tangannya. Membuat Sera
meringis kesakitan.
“Sampai kapan
kamu mau terus-terusan diperlakukan seperti itu sama Siska?” Ferdi buka suara. Satu
pertanyaan yang akhirnya terlontar setelah mereka keluar dari ruang
perpustakaan.
Sera mengernyit.
Untuk sesaat ia tidak mengerti arah pembicaraan Ferdi. Namun detik berikutnya
ia tersadar. Ia harus kembali menelan pil pahit saat menyadari status Ferdi dan
Siska sekarang ini.
“Bukan urusanmu.”
Sera membuang muka.
“Urusanmu adalah
urusanku juga. Bukankah normalnya seperti itu yang dilakukan sepasang kekasih?
Saling peduli, saling melindungi.” tukas Ferdi datar. Matanya menatap lurus
pada Sera yang masih saja membuang muka.
Sera menoleh
cepat. Matanya mendelik tajam menatap wajah datar Ferdi. Seolah tidak tergambar
setitik dosa di sana. Ferdi masih menggenggam erat pergelangan tangan Sera.
“Oh, jadi gitu? Jadi
setelah kamu mutusin aku karena lebih memilih Siska dan kamu menghapus semua
status di beranda facebook-mu yang
ada komentar dari akunku, terus setelah semuanya itu kamu masih mau bilang
kalau kita ini masih seperti dulu, gitu? Cih…”
Air matanya
mendesak keluar. Namun Sera bersikeras menahannya. Ia kembali memalingkan muka.
Ia sudah tidak mempedulikan cengkeraman tangan Ferdi di pergelangan tangannya.
Ia mengabaikan rasa nyeri di pergelangan tangannya. Karena hatinya terasa jauh
lebih sakit. Sakit sekali.
“Sudah cukup rencana
busukmu itu, Fer. Hentikan semua persekongkolanmu dengan Siska. Apa setelah mempermaikanku
belum cukup bagimu, hah?” air mata Sera merembes tanpa permisi.
“Nggak usah sok
pahlawan deh. Jadi sekarang setelah kamu berbuat jahat, kamu pengen menutupinya
dengan perbuatan baik, begitu? Aku nggak butuh uangmu! Aku bisa mengganti buku
yang hilang itu dengan uangku sendiri.” Sera menangis tertunduk.
Ferdi bergeming.
Air mukanya terlihat aneh saat ia bingung. Ia sama sekali tidak mengerti maksud
Sera. Bahasa perempuan terkadang memang sulit dimengerti. Tanda tanya besar
seakan tergambar jelas di matanya.
Ada apa dengan semua ini?
“Facebook? Facebook apa? Rencana busuk? Persekongkolan? Apa maksudmu?” Ferdi
tidak tahan lagi untuk mencari tahu.
“Nggak usah berlagak
bodoh.” tandas Sera. Ia masih membuang muka.
“Kata-katamu
barusan yang bikin aku kelihatan bodoh.” ujar Ferdi. “Kita masih sama seperti
dulu. Dan kata putus belum pernah terucap dari mulutku.”
“Sejak kapan aku
sudi buang-buang waktu untuk menuliskan sederet omong kosong di sosial media?”
tanya Ferdi lebih kepada dirinya sendiri. Namun hal itu dianggap Sera sebagai satu
pembelaan diri yang memuakkan.
“Masih mau
mengelak, huh? Setelah semua bukti nyata itu, kamu masih bersikeras mengelak?”
tuntut Sera.
“Apa nama facebook-ku itu?” tanya Ferdi jujur.
Kecurigaan langsung menyergapnya.
Sekali lagi Sera
mendelik menatap Ferdi. Ia heran kenapa Ferdi menanyakan nama facebook-nya sendiri kepada dirinya.
Aktingnya terlalu ahli jika seperti ini. Aneh. Jika Ferdi berbohong, maka
seharusnya ia bersikeras menutupi kebohongannya dengan mengatakan bahwa ia
tidak menghapus statusnya, atau mungkin bersikeras meyakinkan dirinya supaya ia
percaya pada omong kosong Ferdi. Namun yang baru saja Ferdi lakukan tidak
demikian.
Jika dipikir
kembali, dari awal mereka pacaran, Ferdi sama sekali tidak pernah
menghubunginya lewat sosial media. Dan lagi dari awal, Ferdi memang sudah
mengakui bahwa dirinya tidak menyukai sosial media. Jadi Ferdi sama sekali
tidak memiliki akun sosial media di manapun, termasuk facebook.
Sera mulai menerka
kemungkinan bahwa Ferdi berkata jujur padanya. Ia mencoba membuktikannya sekali
lagi.
“Serius kamu
nggak bikin akun facebook sebulan
yang lalu?” Sera mengernyit ingin tahu.
“Serius.” jawab Ferdi.
Tetap dengan raut muka tanpa ekspresi. Namun kali ini terbersit kelelahan di
wajahnya.
Sera mendadak
terlihat senang. Wajahnya sumringah.
“Jadi, kita— ”
“Tunggu. Jadi
ada yang mengaku sebagai aku di akun sialan itu ya?” gumamnya sinis. Ferdi berbicara
lebih kepada dirinya sendiri. Otaknya berjalan menelusuri titik mula munculnya
masalah ini. Dan satu nama terlintas di benaknya.
Pasti dia dalang di balik semua ini! Siapa lagi
kalau bukan dia?
“Ikut aku.”
Ferdi kembali menggelandang Sera untuk mengikutinya.
“Tu-tunggu
bentar. Kita mau kemana lagi sih? Hei!”
Ferdi mengabaikan
pertanyaan Sera. Ia terus menarik Sera dalam cengkeraman tangannya. Amarahnya
sudah di ujung tanduk. Ia harus segera meluruskan perkara ini. Karena, untuk
itulah tujuannya pindah ke sekolah ini. selain karena orangtuanya yang
dipindahtugaskan ke Kota ini. Dan lagi, ada satu lagi alasan lain ia memilih
pindah ke sekolah ini, selain karena Sera.
“Lepasin dia!”
Ferdi sontak
menghentikan langkahnya. Sera menoleh ke arah sumber suara di belakang mereka. Seseorang
keluar dari salah satu kelas kosong. Sesosok pemuda jangkung berjalan tenang menghampiri
mereka.
Satu tangan Sera
yang bebas, membekap mulutnya yang terbuka. Matanya membulat. Sera tidak
percaya pemuda itu ada di sekolahnya. Ferdi menatap waspada ke arah pemuda
jangkung. Wajahnya kini berubah sinis. Ferdi menyembunyikan Sera di belakang
punggungnya.
“Lepasin dia.”
ulang si pemuda jangkung.
“Nggak ada yang
mengundangmu kemari.” tandas Ferdi kesal.
“Wah, wah,
rupanya kamu belum tahu ya? Sayang sekali.” Pemuda itu berhenti tepat di depan
Ferdi. Sesekali ia melirik keberadaan Sera di balik punggung Ferdi.
Sera masih saja
belum tersadar dari keterkejutannya. Ia masih membekap mulutnya sendiri dengan
mata yang semakin terbelalak lebar.
“Lepasin dia.” perintah
pemuda jangkung. Namun Ferdi mengabaikannya.
“Ayo, ikut aku.”
Ferdi berbalik setelah melempar tatapan sinis ke arah pemuda jangkung. Ajakan itu
ia tujukan pada Sera. Ferdi kembali menarik Sera.
Detik
berikutnya, Sera sudah ada di balik punggung pemuda jangkung. Pemuda itu siap
melayangkan tinjunya ke wajah Ferdi. Namun, tangannya seakan tersangkut
sesuatu.
“Ardi, jangan!”
Sera menahannya.
Ferdi menatap
heran pada keduanya.
“Kamu kenal sama
dia?” Ferdi bertanya pada Sera. Nadanya meninggi. Ia menuntut jawaban Sera.
“Dia… er— aku…”
Sera tidak tahu harus memberikan jawaban yang bagaimana.
“Bukan urusanmu,
bodoh!” sambar Ardi. Alih-alih menjawab, ia lebih memilih untuk melontarkan
cercaan.
“Dia masih jadi
kekasihku. Jadi, dia masih jadi urusanku. Jauhkan tangan kotormu itu darinya.”
ujar Ferdi pelan namun tajam.
Ferdi kembali
menyambar tangan Sera. Namun Ardi tidak melepaskan tangan Sera yang lain. Sera
terombang-ambing di tengah. Bergantian menatap Ardi dan Ferdi yang tengah
memperebutkan dirinya. Sera tidak menyangka kalau keduanya saling kenal.
Sebenarnya, ada apa dengan mereka? Ada apa dengan
semua ini?
[ akhir dari
part #15 ]
~Ada Apa Dengan
si Cyber-a-holic?~
Oleh: Dymar Mahafa
Komentar
Posting Komentar