Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

You are REAL - 20

(*Anak Wasiat*) *** Kala aku berusia satu tahun, kakekku meninggal. Ayah dari ibuku. Kakek memang sudah lama sakit. Tentu saja aku tidak mengingat kejadian itu karena aku masih kecil. Namun setiap kali ayahku menceritakan ulang kejadian kala itu, aku mendengarkannya dengan seksama. Begini kisahnya. Ada satu hal yang kakek wasiatkan kepada anak-anaknya sebelum beliau tiada. Yaitu aku, cucu terakhirnya. "Tolong bantu adikmu, si Marni, sampai jadi orang. Kalian semua sudah Pegawai Negeri, tinggal Marni saja yang belum. Bapak titip Dara. Tolong bantu kebutuhan Dara. Anggap seperti anakmu sendiri." Begitu ujar kakek kepada keenam anak-anaknya. Di sana juga ada para menantunya. Marni adalah ibuku. Beliau anak terakhir atau ragil dari enam bersaudara. Di usianya yang masih belia, beliau sudah ditinggal ibunya. Nenekku meninggal ketika ibuku masih berusia 11 tahun. Dan kemudian ibu dibesarkan dan dirawat oleh saudara-saudaranya. Beberapa tahun setelah itu, kakekku menik...

1 Doa Untuk 27 Harapan

“ Happy Birthday , ya, Ra!” Astrid memeluk sahabatnya seraya menyodorkan kotak berlapis kertas mengkilap. Itu adalah kado ulang tahun Dara yang ke sekian di hari itu. “Moga doa-doamu terkabul tahun ini.” imbuh Astrid pada Dara. “Dan cepet dapet, ya.” bisiknya kemudian. “Dapet apa?” otak Dara sedang tidak berfungsi dengan baik. Astrid mengerling. Ada binar konyol di matanya. Astrid memandang sahabatnya itu dengan tawa geli. Perayaan ulang tahun Dara kali ini agak sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Istimewa, mungkin bisa dibilang demikian. Pasalnya, usia gadis muda itu telah menginjak angka 27. Darra Diamoniq. Cantik. Santun. Pandai menempatkan diri. Tabiatnya anggun, mempesona. Lulusan S2. Seorang alumni Univesitas yang cukup bergengsi. Dan setelah ini ia akan bersiap untuk melanjutkan studinya yang terakhir guna meraih gelar Doctor. Namun, sangat disayangkan. Sungguh sangat amat disayangkan. Masih ada satu hal yang terasa begit...

You are REAL – 19

Sesuai janji, akan aku kisahkan kepada kalian tentang tanda jodoh nomor empat. Seperti yang sudah aku paparkan di dua episode REAL sebelumnya, ‘kebetulan’ kali ini akan tetap klise dan sedikit mencengangkan. Jadi, duduklah yang nyaman dan selamat membaca. Entah kenapa dan ada apa dengan skenario Tuhan hari itu. Yang jelas, deretan kebetulan serasa datang bertubi-tubi bagai hujan meteor. Istilahku terlalu berlebihan, kurasa. Yah, maafkan. “Bu Dara, tadi nggak ada anak yang ke sini, ya?” tanya Real memecah keheningan di ruangan penuh buku, perpustakaan. Lagi-lagi begini. Lagi-lagi keadaan serasa menyeretku dalam satu situasi seperti ini. Kenapa aku dan dia selalu saja berakhir di tempat ini? Entahlah, satu misteri yang belum juga ku temukan jawabannya hingga detik ini. Hanya ada aku dan Real, berdua, di ruangan yang luas ini. Dimana lagi? Perpustakaan, tentu saja. Dengan siapa lagi? Real, tentu saja. “Siapa, Pak? Anak OSIS, ya?” jawabku, masih tetap memunggunginya. D...